KALIANDA – Pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bagi korban tsunami yang kehilangan rumah belum klir sepenuhnya. Sebab, hingga kini Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan masih menjajaki kesediaan masyarakat meminjamkan tanahnya untuk dijadikan Huntara. Problem ketersediaan lahan inilah yang menyebabkan rencana pembangunan Huntara tampak berjalan alot. Sebab, Pemkab sejatinya tak akan banyak terbebani, karena beberapa organisasi besar siap membangun Huntara dengan syarat lahan disiapkan oleh Pemkab. Sekretaris Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Lampung Selatan Aflah Efendi berharap pendekatan oleh pemerintah kecamatan atau pemerintah desa membuahkan hasil. Sebab, lahan yang strategis dan memenuhi standardisasilah yang dapat digunakan untuk pembangunan Huntara. “ Saat ini kendalanya hanya satu, ketersediaan lahan. Tidak semua lahan bisa dibangun. Contoh kecilnya Pemkab menyediakan lahan yang ada di Desa Kedaton tetapi karena jaraknya terlampau jauh dengan mata pencaharian maka warga pun menolak,” kata Aflah kepada Radar Lamsel, Rabu (16/1). Disisi lain, lahan yang ada seperti di Pulau Sebesi misalnya tidak semuanya milik korban yang rumahnya hancur dihantam tsunami. Untuk itu, sambung Aflah, perlu ketersediaan masyarakat atau ahli waris untuk bersedia meminjamkan tanahnya maka Huntara bisa cepat berdiri. “ Saat ini data yang kami kumpulkan perlu 537 Huntara, sedangkan problemnya terganjal di ketersediaan lahan. Penjajakan masih terus kami lakukan dengan masyarakat pemilik lahan,” ucapnya. Aflah menjelaskan, sejatinya problematika lahan ini tidak hanya menyulitkan Huntara semata. Dulu, kata dia, ketika ada program dari pusat seperti pengadaan rumah untuk nelayan tidak terealisasi. Penyebabnya karena ketiadaan lahan, sementara Pemkab ingin bibir pantai steril dari pemukiman. Disinggung solusi paling realistis bila polemik ketersediaan lahan ini belum tuntas?, pihaknya mengaku sudah menyiapkan second plan untuk memasukkan 172 rumah rusak berat kedalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). “ Itu salah satu alternatif pemecahan masalah karena tidak mungkin membeli tanah, karena sifatnya hanya sementara maka paling lojiknya adalah sewa,” paparnya. Terkait bantuan pusat terhadap korban tsunami dengan besaran bervariatif antara 15 – 50 juta? Aflah menerangkan, spesifikasinya belum mendetail. Apakah itu sepenuhnya berbentuk uang atau berupa hunian dengan nominal tersebut. “ Itu masih belum spesifik, apakah sepenuhnya bantuan pusat yang dikabarkan mencapai Rp 50 juta itu berupa uang atau berupa hunian dengan nilai yang demikian,” imbuhnya. Salah satu organisasi besar yang siap membangun Huntara adalah Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi berhaluan ahlusunnah wal jama’ah (Aswaja) yang didirikan KH. Hasyim Asy’ari ini siap membangun 130 unit Huntara disepanjang wilayah pesisir Lampung Selatan. Ketua DPC NU Lamsel H. Nur Mahfud mengatakan saat ini baru 10 Huntara yang telah dibangun di Desa Banding Kecamatan Rajabasa. Adapun desa yang masuk radar NU untuk dibangun Huntara antara lain Desa Maja Kecamatan Kalianda, Desa Sukaraja serta Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku Kecamatan Rajabasa. “ NU siap membangun sebanyak 130 unit Huntara, sejauh ini baru 10 Huntara yang telah berdiri di Desa Banding. Rencananya 10 unit di Desa Maja, 20 unit di Desa Banding, 27 unit di Desa Sukaraja, 10 unit di Pulau Sebuku dan 40 unit di Pulau Sebesi. Kalau dikalkulasikan seluruhnya ada 130,” tandasnya. (ver)
Huntara Alot di Lahan
Kamis 17-01-2019,09:30 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :