Tamam: Cara Pandang Sempit, Hilangkan Sikap Rasional
Peran Muhammadiyah Sikapi Terorisme
KALIANDA – Gerakan radikalisme terorisme menjadi perhatian semua kalangan. Salah satu ormas terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah menilai fanatisme sempit mengenai hakikat ke-Islaman dikalangan muda harus dibenahi. Terbaru, JS (19) pemuda asal Desa Siringjaha, Kecamatan Sidomulyo terduga teroris dibekuk oleh Densus 88 anti teror Mabes Polri, saat hendak melakukan aksi teror di Tolitoli, Sulawesi Tengah Jum’at (10/3) lalu. Ketua Majelis Kader Muhammadiyah Lamsel, Tamam, SE, MM angkat bicara perihal maraknya gerakan radikal yang menjangkit kaum muda saat ini. Muhammadiyah sebagai organisasi yang menisbahkan diri sebagai gerakan tajdid mempunyai tanggung jawab moral untuk mengurai masalah ini. “Cara pandang keagamaan minim serta fanatisme sempit kadang-kadang menghilangkan sikap rasional. Perlu pendekatan persuasif serta dialog terbuka yang tidak hanya mencerahkan namun juga mencerdaskan,” kata Tamam saat ditemui Radar Lamsel diruang kerjanya, Rabu (15/3) kemarin. Dosen Kemuhammadiyahan ini mengungkapkan, isu strategis ini juga menjadi pembahasan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar beberapa waktu lalu. Dikatakannya, persoalan semacam ini menjadi pembahasan Muhammadiyah yang mulai melintasi abad kedua. “Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan ‘kelompok takfiri’, yang jelas-jelas bertentangan dengan norma-norma keislaman. Tak jarang kaum takfiri beranggapan tidak ada yang benar selain dari golongan mereka (takfiri red),” ungkapnya. Lalu upaya Muhammadiyah Lamsel sejauh ini menyikapi isu radikalisme? Tamam menegaskan sikap Muhammadiyah tetap kritis dengan berbagai solusi dan upaya mengurangi paham-paham takfiri. “Dialog, dakwah terbuka serta interaksi sosial menjadi solusi terbaik untuk membendung gerakan tersebut. Sebab, sikap eksklusif dari paham ini seringkali menyendiri dan terselubung,” ujarnya. Lebih lanjut Tamam menegaskan, Muhammadiyah melalui lembaga pendidikan sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi perlu merancang kurikulum guna meminimlisir ruang gerak teroris. Kurikulum itu menjadi semacam panduan dalam proses keberagamaan yang sehat. “Memang butuh penguatan pendidikan, utamanya kurikulum pengajaran yang dapat mencegah paham tersebut. Mulai dari tingkatan terendah hingga ke jenjang perguruan tinggi,” katanya lagi. Membentengi anak muda dengan pemahaman agama sambung Tamam, menjadi salah satu cara mencegah berkembangnya paham teror di Indonesia khususnya di Lamsel. “Kebangsaan perlu diselamatkan dari gerakan-gerakan yang memang bertujuan untuk meracuni dan menjerumuskan anak-anak bangsa, bukan hanya semata tugas Pemerintah atau Muhammadiyah saja, tapi ini menjadi tugas bersama,” tandasnya. (ver)Sumber: