Bentuk Perda Sebelum Komersilkan KPK
KALIANDA – Memunculkan Kelapa Puan Kalianda (KPK) sebagai ikon tanaman di Lampung Selatan harus dibayar mahal oleh Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Lamsel. Kos yang besar serta belum adanya Peraturan Daerah (Perda) khusus pengelolaan KPK menyebabkan dinas terkait belum dapat mengkomersilkan bibit KPK dalam jumlah besar. Padahal peminat KPK dari berbagai daerah semakin meningkat. Kabid Perkebunan Zulvina Ratnasari mengatakan, sejak KPK digaungkan permintaan mulai berdatangan dari berbagai daerah di tanah air. Namun pihaknya belum dapat memenuhi pangsa pasar dalam jumlah yang banyak. “ Pangsa pasarnya memang meningkat tapi kami belum berani memenuhi itu. Sebab sistem pengembangan kultur jaringan membutuhkan proses yang cukup panjang. Disisi lain perlu payung hukum yang kuat guna mengkomersilkan KPK,” kata Zulvina kepada Radar Lamsel, Selasa (7/8) di Balai Benih DTPHP Lamsel kemarin. Ia berharap ada Perda khusus yang bisa menjadi payung pengelolaan pengembangan pembibitan pada laboratorium pembibitan kultur jaringan yang ada di DTPHP saat ini. “Perda khusus ini dibutuhkan, sebagai payung hukum untuk pengembangan kedepannya. Mengingat potensi dari laboratorium pengembangan bibit kultur jaringan untuk bisa menghasilkan bibit-bibit yang bisa dilepas kepada para petani dan juga ke daerah yang membutuhkan,” kata dia. Zulvina menjabarkan saat ini sedikitnya ratusa bibit KPK yang dikembangkan melalui kultur jaringan tengah berjalan. Terdapat keunggulan pembibitan dengan sistem tersebut apabila dibandingkan dengan pembibitan secara manual. “ Kalau sistem kultur jaringan, buahnya 100 persen kopyor. Sementara bila menggunakan sistem pembibitan manual persentasenya hanya 25 persen berhasil. Waktu yang digunakan untuk pembibitan tak kurang dari 8 bulan proses pemisahan embrio di laboratorium,” urainya. Masih kata Zulvina, apabila Perda khusus KPK telah disahkan pihaknya tentu dapat mengkomersilkan KPK dengan jumlah besar dan memenuhi permintaan pasar. Disamping itu lanjutnya, dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam jangka panjang. “Kabupaten Pringsewu juga memiliki pengembangan pembibitan kultur jaringan semacam ini. Mereka telah memiliki perda khusus, sehingga hasil dari pengembangannya sudah dilepas dan memberi PAD bagi daerah,” terangnya. Diketahui Mulai tahun ini DTPHP sudah mulai didukung anggaran pada APBD 2018. Namun hal itu masih terbatas untuk mengembangkan pembibitan kultur jaringan dalam skala besar. “ Tahun ini kita didukung APBD, beruntung tahun sebelumnya dapat suntikan APBN dari hasil pengembangan tembakau untuk memenuhi kebutuhan lab pengembangan KPK dan varitas tanaman lain,” tandasnya. (ver)
Sumber: