Kontrol Rakyat yang Harus Dikuatkan
KALIANDA – Sikap skeptis (tidak percaya) terhadap marwah dan kewenangan DPRD dalam pembangunan daerah merupakan hal yang keliru dimata Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Lampung Arie Oktara, M.A. Menurut dia, lembaga DPRD memiliki kekuatan yang seimbang dengan pihak eksekutif dalam merumuskan arah dan tujuan pembangunan daerah. “Secara personal mungkin. Kalau bicara lembaga, mereka (lembaga DPRD) itu kuat. Pasca reformasi, kewenangan yang tadinya nggak ada di legislatif, sekarang ada. Dulu legislatif cuma jadi stempel eksekutif. Sekarang mekanisme kekuasaannya check and balance,” kata Arie kepada Radar Lamsel yang menyikapi anggapan bahwa DPRD Lamsel lemah dalam sisi bergaining posision terhadap pembangunan. Kalaupun ada kelemahan terkait rekomendasi yang tak pernah dianggap oleh pihak eksekutif, kata Arie, itu adalah kemampuan personal dewan. “Bukan lembaga ya. Kalau lembaga yang tadi saya katakan,” ungkap dia. Saat ini, kata Arie, eksekutif dan legislatif memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sama dalam merumuskan pembangunan didaerah. Yang justru harus dikuatkan, kata dia, adalah peranan media dan masyarakat sipil untuk mengontrol penggunaan kewenangan dan kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Sebab, kata dia, di Indonesia dalam konteks sekarang ini penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan itu justru terjadi karena tidak ada mekanisme dan pola kontrol yang kuat dari elemen diluar legislatif maupun eksekutif. “Akibatnya, yang punya kuasa kadang-kadang tanpa malu-malu menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya,” kata akademisi yang tinggal di Kota Kalianda ini. Nah, terkait agenda study banding yang saat ini sedang disorot merupakan sikap kontrol masyarakat sipil maupun media terhadap kegiatan tersebut. “Kalau tidak ada itu (kontrol) ya semena-mena,” ungkap dia. Arie juga mengungkapkan, rakyat dalam konsep demokrasi sebenarnya adalah pemegang mandat tertinggi. Masyarakat, kata Arie, seharusnya tahu betul bahwa merekalah sumber kekuasaan di negara ini. Sementara, yang duduk di kursi kekuasaan adalah orang-orang yang kebetulan dititipi kekuasaan oleh rakyat. “Tapi ya itu kan harapan. Sekarang ini pemilu cuma menjadi ajang formalitas pesta demokrasi saja. Rakyat sebenarnya sudah gerah dengan janji-janji penguasa. Akhirnya merelakan suaranya tanpa arah karena sesuatu hal,” ungkap dia. Kondisi ini, kata Arie, harus diawasi dengan penguatan peranan masyarakat sipil. Agar seluruh pembangunan memiliki tujuan yang jelas demi kemaslahatan rakyat. (edw)
Sumber: