Warga Keluhkan BBM Premium Sering Kosong di SPBU

Warga Keluhkan BBM Premium Sering Kosong di SPBU

KALIANDA – Kekosongan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium di SPBU memang kerap terjadi setelah peluncuran jenis pertalite di seluruh Indonesia. Namun anehnya, premium sangat mudah didapat di sejumlah kios-kios eceran dengan harga yang sedikit lebih tinggi. Kondisi ini, membuat masyarakat ekonomi menengah kebawah di Kota Kalianda mengeluh. Pantauan Radar Lamsel, kekosongan BBM jenis premium memang hampir terjadi di seluruh SPBU di Kabupaten Lampung Selatan. Pemerintah, seolah memaksa masyarakat untuk mengkonsumsi BBM jenis baru yang kadar oktannya lebih tinggi begitu juga harga jualnya. Seperti diketahui bersama, pemerintah pusat memang tengah membatasi pasokan BBM bersubsidi ini di seluruh daerah sejak beberapa tahun terakhir. Namun sayangnya, kuota pengurangan premium setiap SPBU tidak terpublikasi. Sehingga, masyarakat menilai hal ini dimanfaatkan oleh oknum yang bekerja di SPBU untuk merap keuntungan pribadi karena menjual kepada pengecer dengan harga lebih tinggi. “Kami memang mengetahui kalau BBM jenis premium pasokannya berkurang dari pusat. Tetapi, lucu nya premium selalu kosong di SPBU. Padahal, setiap hari ada pengiriman. Anehnya lagi, di tingkat pedagang eceran tidak pernah kosong. Kalau kami yang ekonominya tidak stabil ini beli di eceran terus menerus, sayang uang nya karena harganya lebih mahal. Siapa yang harus bertanggungjawab mengenai hal ini,” ungkap Agus Bogel (35) warga Lingkungan Kalianda Bawah, Kelurahan Kalianda, kemarin. Dia mengakui, sejauh ini masyarakat khususnya yang penghasilannya dibawah rata-rata belum bereaksi akibat kondisi tersebut. Namun, setelah dirasakan ternyata membuat mereka kesal karena premium sangat melimpah ruah di kalangan pedagang eceran. “Kalau tidak dari SPBU, lantas dari mana premium yang dijual oleh pedagang eceran ? Apa barang ini jatuh dari langit. Karena untuk kebutuhan saya sebagai tukang ojek, terpaksa beli pertalite terus dengan harga yang sedikit lebih mahal,” tutupnya. Petugas SPBU Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda mengakui adanya pengurangan stok BBM jenis premium setiap harinya. Namun, dia tidak membeberkan berapa jatah yang diterima di SPBU tersebut setiap harinya. “Untuk jenis premium pagi hari juga sudah habis di serbu pembeli. Karena memang jatah yang dikirim dari pusat di kurangi semenjak ada pertalite,” kata dia yang tidak mau namanya ditulis di koran ini. Sementara itu, tokoh masyarakat Kalianda Rudi Suhaimi tidak menampik kondisi yang terjadi mengenai kekosongan BBM bersubsidi di tingkat SPBU. Dia berharap, aparat pemerintah yang bertugas mengawasi bidang minyak dan gas (Migas) bisa turun dan melihat langsung ke lapangan. “Jangankan masyarakat yang berada pada ekonomi lemah yang mengeluh dan kesal. Terkadang, banyak juga masyarakat kita yang dikatakan ekonominya mampu, mengeluh juga karena premium sering kosong di SPBU. Mereka mengeluh karena di eceran premium sangat banyak. Coba petugas yang berwenang di awasi dulu dari mana premium yang dijual oleh pengecer,” kata Rudi kepada Radar Lamsel. Mantan wartawan senior ini juga menilai, ada dugaan kerjasama atau kong-kalikong diantara petugas SPBU dan pedagang BBM eceran. “Masa iya, pengecer yang didahulukan ketimbang masyarakat ekonomi lemah yang memang butuh BBM bersubsidi kalau tidak ada tanda terima kasihnya,” cetusnya. Akan tetapi, lanjutnya, jika BBM jenis premium yang diperoleh pedagang eceran bukan di pasok oleh Pertamina, petugas yang berwenang harus melakukan penelusuran dari mana asalnya. Sebab, hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat bawah. “Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, jika pasokan premium hanya dari Pertamina, jelas ada dugaan kong-kalikong antara petugas SPBU dan para pengecer supaya mendapatkan stok. Tetapi, jika ada suplay lain di luar Pertamina, petugas harus menanyakan legalitas BBM bersubsidi yang dijual para pedagang eceran. Bisa jadi itu BBM palsu. Kalau itu palsu, jelas yang dirugikan adalah masyarakat,” bebernya. Lebih jauh dia mengatakan, pemerintah daerah melalui petugas yang berwenang mengenai hal ini harus bergerak cepat sebelum masyarakat geram dan mengambil tindakan sendiri. “Masyarakat kita disini, kalau sudah kesal dan capek pasti mereka akan bergerak. Apalagi, kondisi perekonomian saat ini sedang dalam masa sulit,” pungkasnya. (idh)

Sumber: