Wartawan Dilarang Meliput Kasus Pemerasan
Penyidik Minta Paksa Handpone dan Hapus Foto
GEDONGTATAAN – Kebebasan pers di Kabupaten Pesawaran terusik. Oknum penyidik Polsek Gedongtataan melarang wartawan Radar Lamsel melakukan peliputan kasus pemerasan terhadap kepala sekolah yang dilakukan oleh oknum wartawan lokal. Penyidik yang berpakaian preman itu bahkan meminta dengan paksa kamera handphone wartawan Radar Lamsel yang sempat memfoto proses pemeriksaan lalu menghapusnya. Joko Hartoyo, wartawan Radar Lamsel menuturkan, sebelum terjadinya tindakan arogan salah satu oknum polisi itu, kedatangannya ke Polsek Gedongtataan untuk melakukan tugas jurnalistik. Sebab, sebelumnya ia mendapat informasi bahwa ada oknum yang diduga wartawan gadungan diciduk polisi karena melakukan pemerasan terhadap Kepala Sekolah SD 41 Gedongtataan Sutini. \"Saya datang mau ambil gambar korban yang saat itu sedang di-BAP. Tapi tiba-tiba oknum polisi yang sedang melakukan pemeriksaan tersebut menghampiri saya dan meminta untuk menyerahkan handpone dan langsung menghapus foto-foto itu,\" terang Joko kepada awak redaksi. Menurut dia, saat itu ia menyatakan telah terlebih dahulu bersalaman dan meminta ijin kepada Kanit Reskrim Polsek Gedongtataan, A.S Siregar untuk mengambil gambar di dalam ruangan yang saat itu juga kebetulan tidak tertutup. \"Saya tadi sudah ijin, dan saat itu pintunya juga tidak ditutup. Lagipula seperti biasa, ketika tersangka maupun korban sedang di BAP, wartawan boleh saja mengambil gambar,\" tambahnya. Belum selesai Joko menceritakan kejadian tersebut kepada rekan-rekan seprofesinya didepan ruang penyidik, oknum polisi tersebut bersama rekannya kembali keluar dan melarang kembali wartawan Radar TV mengambil gambar mereka yang saat itu sedang terjadi adu mulut dengan Joko karena berbeda penjelasan. \"Ini kenapa ngambil gambar, itu kenapa direkam ya,\" bentak oknum polisi lainnya yang dijawab ya oleh Wartawan Radar TV Windra Fiermana. Setelah suasana di lokasi tersebut meredam, oknum Polisi itu mengatakan tindakan yang dilakukanya karena menurutnya Joko tidak terlebih dahulu ijin untuk mengambil gambar. \"Ngambil foto tidak salah, cuma ada etikanya. Kalau Kapolsek nanya ketika tiba-tiba foto itu terbit, tetep saya yang ditanya dan siapa yang memberi ijin. Pintu itu kan tidak terbuka lebar,\" jelasnya. Bahkan, pembelaan terhadap oknum polisi itu juga disampaikan Kanit Reskrim Siregar bahwa saat mengambil gambar, Joko juga belum ijin kepada dirinya yang saat itu berada didepan ruangan. \"Saya mana taulah, kalau salaman, tadi banyak orang disini, semuanya juga salaman,\" singkatnya. Sementara itu, Wakil Ketua Ikatan Jurnalis Kabupaten Pesawaran (IJKP), Ahmad.S, menyayangkan atas tindakan oknum pelarangan tersebut. Terlebih yang melakukan larangan itu adalah polisi yang seharusnya memahami aturan. Sebab, menurutnya, wartawan saat menjalankan tugas dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Dalam UU itu disebutkan barang siapa yang menghalang-halangi atau menghambat tugas-tugas jurnalistik bisa diancaman kurungan selama dua tahun atau denda Rp 500 juta. \"Seharusnya, wartawan yang sedang menjalankan tugas harus juga dilindungi oleh aparat. Kalau melakukan tindakan kekerasan, itu aparatnya tidak paham dengan undang-undang pers,\" tambahnya. Untuk itu, ia mendesak kepada pimpinan Polri diwilayah Provinsi Lampung, khususnya Kapolres Lampung Selatan untuk menindak tegas oknum Polisi itu sebagaimana diatur dalam hukum sesuai UU Pers. \"Jika dibiarkan, maka dikhawatirkan menjadi citra buruk pada institusi Polri dan pers yang seharusnya saling bersinergi,\" tandasnya. Terpisah, Kapolsek Gedongtataan Kompol Bunyamin berjanji akan memberikan teguran kepada anggotanya yang melakukan tindakan tersebut (menghapus foto wartawan,Red). \" Sebenarnya kita ingin ekspose dengan Pak Waka (Wakapolres,Red) setelah BAP. Tapi nanti saya akan tegur anggota tersebut. Kalau kita terbuka dengan teman-teman media,\"singkatnya (red)Sumber: