Ada Pasir Timbul di Sebuku Kecil, Spot Diving Juga Banyak
Dari Bhakti Sosial Grand Elty Krakatoa di Pulau Sebuku
Kekayaan alam yang dimiliki Kabupaten Lampung Selatan sungguh menjanjikan. Pengelolaan yang belum maksimal membuat anugerah dari sang Khalik itu belum juga mengangkat derajat ekonomi rakyat. Laporan EDWIN APRIANDI, KALIANDA https://www.youtube.com/watch?v=NMiJqesr-Ic MENTARI masih malu-malu menampakan sinarnya di Kota Kalianda sekitar pukul 05.30 WIB, Kamis (18/5) kemarin. Tetapi sekelompok loper sudah siaga menanti datangnya koran yang didistribusikan bagian ekspedisi Harian Radar Lampung Grup dari Bandarlampung. Begitu koran tiba di Graha Pena Radar Lamsel -Markas Harian Radar Lamsel- mereka langsung sigap menyusun tiap eksemplar koran untuk dikirim kepada pembaca setia diwilayah Kabupaten Lampung Selatan. Dibagian lain, tim Radar Lamsel dan Saburai TV nampak mempersiapkan sejumlah peralatan kerja wartawan. Kamera digital single lens reflex (DLSR), kamera action dan dron menjadi barang wajib yang dipersiapkan. Persiapan itu dilakukan lantaran tim akan melakukan perjalanan ke Pulau Sebuku, Desa Tejang Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa. Perjalanan itu memang telah direncanakan seminggu lalu. Radar Lamsel yang menjadi media partner Grand Elty Krakatoa berencana melakukan reportase kegiatan bhakti sosial yang akan digelar di Dusun Pulau Sebuku, Desa Tejang Pulau Sebesi. Perjalanan ke Sebuku dimulai. Tepat pukul 07.15 WIB kapal nelayan yang mengangkut para penumpang bergerak menembus perairan Selat Sunda. Cuaca kemarin nampak teduh dan bersahabat. Teduhnya perjalanan menuju Sebuku dapat ditempuh sekitar 1,5 jam. Rute yang digunakan bukan rute jalur angkutan umum. Biasanya jalur angkutan umum dimulai dari Pelabuhan Canti – menuju pelabuhan Desa Tejang Pulau Sebesi. Sedangkan jalur angkutan ke Pulau Sebuku memang tidak ada. Karena hal itu pihak Managemen Grand Elty sengaja menyewa kapal motor penumpang (KMP) milik masyarakat pesisir Kalianda. “Trip kali ini memang beda. Pulau Sebuku itu tak pernah disinggahi angkutan umum. Ini yang membuat Sebuku jarang terjamah. Makanya kita jamah,” ungkap General Manager (GM) Grand Elty Krakatoa Dwi Prasetya kepada wartawan kemarin.Lantaran tak pernah disinggahi angkutan umum, masyarakat atau pengunjung yang hendak ke Sebuku memang tak bisa leluasa. Mereka harus memiliki atau menyewa secara khusus armada angkutan laut untuk menuju kesana. “Kalau tidak sewa tak bisa kesini (Sebuku’red),” ujar Dwi Prasetya. Karena minimnya fasilitas armada angkutan itu, Dwi Prasetya diam-diam memiliki misi untuk mengeksplorasi kekayaan alam yang ada di Sebuku. Utamanya di Teluk Brak, Dusun Pulau Sebuku, Desa Tejang Pulau Sebesi. Sebab, di teluk yang dihuni sekitar 40an warga dewasa ini memiliki kekayaan yang tak kalah indah dengan spot-spot wisata alam dan bawah laut yang ada di Indonesia bagian Timur. “Kita mau memberdayakan masyarakat. Kita sedang siapkan pola kemitraannya,” ungkapnya. Untuk menkomunikasikan kemitraan itu managemen Grand Elty Krakatoa bersilaturahmi dengan masyarakat Teluk Brak kemarin. Dengan menggelar Baksos dengan membagikan sembako kepada masyarakat, managemen membuka ruang komunikasi mengenai kemitraan tersebut. “Paling tidak masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari kemitraan yang akan kita lakukan. Yang sudah bisa dilihat yaitu mengenai sewaan kapal katir yang digunakan untuk berkeliling Pulau Sebuku agar bisa diterapkan ketika tamu-tamu Grand Elty berkeinginan datang ke pulau,” ungkap Dwi. Di Pulau Sebuku memang banyak spot diving alam bawah laut yang bisa memanjakan indra penglihatan. Keasriannya masih terjaga lantaran masyarakat setempat memang menjaganya dari gangguan apapun. Begitu antusiasnya mereka menjaga terumbu karang, KMP yang digunakan rombongan menuju ke Sebuku tak ditambatkan dipinggir pantai. Melainkan berhenti ditengah laut sekitar berjarak 100 meter dari bibir pantai. Lalu dari lokasi itu kapal-kapal katir kecil menjemput rombongan ke KMP begitu juga saat pulang. “Bukan hanya nelayan yang niat nge-bom kami usir. Untuk turun ke Teluk Brak saja harus kami jemput. Kalau tidak, kincir KMP besar bisa saja merusak terumbu karang,” kata Muhammad Nuh, warga setempat. Tak hanya spot diving, hutan bakau yang penuh dengan rerimbunan daun juga ada disana. Hutan bakau itu akan selalu menjadi pemandangan yang menyejukkan mata siapa saja yang memandangnya. “Kita juga punya spot pasir timbul. Lokasinya di Sebuku kecil. Hanya sekitar 15 menit dari Pulau Sebuku kesana,” kata Muhammad Nuh. Muhammad Nuh lantas mengajak rombongan berkeliling Pulau Sebuku. Selain menunjukan spot-spot diving yang bagus, ia juga menunjukan lokasi batu berlapis layaknya Batu Lapis yang di Desa Batubalak, Kecamatan Rajabasa. Bedanya batu lapis yang ada di Pulau Sebuku jauh lebih eksotis dan memiliki goa. Muhammad Nuh berharap potensi wisata yang ada di Pulau Sebuku bisa berkembang dan mengangkat derajat ekonomi masyarakat. Dia mengungkapkan kondisi masyarakat di sana bak manusia yang kelaparan ditengah kekayaan alam yang dimiliki. “Kalau bicara kekayaan alam Sebuku benar-benar kaya. Tetapi apalah daya kami jika tidak disentuh pembinaan pemerintah atau swasta,” ungkap Muhammad Nuh kepada Radar Lamsel saat berkeliling menggunakan katir. Muhammad Nuh berharap wilayah Sebuku bisa nge-hits se antero negeri bahkan dunia. Meski tinggal didaerah kepulauan, ia mengaku tak gagap melihat perkembangan dunia dan teknologi yang bisa dia lihat didunia internet. “Sudah ada beberapa foto yang saya upload,” ungkap dia. Pernyataan itu memang cukup beralasan. Di Sebuku jaringan komunikasi telepon memang cukup baik. Bahkan jaringan internet diwilayah itu masuk dalam kategori bagus. Jangankan jaringan 3G, high-speed downlink packet access (HSDPA) juga dapat. “Kalau sinyal kuat disini. Yang jadi masalah adalah listrik. Bantuan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) dari pemerintah hanya bisa memenuhi kebutuhan penerangan dimalam hari saja,” tutur dia. Muhammad Nuh meyakini Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi adalah masa depan masyarakat setempat. Setidaknya masa depan generasi penerus dirinya dan masyarakat disana. “Masak anak-anak kami mau seperti kami juga nasibnya. Hanya mengandalkan kebun dan laut yang alat tangkapnya ala kadarnya. Kami kalah bersaing. Bukan karena keinginan kami yang tak kuat merubah nasib, karena keterbatasan kami,” ujar dia. Karena hal itu ia berharap pembinaan masyarakat bisa dirasakan olehnya dan warga setempat. Apalagi dia tahu, bahwa pembangunan itu harus merata diseluruh wilayah Indonesia. “Tapi faktanya kami belum juga merasakan pemerataan itu. Tapi kami menyambut baik rencana kemitraan ini. Mudah-mudahan ini menjadi jalan bagi kami untuk berkembang,” pungkas dia. Trip ke Pulau Sebuku ternyata bisa dinikmati seharian penuh. Dengan durasi perjalanan sekitar 3 jam lebih pulang-pergi, pelancon wisata sudah bisa menikmati keindahan alam yang disuguhkan kabupaten berjuluk Bumi Khagom Mufakat ini. Waktu seharian itu sudah bisa memenuhi syahwat wisata untuk berkeliling Pulau Sebuku termasuk melakukan olahraga diving dan makan siang dengan menu ikan bakar yang juga bisa dipancing dilokasi. (*)
Sumber: