Tindakan Persuasif Mentah, Siapa Siap Berkorban?
Setahun sudah polemik pasar Sidomulyo terjadi. Hingga kini belum juga selesai. Tindakan persuasif dari Pemkab Lamsel pun tak membuahkan hasil yang maksimal. Masing-masing tetap pada pendirian. Lantas yang jadi pertanyaan siapa yang siap mengalah dan berkorban untuk menyudahi persoalan ini? Laporan Veridial Ariyatama, SIDOMULYO BERBAGAI upaya dan skenario penyelesaikan polemik sudah diterapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan untuk menyelesaikan persoalan pasar Sidomulyo yang berkepanjangan. Mulai dari pengundian tempat yang berulang-ulang hinggga pembentukan tim formatur spesialis penataan pedagang pasar. Hasilnya, polemik juga tak kunjung beres. Ada pedagang yang memang taat aturan. Ada juga pedagang yang keukeh tak mau pindah tempat yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada titik ini bukan saatnya mencari siapa benar siapa salah. Tapi yang jadi pertanyaan siapa siap untuk berkorban?. Tim formatur yang memang diisi oleh pedagang tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Begitu pula sebaliknya, para pedagang yang tak mau pindah juga tak ingin disalahkan. Klaim selesainya persoalan pasar Sidomulyo oleh Dinas Pasar Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) beberda dengan yang terjadi dilapangan. Dengan mengerahkan tim formatur untuk menata kios-kios yang bakal ditempati pedagang namun semua tindakan itu seolah mentah karena masih ada pedagang yang belum mau ditertibkan. Pedagang yang masuk dalam kategori penertiban itu bukan tanpa alasan. Bertahan. Satu kata yang memang kokoh ditelinga. Para pedagang yang bertahan itu umumnya menginginkan jaminan atas penertiban, bukan hanya janji ataupun ketidakpastian. Berulangkali Kepala Disperindag Edy Firnandi melakukan upaya pendekatan persuasif agar persoalan ini cepat selesai. Tapi nyatanya upaya-upaya tersebut juga belum bisa membuat pasar ramai dari aktifitas jual beli seperti yang terjadi pada pasar umumnya. Begitu juga dengan Kepala UPT Dinas Pasar Sidomulyo yang menggantikan pendahulunya Alyas, SE atas persoalan yang berkembang, Agus Sahroni, SE juga masih belum menyerah untuk terus menyelesaikan persoalan ini. “Skema ataupun pendekatan masih terus kami lakukan, memang tidak mudah tapi kami masih terus optimis,” ujarnya. Sember Radar Lamsel menerangkan dari awal pembangunan pasar memang tidak ada musyawarah terkait luas bangunan. Sebab, bisa dipastikan luas kios 2x3 meter menjadi pemicu keberatan para pedagang. “Jika sebelumnya dimusyawarahkan, mulai dari luas hingga urutan tempat mungkin tidak seperti ini jadinya,” ujar Sumber yang mewanti namanya agar tidak dikorankan. Bahkan Bupati Lampung Selatan H. Zainudin Hasan, M. Hum juga tak lupa menyoroti persoalan ini. Pembentukan tim formatur pun tak lepas dari upaya pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan. “Kuncinya memang harus ada yang mengalah dan berkorban, karena bukan saatnya saling menyalahkan, beri kepastian yang memang benar-benar pasti kepada pedagang. Apa mau sampai dua tahun ini pasar tidak jalan?,” (*)
Sumber: