Kantongi Nama Subkontraktor, Kecamatan Masih Beri Waktu Mengurus Izin Galian

Kantongi Nama Subkontraktor, Kecamatan Masih Beri Waktu Mengurus Izin Galian

SIDOMULYO – Pemerintah Kecamatan Sidomulyo masih memberi tempo untuk mengurus perizinan kepada subkontraktor yang mengadakan galian di tiga titik yaitu di Desa Sidomulyo, Sidowaluyo dan Sidorejo untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Camat Sidomulyo Affendi, SE mengatakan, pihaknya sama sekali tak berniat menghambat pembangunan JTTS. Akan tetapi subkontraktor seyogyanya juga harus memperhatikan aturan yang berlaku di bumi khagom mufakat. “Masih kami tunggu hingga Senin depan. Kerana memang Kecamatan juga ingin situasi pembangunan berjalan lencar dan sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku,” ujarnya. Diketahui ada dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengerjakan galian ditiga titik yang ada di Sidomulyo itu. Affendi menegaskan yang menjadi persoalan adalah perizinan yang dilakukan oleh subkontraktor. “Izinnya alih fungsi lahan menjadi sawah, bukan izin galian untuk pembangunan JTTS,” ujar mantan Camat Candipuro ini. Saat ditanya mengenai CV. Yang bertanggungjawab? Affendi menegaskan sudah mengantongi nama CV yang beroperasi ditiga titik tersebut. “Sudah ada nama CV. Nya terdata dikantor, saya lupa detailnya,” ujarnya. Orang nomor satu di Sidomulyo ini berharap tempo yang kembali diberikan agar digunakan oleh subkontraktor yang bersangkutan untuk mengurus perizinan sebagaimana mestinya. “Masih kami beri batas waktu, jika memang mau mengurus izin Kecamatan juga akan membantu kepengursan perizinan galian tersebut,” tandasnya. Sebelumnya, Pemerintah Kecamatan Sidomulyo kecele. Ini soal rekomendasi alih fungsi lahan yang dilakukan oleh subkontraktor dari PT. Pembangunan Perumahan (PP) terkait lahan galian di Dusun Karangtempel, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo yang diperuntukan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Pasalnya, rekomendasi yang diberikan oleh pemerintah Kecamatan Sidomulyo kepada subkontraktor adalah alih fungsi lahan menjadi persawahan. Namun nyatanya, galian sedalam enam meter itu dijual untuk pembangunan JTTS. Akibatnya, selain merusak jalan desa, perkebunan disekitar lahan galian menjadi rusak. (ver)

Sumber: