Anggota DPRD Ramai-ramai Mengaku Kecewa

Anggota DPRD Ramai-ramai Mengaku Kecewa

SE Mendagri Ubah Kemampuan Keuangan dari Tinggi menjadi Sedang

KALIANDA – Ekspektasi seluruh anggota DPRD Lampung Selatan untuk mendapatkan tunjangan dan fasilitas yang lebih besar merujuk PP No. 18 tahun 2017, bakal kandas. Sebab, regulasi yang mengatur tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu tidak serta merta mengakomodasi peningkatan tunjangan kesejahteraan yang signifikan bagi seluruh anggota DPRD. Persoalannya ada pada klasifikasi kemampuan keuangan daerah yang tidak masuk dalam kategori tinggi. Awalnya, Pemkab Lamsel dan DPRD meyakini kemampuan pemkab Lamsel masuk dalam kategori tinggi. Ini setelah proses pengitungan yang merujuk Permendagri No. 62 tahun 2017 tentang pengelompokan kemampuan keuangan daerah serta pelaksanaan pertanggungjawaban dana operasional. Dalam aturan itu, kemampuan keuangan daerah diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Yaitu kelompok tinggi; sedang dan rendah. Untuk daerah kabupaten/kota tinggi yaitu diatas Rp 550 Miliar; klasifikasi sedang antara Rp 300 – 550 Miliar dan klasifikasi rendah dibawah Rp 300 Miliar. Informasi yang menyebutkan Kabupaten Lampung Selatan masuk dalam kelompok sedang membuat seluruh anggota DPRD Lamsel kecewa. Sebab, klasifikasi itu jelas akan merubah besaran tunjangan kesejahteraan yang bakal mereka terima merujuk pada regulasi yang ada. Mereka bahkan menggelar rapat dengar pendapat (hearing) yang melibatkan seluruh komisi dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lamsel diruang Banang DPRD Lamsel kemarin. Hadir dalam rapat tersebut Kepala BPKAD Lamsel Dra. Intji Indriati. “Terus terang, kami ingin meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya dari BPKAD mengapa Lamsel yang tadinya masuk kategori tinggi, berubah menjadi sedang?,” tanya Ketua Komisi B DPRD Lampung Selatan Sutan Agus Triendy yang memimpin hearing kemarin. Pertanyaan itu memang merepresentasi seluruh anggota DPRD Lamsel. Sebab, pola penghitungan klasifikasi kemampuan daerah tersebut menjadi hal yang menganjal para anggota DPRD. Terlebih, yang diyakini kalangan dewan sebelum pengesahan RAPBD 2018, kemampuan daerah yang berjuluk Khagom Mufakat ini masuk kategori tinggi. “Sebelumnya kan memang tinggi. Kenapa tiba-tiba menjadi berubah. Kalau berubah begini, lantas bagaimana ketetapan hukum atas RAPBD yang sudah kita sahkan?,” tanya Ketua Komisi A DPRD Lamsel Muhammad Supriyadi. Kepala BPKAD Lamsel Dra. Intji Indiati lantas menjelaskan. Menurutnya, pihak Pemkab Lamsel juga awalnya meyakini bahwa kemampuan keuangan daerah Lamsel masuk dalam kategori tinggi. Hal ini merujuk pola penghitungan sesuai dengan Permendagri No. 62 tahun 2017. Yaitu kemampuan daerah merupakan hasil selisih dari pendapatan umum daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana bagi hasil, dan dana alokasi umum dikurangi belanja pegawai, tunjangan serta tambahan penghasilan aparatur sipil negara (ASN). Penghitungan ini, kata Intji, merujuk APBD Lamsel tahun 2016 sesuai dengan aturan Permendagri yang menyebutkan asumsi dasar penghitungannya adalah realisasi APBD dua tahun sebelumnya dari APBD yang direncanakan yaitu tahun APBD 2018. “Kami juga telah menghitung bahwa selisih dari pendapatan umum APBD 2016 setelah dikurangi belanja pegawai itu sebesar Rp 634 Miliar yang masuk kategori tinggi,” papar Intji. Namun, dalam proses verifikasi RAPBD yang dilakukan Pemprov Lampung, Pemkab Lamsel mendapatkan surat edaran (SE) dari Mendagri No. 188.31/7810/SJ tanggal 2 November 2017 perihal penjelasan terhadap implementasi subtansi PP No. 18 tahun 2017. Dalam aturan itu ada klausul penambahan hitung-hitungan kemampuan daerah yang ditambah. Yaitu belanja pegawai yang dimaksud dalam pola pengitungan kemampuan keuangan daerah itemnya ditambah dengan tunjangan profesi guru, penghasilan guru dan tunjangan khusus guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Kami mencatat, tunjangan guru yang termasuk dana sertifikasi tahun 2016 ini mencapai Rp 176 Miliar. Angka inilah yang membuat pola penghitungan kemampuan daerah menjadi berubah. Yaitu selisihnya sebesar Rp 497 Miliar yang masuk dalam kategori sedang,” beber Intji. Perempuan berjilbab itu mengakui bahwa dirinya bisa memahami harapan seluruh anggota DPRD Lampung Selatan yang pada akhirnya dibuat kecewa dengan ketentuan yang ada. “Saya bisa memahaminya. Tetapi memang surat keputusan itu kami terima setelah kita melakukan pengesahan APBD. Bahkan, surat itu harus dijemput ke Jakarta karena sulit sekali mendapatkannya. Jangankan kita, pihak Pemprov pun demikian,” ungkap Intji. (edw)

Sumber: