Pantai Lepas tak Dikelola jadi Ancaman Wisatawan
Semua Korban Tenggelam Terjadi di Lokasi Pantai tak Dikelola
Kasus korban tenggelam di pantai bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Kasus itu hampir terjadi setiap tahun tatkala musim liburan lebaran atau tahun baru. Perlu kesadaran semua pihak agar kasus tersebut tak terjadi lagi. Laporan VERIDIAL/IDHO MAI SAPUTRA, KALIANDA EMPAT pasang mata penjaga Pantai Bagus di Desa Merakbelantung, Kecamatan Kalianda bak mata elang yang tengah mengamati mangsanya. Mereka tak pernah sedikit pun berkedip dari pandangannya ke laut. Meski mata terlihat berat karena menahan kantuk akibat hembusan angin sepoi-sepoi, mata mereka tetap terjaga. Fokusnya agar banyaknya pengunjung yang datang ke pantai tak melewati bendera merah yang ditancap ditengah laut. Sedikit saja ada pengunjung yang mendekati bendera merah, mereka langsung sigap dan berteriak sambil meniup pluit. Tindakan itu menjadi warning bagi pengunjung untuk tidak melewati batas lokasi berenang dilaut yang telah ditandai. Rutinitas itu dilakukan Mulyadi (45) beserta tiga rekannya di Pantai Bagus. Selama liburan lebaran tahun ini kerja mereka kian ekstra. Memikul tanggungjawab besar sebagai penjaga pantai. Lengah sedikit, keselamatan jiwa pengunjung bisa saja melayang. Begitulah kira-kira peranan yang dilakoninya menjadi ‘juru selamat’di pantai yang menjadi tempatnya bekerja selama ini. Kasus tenggelamnya Niko Taufiqurahmat Liu (16) di Pantai Ketang Kelurahan Way Urang, Kecamatan Kalianda Kamis (29/6), menjadi alarm bagi Mulyadi cs agar tempat rekreasi yang dijaganya tak menjadi petaka. Mulyadi dan rekannya meningkatkan pengawasan ekstra agar pengunjung pantai benar-benar nyaman. Aksi itu mereka lakukan hingga pengunjung pantai benar-benar sepi. “Paling sedikit empat personil yang standby mengawasi setiap gerak-gerik wisatawan khususnya yang sedang mandi di pantai. Fokus kami yang penting pengunjung yang berenang jangan melewati bendera merah ditengah pantai. Kalau sampai melebihi batas itu kami peringati,” ujar Mulyadi kepada Radar Lamselsaat ditemui di Pantai Bagus Desa Merak Belantung, Minggu (2/6) kemarin. Sayangnya aktivitas yang dilakukan Mulyadi cs tak begitu dengan sejumlah pantai yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Sudah menjadi rahasia umum sejumlah pantai di Bumi Khagom Mufakat ini tak dikelola sehingga banyak pantai yang tak memiliki ‘juru selamat’ layaknya Mulyadi cs lakukan. Bentangan garis panjang pantai yang dimiliki Lamsel juga mendukung banyaknya pantai-pantai lepas yang tak jarang dikunjungi masyarakat. Salah satunya adalah Pantai Ketang, Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda yang baru saja menelan korban. Mulyadi cs mengamini banyaknya pantai yang tak dikelola dengan baik. Pandangannya dalam pengelolaan pantai adalah bukan hanya dipantai tersebut disiapkan fasilitas penunjang, melainkan penyiapan rambu-rambu dan penjaga pantai. Dia malah mengklasifikasikan pantai yang ada di Lamsel. Menurutnya ada tiga jenis pantai yaitu pantai yang dikelola, pantai setengah dikelola, dan pantai yang tidak dikelola. Yang sudah dikelola dengan baik seperti pantai di Merak Belantung yang dinaungi Grand Elty misalnya. “Setengah-setengah yang saya maksud, pengunjung bayar tiket masuk tapi keberadaan penjaga pantainya tak terlihat. Inilah salah satu kelemahan yang kerap timbul pengelola pantai yang setengah-setengah itu sering mengesampingkan tugas penjaga pantai,” beber Mulyadi. Dilanjutkan Mulyadi, syarat bagi pengelola wisata haruslah dipenuhi sebelum membuka wisata untuk umum. Seperti rambu-rambu yang tertancap digaris pantai, pelampung, posko keamanan, posko kesehatan dan yang terpenting personil penjaga pantai. Sebab, selagi diawasi saja pantai kerap mengalami insiden-insiden kecil apalagi tak dikelola. “Yang ada penjaga pantainya saja masih sering kecolongan, apalagi yang tak ada penjaga pantainya,” katanya lagi. Banyaknya pantai yang tak dikelola memang menjadi tempat rekreasi yang dilematis. Disatu sisi masyarakat diuntungkan dengan adanya tempat rekreasi yang murah meriah, tetapi disisi lain sangat rawan dan mengancam keselamatan jiwa. Bahkan pantai-pantai yang tak dikelola ini kerap memakan korban. Berdasarkan data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lamsel sepanjang tahun 2017 ini pihaknya mencatat satu korban tenggelam di laut ketang. Posisi ini nihil sepanjang tahun 2016. Sementara ditahun 2015 korban tenggelam di Lamsel dilaporkan sebanyak dua kasus. Dua kasus korban tenggelam itu semuanya terjadi di pantai yang tak dikelola yaitu Pantai Ketang, Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda. Kondisi ombak besar pantai lepas, pasir pantai dan keberadaan biota dan tumbuhan laut menjadi penyebab kecelakaan yang harus diwaspadai wisatawan. Kasus kematian akibat tenggelam/hanyut dilaut itu menjadi perhatian serius Pemkab Lamsel. “Musibah yang terjadi kami turut prihatin. Kedepan, kami akan berupaya supaya tidak ada lagi warga yang tertimpa musibah seperti ini,”ungkap Kepala BPBD Lamsel Drs. M. Darmawan, MM kepada Radar Lamsel. BPBD, lanjutnya, akan melakukan koordinasi dengan dinas terkait mengenai persoalan tersebut. Salah satunya, akan memasang plang himbauan keras pada kawasan pantai yang memang berbahaya untuk berenang. “Karena, kebanyakan mereka yang tenggelam bukan berada di wilayah pantai yang dikelola oleh penggiat wisata ataupun pihak ketiga. Justru, mereka nekat berenang di pantai-pantai lepas tanpa ada pengawasan dari petugas yang sudah mendapat pelatihan khusus. Namun, kami akan koordinasi dengan dinas terkait supaya diberi plang peringatan yang permanen,”imbuhnya. Lebih jauh Darmawan mengatakan, salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan di pantai adalah ombak besar karena laut lepas dan kondisi pasir dan tumbuhan laut di lokasi tersebut. Ombak besar yang datang bisa menyapu bersih pasir dasar laut yang mengakibatkan karang laut terbuka. “Karangnya banyak rongga sebesar lubang kaki manusia. Jadi, setelah ombak datang kaki mereka tersangkut didalam karang. Setelah itu kembali tergulung ombak yang mengakibatkan korban panik,”tutupnya. Begitu juga dengan yang disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamsel Hj. Fauziah Arief. Dia juga mengamini bahwa kebanyakan wisatawan yang menjadi korban tenggelam di laut adalah wisatawan yang tidak memanfaatkan lokasi wisata yang telah terkelola dengan baik. Melainkan, memilih tempat wisata gratis yang tanpa pengawasan petugas. “Padahal, disekitar lokasi pantai lepas itu sudah ada tugu yang bertuliskan larangan untuk berenang.Bahkan, terdapat gambar tengkorak yang artinya larangan keras untuk berenang,”tulis Fauziah melalui pesan blackberry messenger. Kendati begitu, Disparbud akan terus melakukan pelatihan bagi para kelompok sadar wisata (pokdarwis) khususnya bagi para penjaga pantai. Agar, mereka bisa lebih menciptakan rasa aman bagi pengunjung. “Pelatihan untuk penjaga pantai sangat penting. Jadi, akan terus kami upgrade pengetahuan mereka melalui pelatihan. Mudah-mudahan, ini bisa meminimalisir terjadinya kecelakaan di pantai wisata,”pungkasnya. Banyaknya pantai lepas yang tak dikelola di Lamsel mengundang perhatian Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Universitas Islam Indonesia (UNISI/UII). Salah satu anggotanya, Muhammad Mulya Siddiq, ikut berkomentar soal langkah dan tindakan yang harus diperhatikan oleh setiap traveller atau wisatawan yang hendak rekreasi namun dilokasi pantai tersebut tak ada penjaga pantai. Menurut dia, kegiatan dialam bebas merupakan kegiatan yang amat menyenangkan tapi juga punya segudang resiko. Kecelakaan bisa terjadi dimana saja sehingga diperlukan langkah yang sigap dan tanggap. “Ada banyak faktor penyebab kecelakaan terjadi, dan ada banyak cara pula untuk menyikapinya,” ujar Siddiq kepada Radar Lamsel. Ia membeberkan pentingya warming up (pemanasan) sebelum melakukan aktifitas dialam bebas termasuk berenang dilaut. Selain itu wisatwan harus memperhatikan peringatan yang terdapat disetiap sudut tempat wisata, meski sepele tapi hal-hal sederhana itu cukup membantu. “Kebanyakan wisatawan menganggap remeh warming up, padahal ketika menemui insiden seperti terseret ombak tubuh yang sebelumnya melakukan pemanasan akan terhindar dari kram atau tegang otot,” paparnya. Yang paling membahayakan ketika terjadi kecelakaan di dalam air sambungnya, hendaknya jangan memporsir tenaga sampai habis. Sebab hal itu akan sia-sia dan akan lebih cepat menyeret korban pada maut. Hendaknya menyimpan tenaga dan melepas seluruh pakaian yang menempel ditubuh untuk dijadikan sebagai pelampung. “Jangan panik, biarkan arus menyeret dan lemaskan sebagian tubuh dan tahan nafas sebisa mungkin. Setelah itu sejajarkan kaki dengan tubuh menghadap ke langit sampai datang pertolongan,” ujar pentolan Mapala Unisi yang terkenal dengan standar operating procedure (SOP) yang tinggi untuk urusan evakuasi ini. (*)Sumber: