Dialog Bersama Tokoh, Antisipasi SARA di Lamsel
SIDOMULYO – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Lamsel, menggelar sosialisasi untuk mencegah terjadinya konflik suku agama dan ras (SARA) di Kecamatan Sidomulyo, Selasa (29/12). Sosialisasi dihadiri Komandan Kodim 0421/Lamsel, Letkol Inf I Ketut Mertha Gunarda, Kapolres Lamsel, AKBP. Adi Ferdian Saputra, Kabid Politik dan Kewaspadaan Nasional Kesbanglinmas Lamsel, Ismet Darminto, Ketua STIH Muhamadiyyah Kalianda, Subagio, SH, MH. Letkol Inf I Ketut Mertha Gunarda mengemukakan Indonesia harus miliki jati diri kuat dan sesuai dengan budayanya bukan budaya asing. Setiap komponen bagus miliki kepedulian terhada masalah kebangsaan. “Nilai pancasila jauh dari pengamalan di mata pelajaran dan mata kuliah. Pancasila seolah-olah hanya menjadi pelengkap saja dalam kurikulum pendidikan formal. Kondisi saat ini, kurang toleransi dan beda pendapat sikap intoleran meningkat. Makanya penonjolan individu, kelompok , daerah akan melemahkan Nasiolalisme,”kata I Ketut Mertha Gunarda. Kapolres Lamsel, AKBP. Adi Ferdian Saputra mengatakan, Indonesia memiliki masyarakat dengan identitas beragam, baik dari agama, suku, maupun ras, dalam rangka kebhineka tunggal ika-an. Dalam masyarakat, tidak hanya semata mengembangkan keragaman, tapi juga energetic engagement inter comunity, dimana masyarakat mampu bekerja sama dan memahami perbedaan di antara mereka. “Konflik adalah suatu keadaan, dimana terjadi adanya pertentangan antara dua atau beberapa kekuatan yang berlawanan. Umumnya kekuatan yang dimaksud bersumber dari keinginan manusia. Inilah yang perlu dihindari agar tidak terjadi lagi. Camat Sidomulyo, peserta yang hadir mengikuti dialog merupakan tokoh masyarakat, agama dan pemuda dan berasal dari berbagai macam suku bangsa. Kecamatan Sidomulyo pernah terjadi konflik dan kegiatan tersebut diharapkan akan menjaga persatuan dan kesatuan. Ketua STIH Muhamadiyyah Kalianda, Subagio mengatakan, definisi SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. “Konflik sosial bernuansa SARA yang kini bergejolak, sering dinilai banyak pihak sebagai dampak lain dari reformasi yang tak terkendali. Namun demikian, penelitian ini lebih melihat bahwa konflik SARA bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Persoalan SARA yang kerap muncul pada masa transisi ini merupakan warisan dari masa sebelumnya,”kata Subagyo. (gus)
Sumber: