Tim FKUI Terapkan Teknologi Perangkap Nyamuk
KALIANDA – Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mencoba mengkampanyekan kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap penularan dari gigitan nyamuk. Dalam kampanyenya, dosen dan mahasiswa universitas yang dijuluki “kampus biru” itu mencoba menerapkan teknologi sederhana pemberantasan nyamuk yang disebut ovitrap dengan menggunakan gelas plastik, kertas dan kantong plastik. Sabtu (1/9) lalu, penggunaan teknologi ovitrap telah diterapkan di Desa Agom, Kecamatan Kalianda. Rombongan dari Universitas Indonesia langsung memasang ovitrap di dusun dan titik yang rawan dihuni banyak nyamuk. Ketua Tim Pengabdian Masyarakat FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) Beti Ernawati Dewi, SS.i.Phd mengatakan, pihaknya coba menyampaikan dan membuat masyarakat lebih peduli terhadap penularan penyakit dari gigitan nyamuk melalui penanganan sejak dini. Caranya, dengan memasang ovitrap atau penangkap telur yang dipasang di rumah penduduk. Beti mengatakan ovitrap akan berfungsi menarik nyamuk bertelur. Untuk menarik nyamuk agar mau bertelur di ovitrap, Beti mengatakan caranya harus memakai atraktan dari rendaman kulit pisang yang direndam. Menurut Beti, aroma bau dari air kulit pisang akan menjadi pemikat dan penarik bagi nyamuk supaya bertelur di ovitrap. Setelah dipasang, ovitrap harus dibiarkan selama tiga hari. Setelah itu, ovitrap harus dilihat kembali untuk memastikan apakah nyamuk sudah bertelut di ovitrap. “Setelah dipasang, dalam tiga hari kita harus melihat apakah ada telur, kalau ada langsung dibuang. Kalaulewat dari tiga hari, maka dia sudah berubah jadi jentik,” kata Beti saat ditemui Radar Lamsel usai menyampaikan penerapan teknologi ovitrap di Desa Agom. Agar bisa melihat telur nyamuk dengan jelas, Beti menyarankan kepada masyarakat agar memasang ovitrap di tempat yang bisa terlihat. Ini dilakukan agar memudahkan pengamatan terhadap telur nyamuk yang sudah menempel di ovitrap. “Bagusnya ditaruh di tempat yang terlihat, karena ini akan memudahkan. Bisa juga di tempat lain, tapi syaratnya kita harus lebih rajin menjenguk perangkapnya,” katanya. Beti melanjutkan, hasil penangkapan nyamuk di Desa Agom akan dibawa ke kampus untuk diteliti di Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah nyamuk di desa itu gejala dari DBD. “Kami juga ingin memastikan apakah nyamuk di sini mengandung virus. Ini harus menjadi perhatian, karena Lampung dekat dengan pulau Jawa. Bisa saja kan gigitan nyamuk yang mengandung virus dari sana dibawa ke sini,” ucapnya. Wakil Ketua Tim Pengabidan Masyarakat FKUI Dra. Rawina Winita, M.Si menambahkan, pihaknya merasa senang dengan antusiasme masyarakat di Desa Agom. Menurut Rawina, masyarakat memiliki kemauan yang tinggi untuk mengetahui persoalan lebih jauh tentang nyamuk. “Kami akan lebih senang jika kemauan masyarakat lebih tinggi, buktinya antusiasme masyarakat di sini juga sangat bagus. Kami sempat adakan pre test, dan hasilnya cukup bagus. Masyarakat juga sangat respons mengenai apa yang kita sampaikan,” katanya. Terlibat pertama kali. Memberikan ilmu Melaksanakan Menurunkan kejadian dari nyamuk. Rawina melanjutkan, pihaknya berinisiatif menjadikan pengabdian masyarakat sebagai program tahunan. Bahkan, lanjut dia, pihaknya berencana kembali mengunjungi Desa Agm untuk melakukan evaluasi terhadap teknologi yang sudah diterapkan. “Ini pertama kali ya, tapi kami senang karena bisa memberikan ilmu, dan menurunkan kejadian bahaya yang ditimbulkan oleh nyamuk. Rencana kami akan kembali, karena ada evaluasi lagi. Di sisi lain kami juga ada undangan dari Pemkab,” katanya. (rnd)
Sumber: