Tekanan Keluarga Disinyalir jadi Pemicu Pembunuhan
KALIANDA – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Lampung Selatan angkat bicara soal pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap bayinya di Desa Rangai Tri Tunggal, Kecamatan Katibung, pekan lalu. Kepala DP3A Lamsel Dra. Yarnita, MM., menilai peristiwa itu terjadi akibat kurangnya pergaulan seorang perempuan dilingkungan tempat tinggal. Sehingga, mengakibatkan berbagai beban hidup yang dideritanya tidak tercurahkan. Analisa yang disampaikan Yarnita, bukan tanpa alasan. Sebab, dirinya langsung turun ke lokasi setelah peristiwa tersebut terjadi. Bahkan, dia menggali informasi lebih jauh soal latar belakang Beti Selvia Ningsih (23) yang dengan tega menghabisi nyawa darah dagingnya Revan Adi Wijaya (1). “Kenapa saya bisa katakan kurang pergaulan di lingkungan tempat tinggalnya, karena memang dari informasi yang saya dapatkan si ibu ini jarang sekali keluar rumah. Bahkan, dia keluar rumah hanya untuk keperluan membeli keperluan dapur. Itupun tidak lama dan hanya seperlunya,”ungkap Yarnita di ruang kerjanya, kemarin. Selain itu, imbuhnya, fakta di lapangan yang bisa menyebabkan peristiwa itu sampai terjadi adalah tekanan keluarga yang begitu kuat. Sebab, kedua pasangan suami istri ini dikabarkan tidak mendapatkan restu dari orang tua Beti. “Mohon maaf sebelumnya, informasi yang kami dapatkan mereka itu ‘kawin lari’. Tidak mendapatkan restu dari orang tua si pengantin perempuannya dulu. Makanya, mereka sering pindah tempat tinggal. Di Desa Rangai sendiri mereka baru tiga bulan,”bebernya. Yarnita menduga tekanan keluarga yang begitu besar membuat Beti semakin tidak tenang. Sehingga, menyebabkan gangguan kejiwaan akibat berbagai keluh kesahnya tidak dikeluarkan dan hanya di pendam seorang diri. “Ini baru kemungkinan dan analisa dari kami. Karena, segala uneg-uneg yang tidak di keluarkan bisa berakibat fatal. Mungkin karena dia baru tinggal di Desa Rangai belum ada tetangga yang dia percayai untuk menumpahkan keluh kesahnya. Selain itu, faktor ekonomi juga sangat berpengaruh. Melihat pekerjaan suaminya yang hanya seorang nelayan tradisional dengan penghasilan tidak tetap,”lanjutnya. DP3A sendiri belum bisa mengambil langkah pasti untuk melakukan penanganan terhadap si pelaku. Sebab, saat ini kejiwaan Beti masih di periksa oleh tenaga ahli di Rumah Sakit Jiwa. “Kalau memang dia tidak ada gangguan jiwa, maka untuk jalur hukumnya akan kita lakukan pendampingan melalui Program Peningkatan Terpada Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Karena ini menjadi tugas kami di DP3A. Akan kita koordinasikan dengan DP3A Provinsi Lampung yang memang terdapat program ini,”imbuhnya lagi. Lebih jauh dia mengatakan, koordinasi antara jajaran kecamatan hingga desa akan terus ditingkatkan. Khususnya di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang menjadi tugas DP3A Lamsel. Upaya itu dilakukan agar tidak sampai terjadi lagi peristiwa tragis terulang di Kabupaten Khagom Mufakat ini. “Tentu saja kami butuh dukungan dari aparatur desa hingga kecamatan. Karena, kalau hanya DP3A sendiri jangkauannya kurang luas. Pondasi agama warga harus ditingkatkan supaya tidak terjadi peristiwa yang sama. Ajak warga berperan aktif mengisi pembangunan di wilayahnya masing-masing,”pungkasnya. (idh)
Sumber: