Jika Melanggar Perbup, DD Tahap II Tak Bisa Dicairkan

Jika Melanggar Perbup,  DD Tahap II Tak Bisa Dicairkan

KALIANDA – Pemkab Lampung Selatan tak pernah bosan menghimbau aparatur desa dalam merealisasikan kegiatan pembangunan yang bersumber dari dana desa (DD) agar mengacu pada peraturan bupati (perbup). Itu dilakukan agar pembangunan di desa bisa bersinergi dan terarah. Pemkab bahkan mewarning aparatur desa agar tidak bandel dalam melaksanakan pembangunan. Jika tetap membandel dalam pelaksanaannya, DD tahap II dimungkinkan tidak bisa dicairkan. “Perbup ini dibuat untuk ditaati. Sudah ada sanksi-sanksi yang dituangkan dalam perbup itu. Mulai dari perencanaan kegiatan yang disusun oleh desa itu diawasi oleh tim asistensi. Kalau mereka melakukan kegiatan diluar dari rencana dan spsifikasinya tidak sesuai bisa-bisa pencairan berikutnya tidak bisa dilakukan,”ungkap Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakab Lamsel Ir. Mulyadi Saleh kepada Radar Lamsel, Senin (12/6) kemarin. Mulyadi melanjutkan, dalam perbup juga sudah diatur mengenai penggunaan bahan baku infrastruktur jalan rigid beton yang wajib menggunakan standar mutu K 224 formulasi khusus untuk cor beton. Apabila desa tidak mengindahkan hal tersebut dan menggunakan bahan baku yang tidak standar, maka tim asistensi juga memiliki kewenangan untuk membongkar pekerjaan yang dilakukan. “Kalau aparatur desa berani main-main soal ini, resiko silahkan ditanggung sendiri. Sudah membeli bahan baku mahal-mahal tetapi tidak standart, mereka diminta untuk mengganti konstruksinya,”lanjutnya. Mengenai informasi soal suplay rigid beton yang masih dilakukan oleh PT. Fendi Karya Bersama (FKB) yang berada di Desa Bandar Dalam, Kecamatan Sidomulyo ke sejumlah desa untuk pembangunan infrastruktur jalan, Mulyadi tidak menampiknya. Pemkab Lamsel bahkan mengingatkan apratur desa agar tidak gegabah dalam membeli reading mix ke perusahaan yang baru ditutup paksa, belum lama ini. Sebab, mutu dan kualitas yang diproduksi PT. FKB masih dipertanyakan. “Memang sebelum kami tutup, perusahaan itu menyuplai rigib beton ke desa-desa. Karena tidak berizin maka kita tutup. Jadi, kami juga tidak bisa menjamin apakah kualitasnya memenuhi standar yang dituangkan dalam perbup,”tutupnya. Terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lamsel Dulkahar, A.P., M.Si., mengatakan hal senada. Bahkan, pihaknya tidak segan-segan membongkar pekerjaan desa yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam perbub. “Perbup ini dibuat sebagai acuan kita melakukan kegiatan. Kalau desa jalan sendiri-sendiri, buat apa ada pemerintah sebagai naungan mereka,”ungkap Dulkahar. Saat disinggung masih ada beberapa desa yang membangun jalan onderlagh, lapen dan latasir, Dulkahar menegaskan hal tersebut tidak dilarang. Namun, dalam perencanaan terdahulu harus dijelaskan pertimbangan-pertimbangan apa yang mengharuskan desa tersebut membangun infrastruktur dalam bentuk tersebut. “Bangun onderlagh, lapen dan latasir tidak dilarang dalam perbup. Tetapi ada kualifikasinya. Saya berikan contoh, misalnya dalam agama Islam perceraiaan itu tidak dilarang agama. Hanya saja perbuatan itu yang tidak disukai oleh Allah. Jadi, manusia itu sah-sah saja bercerai. Silahkan tafsirkan artinya,”pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sudah menutup paksa operasional PT. Fendi Karya Bersama (FKB)pada Kamis (8/6) lalu. Namun, PT. FKB yang membuka usaha di Desa Bandar Dalam, Kecamatan Sidomulyo itu disinyalir memasok rigid beton ke desa-desa yang ada di Lamsel. Dari sumber Radar Lamsel, PT. FKB menyuplai ready mix untuk pembangunan disejumlah desa yang ada di Lamsel utamanya infrastruktur jalan. Yang jadi persoalan, selain tidak memiliki izin, sudahkah PT. FKB memenuhi standar mutu K 225 formulasi khusus untuk cor beton yang ditetapkan dalam Peraturan Bupati (Perbup)? Hal ini menjadi kontroversial dikalangan pemerintah desa. Pasalnya, masih banyak desa yang tidak mengikuti perbup yang mengutamakan kualitas dan ketahanan jalan. Hasilnya timbul kecemburuan sosial dari persoalan ini lantaran mengesampingkan Perbup. “Yang jadi patokan atau mengacu pada standar kualitas adalah sertifikasi K 225 sebagai acuan pembangunan untuk wilayah Lamsel. Nah kalau desa tidak mengikuti standar tersebut apakah tidak apa-apa? Lalu untuk apa Perbup dibuat, apakah untuk dilanggar?,” ujar sumber yang tak ingin namanya dikorankan ini, Minggu (11/6) kemarin. (idh)  

Sumber: