Bak Ritual Jalanan yang Bertaruh Nyawa, Kerap Kucing-kucingan dengan Polisi

Bak Ritual Jalanan yang Bertaruh Nyawa, Kerap Kucing-kucingan dengan Polisi

Melihat Dari Dekat Aksi Balapan Liar di Kota Kalianda (bagian 1)

Setiap Sabtu malam kawasan kompleks perkantoran Pemkab Lamsel dan Masjid Agung Kubah Intan bak lapangan yang dipenuhi motor. Ada yang sekedar nongkrong-nongkrong, ada juga yang kebut-kebutan di jalan. Laporan RANDI PRATAMA, KALIANDA SENJA baru saja terbenam di ufuk barat. Rutinitas alam ini seharusnya menjadi penanda setiap orang untuk beristirahat. Tetapi tidak bagi kaula muda pecinta balapan motor di Kota Kalianda. Jeda waktu siang berganti malam itu menjadi awal dari kehidupan malam. Semakin malam, aksi mereka semakin liar. Sama dengan sebutan yang menyemat pada para pecinta balap liar. Entah datang dari penjuru mana, mereka menyemut bak gerombolan lebah yang tengah berburu. Suara knalpot yang nyaring menjadi penanda aksi jalanan itu dimulai. Titik berkumpul para riders jalanan ini ada pada ruas Jalinsum Kalianda tepatnya disepanjang jalan antara eks Hotel 56 Kalianda – Masjid Agung Kubah Intan. Tak tahu sejak kapan mereka melakoni aktivitas abnormal itu. Yang jelas aksi balapan liar itu dilakukan setiap Sabtu malam bak ritual jalanan. Bahkan aksi ini benar-benar anti mainstream bagi kalangan muda. Tak hanya mempertaruhkan gengsi, nyawa mereka pun seolah tak dipedulikan. Bukan hanya bulan-bulan biasa, bulan ramadhan ini pun demikian. Bagaimana tak demikian. Aksi balapan liar itu dipacu ditengah-tengah padatnya arus lalu lintas jalan negara yang tak pernah tidur. Bukan hanya sekelas mini bus saja yang melintas, truck tronton beroda empat belas pun melintas dijalan ini. Aksi itu bukan sekali dua dikeluhkan pengguna jalan. Sebab, saking asiknya memacu tunggangan kuda besi itu mereka mengganggu para pengguna jalan yang melintas dengan memberhentikan secara paksa. “Macam mana ini? Lagi asik-asik berkendara diberhentikan berandalan yang kebut-kebutan,” ketus salah seorang sopir kepada Radar Lamsel. Namun sopir pengangkut hasil kebun itu mengaku sedikit bersyukur. Sebab, saat kendaraannya diberhentikan itu, bukan untuk ditodong. “Sudah sedikit khawatir tadi. Ternyata balapan liar,” ungkap pria yang mengaku pulang ke Kota Agung, Kabupaten Tanggamus itu. Setelah sekitar 5 – 10 menit menunggu, para sopir ini lantas dipersilahkan kembali untuk melintas. Sebagai penanda, aksi balap liar itu memang menempatkan salah seorang riders yang sengaja memalangkan motornya ditengah jalan dikedua sisi jalan. “Ini (penghadangan) agar balapan berjalan lancar,” kata salah seorang pemuda yang menghadangkan motornya. Penelusuran Radar Lamsel, balapan liar dengan lintasan lurus (drag race) itu benar-benar menjadi ritual rutin para joki drag race. Ruas jalan yang dijadikan lintasan itu juga memang lurus berjarak sekitar 300 – 500 meter. Berbagai jenis motor ikut dalam ajang drag race liar tersebut. Mulai dari motor matic, jenis dua tak hingga empat tak. Saat ajang balapan berlangsung mereka seperti tengah berpesta ditengah jalanan. Kadang-kadang mereka membubarkan ‘pesta’ lantaran aparat kepolisian datang. Begitu polisi datang, gerombolan yang tadinya mengumpul kocar-kacir. Tetapi begitu polisi menghilang mereka kembali berkumpul. Mereka kucing-kucingan ditengah pekatnya malam di Kota Kalianda. Pengakuan seorang Joki kepada Radar Lamsel mengungkapkan, beberapa aktor drag race biasa bermain di dua tempat di Kota Kalianda. Lokasi pertama adalah dikompleks kantor Bupati Lampung Selatan. Dilokasi ini ajang balapan yang digelar masih sebatas pemanasan. “Kalau yang di Pemkab itu ngetest motor saja. Kalau yang di Jalinsum itu baru main,” kata Li (22) salah satu joki drag race Kalianda kepada Radar Lamsel. Ajang pemanasan itu digelar sekitar pukul 20.00 WIB. Semakin malam mereka berpindah tempat dilokasi yang telah ditentukan. “Ya, malam lah. Kami tak melihat waktu,” kata dia. (bersambung)

Sumber: