Ada Fee Di Balik Rujukan Bidan

Jumat 14-02-2020,09:20 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Setelah melalui proses panjang, Suryadi (45), dan Ratnawati (35) akhirnya bisa pulang ke kediamannya di Desa Canggu, Kecamatan Kalianda. Informasinya, pasangan suami istri ini meninggalkan RSIA Hidayah Ibu pada Rabu (12/2/2020) malam. Namun ada hal menarik yang bisa dikulik dari kejadian yang dialami pasangan ini. Pasalnya, Ratnawati dirujuk ke RSIA Hidayah Ibu karena saran dari Nely, Bidan Desa Hara Banjarmanis. Nely menyebut jika dibawa ke klinik swasta itu, maka Ratnawati akan langsung mendapat penanganan medis. Tapi ada sesuatu dibalik hal ini. Usut punya usut, bidan manapun yang merujuk atau membawa pasien ke RSIA Hidayah Ibu akan mendapat ganjaran. Informasi yang dihimpun Radar Lamsel, RSIA Hidayah Ibu bekerjasama dengan bidan desa, dan bidan praktek swasta (BPS). Kerjasama ini ada dalam rujukan. Sumber Radar Lamsel yang bersepakat untuk tak mencatut namanya membeberkan setiap bidan dijanjikan fee atau bayaran jika membawa pasien ke rumah sakit bersalin tersebut. Nominalnya pun lumayan. Mencapai ratusan ribu untuk satu pasien. Setiap bidan desa atau BPS yang mengantar pasien akan mendapat fee sebesar Rp300 ribu. Pemberian nominal ini untuk kategori melahirkan secara normal. Bayarannya bisa naik jadi Rp400 ribu kalau pasien melahirkan lewat operasi sesar, atau yang biasa disebut SC (seksio sesarea). “Mereka dijanjikan fee kalau bawa pasien rujukan. Nominalnya Rp300 ribu-Rp400 ribu. Itu dulu ya. Enggak tahu sekarang sudah naik apa belum,” kata sumber Radar Lamsel. Kesepakatan sumber dengan Radar Lamsel untuk merahasikan namanya, menghasilkan kabar mengejutkan. Sebab bukan hanya bidan desa, dan BPS saja, bidan biasa pun bakal mendapat bayaran kalau merujuk pasien ke RSIA Hidayah Ibu. Yang penting, bidan tersebut membawa syarat yaitu surat rujukan, atau surat antar pasien langsung ke klinik. “Semua yang (punya) gelar bidan,” ucapnya. Menurut dia, wajar bila seroang bidan menyarankan pasien supaya dirujuk ke klinik swasta itu. Sebab, bayaran yang didapat terbilang lumayan. Beda halnya jika merujuk pasien ke RSUD Bob Bazar Kalianda. Bidang yang sudah mengantar pasien ke rumah sakit plat merah ini tidak akan mendapat apa-apa. “Ya, itu kan fee-nya lumayan, cuma modal nganter,” katanya. Selain itu, bidan dibebaskan merujuk ke RSIA Hidayah Ibu. Sebanyak apapun pasiennya, fee yang diberikan akan dibayar sesuai hitungan. Jika sehari seorang bidan bisa membawa 5 pasien, maka fee yang akan didapat akan dihitung sesuai dengan jumlah pasiennya. “ Kalau fee itu hitungannya per pasien. Satu pasien, ya satu fee. Kalau satu hari ngirim 5 pasien, ya dapet 5 fee. Kalikan saja jumlahnya. Makanya bidan itu enak ngerujuk. Enggak capek, dapet duit,” katanya. Radar Lamsel sempat mengonfirmasi Wakil Ketua Yayasan RSIA Hidayah Ibu, Yuli Herni, menganai fee atau bayaran yang diterima seorang bidan setelah merujuk pasien. Namun Yuli ogah berkomentar. “Saya enggak tahu. Kalau itu nanti tanyakan sama pimpinan (yayasan) ya,” katanya. Sebelumnya, Suryadi (45), warga Desa Canggu, Kecamatan Kalianda, mengadukan kejadian yang dialaminya kepada Dinas PPPA Lampung Selatan. Aduan ini disampaikan langsung kepada Anasrullah, S. Sos selaku orang nomor satu di dinas itu. Suryadi mengadu karena merasa dipermainkan oleh oknum bidan desa. Sekitar pukul 18.00 WIB, Kamis (6/2/2020) lalu, Suryadi berinisiatif membawa istrinya, Ratnawati (35), ke kediaman Nely, bidan di Desa Hara Banjarmanis, Kecamatan Kalianda. Namun sampai pukul 00.00 WIB, belum ada reaksi atau tanda-tanda jika istrinya mau melahirkan. Kemudian Nely menawarkan opsi kepada Suryadi, apakah Ratnawati mau dirujuk ke RSUD Bob Bazar Kalianda atau ke RSIA Hidayah Ibu. Suryadi meminta istrinya dirujuk ke ruma sakit Bob Dazar. Tapi pada momen ini, Nely memberi tahu Suryadi jika dirujuk ke rumah sakit, maka istrinya akan ditangani sekitar pukul 11.00 WIB, Jumat (7/2/2020). Jika dirujuk ke RSIA Hidayah Ibu, istri Suryadi akan langsung ditangani. Tetapi Suryadi lebih memilih dirujuk ke rumah sakit Bob Bazar. Sesampainya di rumah sakit, Ratnawati langsung mendapat penanganan medis. Sembari menunggu hasil lab, Suryadi mendaftarkan istrinya ke ruang administrasi dengan memakai kartu KIS atas nama tetangganya. Pegawai rumah sakit menanyakan kartu tersebut milik siapa. Suryadi akhirnya mengakui kalau kartu itu Ia pinjam dari tetangganya. Tetapi pegawai rumah sakit menolak, dan tidak mau mengambil risiko besar karena menggunakan kartu KIS milik orang lain menyalahi aturan. “Katanya enggak bisa. Dia bilang saya bisa kena tuntut kalau pakai punya orang lain. Dan dia (pegawai rumah sakit) juga kena masalah kalau terima kartu itu,” ucap Suryadi di ruang kerja Anasrullah, Selasa (12/2/2020). Setelah itu, Suryadi mengambil hasil lab yang telah keluar. Tetapi hasil tersebut dikembalikan lagi kepada pihak rumah sakit. Suryadi dipanggil salah satu bidan rumah sakit Bob Bazar Kalianda. Ia diminta pulang untuk mengambil KK sama KTP sebagai syarat pembuatan Jampersal (Jaminan Persalinan). “Bidan (rumah sakit) itu bilang besok harinya (Jampersal) bisa diurus dengan aparat desa. Kemudian saya pulang, tapi sampai di rumah sakit, saya lihat infus istri saya sudah dilepas,” katanya. Melihat infus istrinya dilepas, Suryadi kebingungan. Kemudian bidan dari rumah sakit Bob Bazar Kalianda, dan Nely meminta Suryadi supaya merujuk istrinya ke RSIA Hidayah Ibu. Rujukan ini disarankan karena Nely menyebut persalinan istri Suryadi di RSUD Bob Bazar tidak memakai Jampersal. “Saya setuju, tapi saya enggak punya uang. Tapi demi anak dan istri, saya setuju saja. Di sana (RSIA Hidayah Ibu) langsung ditangani, saya juga diminta langsung bayar dengan pihak klinik. Tapi saya minta jangka waktu, karena saya belum punya uang,” katanya. Kepikiran masalah biaya, Suryadi lantas menghubungi temannya, Sahlan (48). Suryadi bermaksud meminta pertolongan kepada temannya itu karena kekurangan biaya besar untuk persalinan istrinya. “Alhamdulillah dapat, tapi enggak banyak. Masih ada utang di sana (RSIA Hidayah Ibu),” katanya. Sahlan mengatakan berupaya mencari dana tambahan untuk memenuhi biaya persalinan istri Suryadi. Hasilnya, Sahlan mendapat tambahan sebesar Rp1,6 juta. Tetapi jumlah itu masih jauh dari angka yang ditetapkan rumah sakit swasta itu karena persalinannya menelan biaya Rp7,3 juta. “Lalu saya konfirmasi dengan bidan Nely, terus dia bilang semua biaya bakal dibayar dengan Dinas Kesehatan. Katanya positif,” katanya. Suryadi, dan Sahlan menunggu kabar dari Nely berhari-hari lamanya. Tetapi tidak ada hasil. Bahkan sampai Selasa kemarin, Nely belum memebrikan kepastian ihwal biaya persalinan istri Suryadi yang terus membengkak. “Tadi pagi saya tanya lagi, dia (Nely) lagi di posyandu. Saya telepon sorenya lagi, dia alasan enggak ketemu sama orang Dinas. Saya tanya, dia malah minta saya menemui Kades Canggu,” katanya. Setelah mendengar penjelasan dari Suryadi, dan Sahlan, Kepala Dinas PPPA Lamsel, Anasrullah, S. Sos menyatakan pihaknya akan berupaya menengahi persoalan ini. Anas mengaku sudah mengonfirmasi pihak RSUD Bob Bazar Kalianda, dan Dinas Kesehatan Lamsel. Anas mengatakan pihak rumah sakit tidak memiliki SOP seperti pencabutan infus, atau dirujuk ke klinik atau rumah sakit lain. Apalagi swasta. “Ibu Direktur (RSUD Bob Bazar) bilang seperti itu. Artinya, kalau ada pasien yang ke IGD, pihak rumah sakit akan langsung menangani. Saya juga sudah koordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk menyelesaikan masalah ini. Mudah-mudahan mereka bisa membantu, insyaallah ada jalan keluarnya. Nanti kami akan buat surat pengantar ke dinas,” katanya. Dikonfirmasi, Direktur RSUD Bob Bazar Kalianda, dr. Media Apriliana membantah jika ada pegawainya yang menyebut rumah sakit plat merah itu tidak bisa memakai Jampersal. Media juga menegaskan jika RSUD Bob Bazar tidak mungkin merujuk pasiennya ke RSIA Hidayah Ibu. “Enggak mungkin kalau bidan saya bilang enggak bisa pakai Jampersal. Dan enggak mungkin juga kalau rumah sakit ini merujuk ke rumah sakit sana. Karena protap kami rujukan dari rumah sakit ini harus ke rumah sakit tipe B,” katanya. Anasrullah bersama stafnya menuju ke RSIA Hidayah Ibu untuk menjenguk istri Suryadi yang maish dirawat. Sekaligus menemui pimpinan yayasan itu supaya masalah ini bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Setelah bertemu, Anas meminta Ratnawati bersabar. Ia berjanji akan mengupayakan kepulangannya. Dengan raut wajah sedih sembari menangis, Ratnawati meminta segera pulang. Ibu dua anak ini tidak sanggup melihat suaminya menanggung biaya banyak karena persalinannya. Jika terus di RSIA Hidayah Ibu, Ratnawati juga tidak bisa merawat anaknya yang masih sekolah. “Saya pengen pulang, Pak. Bantu saya, Pak. Kasihan suami saya,” ucap Ratnawati sambil menitihkan air mata. Anas menjawab akan mengupayakan keinginan suami-istri itu. Lantas Anas mengadakan pertemuan dengan pihak RSIA Hidayah Ibu. Di sini, Anas meminta kebijakan kepada pimpinan yayasan agar mengizinkan Ratnawati plang ke rumahnya. Pihak yayasan belum bisa menentukan karena hal tersebut merupakan kebijakan pimpinan. Wakil Ketua Yayasan RSIA Hidayah Ibu, Yuli Herni, mengaku tidak tahu menahu mengenai masalah itu karena yang membawa Ratnawati adalah bidannya. Tapi Anas meminta pihak yayasan agar mengizinkan pasien pulang. Dan urusan selebihnya akan dikoordinasikan dengan dinas dan instansi terkait. “Nanti kita rembukin dulu. Kami akan bahas, kan bisa pakai Jampersal. Bisa saja, walaupun pembayaran-pembayaran nunggu beberapa bulan dulu ya. Jampersal di rumah sakit itu ada, ya tapi prosesnya itu,” kata Yuli. Sampai berita ini diterbitkan, Suryadi, dan Ratnawati belum diizinkan pulang karena harus menunggu keputusan dari pimpinan RSIA Hidayah Ibu. (rnd)

Tags :
Kategori :

Terkait