KALIANDA – Pro-kontra mucul ketika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan menawarkan rencana relokasi tempat tinggal bagi para korban bencana tsunami Selat Sunda yang menerjang wilayah pesisir Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa, pada penghujung tahun 2018 lalu. Hal itu terungkap saat Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto bersama sejumlah pejabat Pemkab Lamsel berdialog secara langsung dengan warga Desa Way Muli Timur di posko pengungsian Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, belum lama ini. Dalam dialognya, Nanang Ermanto menyampaikan adanya rencana Pemkab Lamsel untuk merelokasi para korban tsunami yang sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Rencananya, pemkab akan mendirikan tempat hunian tetap diatas lahan seluas 6 hektare, di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda. \"Nanti akan dibangun rumah-rumah untuk warga yang terkena tsunami Selat Sunda. Lokasinya di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, apakah bapak-bapak setuju?,\" ujar Nanang Ermanto. Namun tawaran yang disampaikan Nanang Ermanto tersebut, hanya sedikit warga yang menjawab setuju, itupun kebanyakan hanya kaum ibu-ibu dan anak-anak. Sementara, untuk pengungsi laki-laki banyak yang berucap masih tetap ingin tinggal di Desa Way Muli. Salah satunya adalah Mukhsin (58). Ia mengungkapkan, banyak hal yang harus dipikirkan jika warga Desa Way Muli harus pindah ke daerah Kalianda. Sebab menurutnya, kebanyakan penduduk Desa Way Muli memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. \"Warga ingin tetap bertahan disini pak (Desa Way Muli’ red). Tolong kasih kami tempat yang penting aman dari bencana tsunami. Lebih baik ditukar saja lahan milik warga yang ada dipingirian pantai untuk dijadikan tempat wisata oleh pemerintah, dengan lahan yang posisinya berada didataran yang tinggi, tapi tetap di daerah Way Muli,\" pinta Muksin. Menurut Nanang, niat pemerintah untuk merelokasi para korban tsunami bukan tanpa alasan. Selain Kecamatan Rajabasa, khususnya kawasan pesisir pantai Desa Way Muli masuk kedalam daerah rawan bencana, niatan itu juga untuk meminimalisir banyaknya korban jiwa yang berjatuhan jika sewaktu-waktu bencana kembali terjadi. \"Itu semua merupakan tawaran dari pemerintah. Dan yang kita bicarakan sekarang ini untuk 5 atau 10 tahun kedepan. Tapi, kalau bapak-bapak dan ibu-ibu masih tetap mau tinggal disini (Desa Way Muli’ red) boleh-boleh saja asalkan lokasinya memiliki standar keamananan. Jangan sampai nanti sudah dibangun tapi masih terkena bencana seperti banjir, tanah longsor atau lain sebagainya. Nanti pemerintah pusat malah menuduh kami tidak becus dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat,\" ucap Nanang Ermanto. Nanang menegaskan, bagi masyarakat yang ingin tetap tinggal di Desa Way Muli, pemerintah daerah tentunya siap akan membantu dalam hal membangun tempat tinggalnya. Asalkan harus memiliki kejelasan, seperti membuat surat pernyataan yang menyebutkan bahwa adalah benar atas dasar keinginan sendiri, bukan atas paksaan dari pemerintah. \"Artinya tidak ada tuntutan, jika sewaktu-waktu bencana kembali melanda lokasi yang akan ditempati. Tapi kalau mau pindah ke daerah Kalianda, kami juga siap untuk memfasilitasinya,\" pungkas Nanang. Sebelumnya, pemkab Lampung Selatan bersama Stakeholder terkait menggelar rapat koordinasi (Rakor) calon lokasi hunian tetap korban bencana tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan. Rapat itu, menindaklanjuti hasil kunjungan Presiden RI Joko Widodo, pada tanggal 2 Januari ke sejumlah lokasi terdampak tsunami di Lamsel. Dari hasil rapat itu, Pemkab Lamsel mengusulkan lokasi hunian tetap di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda. Rencannya, di lahan seluas 6 hektare milik Pemkab Lamsel itu akan dibangun rumah-rumah warga yang terdampak tsunami Selat Sunda. Pemindahan lokasi hunian tetap itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, berdasarkan hasil survei tim di lapangan, lokasi hunian tetap yang sebelumnya diusulkan di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, kondisinya cukup curam dengan perbedaan ketinggian sebesar 24 meter. Selain itu, Kecamatan Rajabasa juga masuk kedalam Kawasan Rawan Longsor, bahkan setelah memperhatikan kondisi lahan tersebut diperlukan pematangan lahan dengan cost yang cukup tinggi. (iwn)
Pro-Kontra, Soal Relokasi Korban Tsunami
Senin 07-01-2019,09:21 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :