Program PSR Minim Lirikan Petani

Selasa 09-06-2020,09:39 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

SRAGI – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebagai upaya pemerintah meningkatkan produktivitas kelapa sawit di wilayah Kecamatan Sragi minim dari lirikan petani. Selain lebih memilih mengubah perkebunan sawit menjadi lahan kering. Beberapa petani beralasan tak dapat mengikuti program tersebut lantaran masih terikat dengan tengkulak atau pengepul sawit. Padahal di wilayah Sragi dari 600 hektar perkebunan sawit, terdapat sekitar 170 hektar perkebunan sawit yang tidak produktif. Penyebabnya selain tanaman sawit yang telah tua, juga disebabkan pemilihan bibit sehingga menyebabkan buah tidak maksimal. Kepala Unit Pelekasana Teknis (UPT) Penyuluh Pertanian Kecamatan Sragi, Eka Saputra mengatakan, hingga saat ini hanya terdapat sekitar 27 hektar kebun sawit yang mengajukan peremajaan dalam program PSR tersebut. “Masih sangat minim yang mendaftar yang mendaftar peremajaan sawit rakyat ini. Kami hanya mengajukan kebun sawit seluas 27, 25 hektar Calon Petani Calon Lokasi (CPCL),” kata Eka Saputra memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Senin (8/6). Eka menuturkan, penyebab minimnya lirikan petani untuk mengikuti program dari Kementerian Pertanian tersebut, lantaran harga sawit yang cenderung tidak stabil. Sehingga petani lebih memilih mengalihkan kebun sawit menjadi lahan kering untuk ditanami jenis tanaman lain. Selain itu beberapa petani beralasan juga masih terikat kontrak dengan tengkulak atau pengepul. Walaupun produksi sawit sudah tidak maksimal. “Petani lebih memilih mengubah kebun sawit menjadi kebun jagung, karena sawit murah. Yang kedua petani juga masih terikat kontrak, tengkulak sudah pasti tidak mengizinkan petaninya mengikuti program ini,” ujarnya. Eka menyebutkan, hingga saat ini wilayah Sragi memilik perkebunan sawit rakyat seluas 600 hektar yang tersebar hampir di 10 desa di Kecamatan Sragi. Sementara kebun sawit yang tidak produktif mencapai 170 hektar. Penyebab lahan tidak produktif tersebut lantaran tanaman sawit yang sudah tua. Kemudian tanaman sawit yang rusak, serta tidak maksimal berbuah lantaran pemilihan bibit saat penanaman. “Hanya di desa Margajasa saja yang ikut program PSR ini, hanya seluas 27 hektar. Padahal dalah program ini mulai dari pembersihan lahan hingga bibit ditanggung pemerintah,” ucapnya. Terpisah Ketua Gabungan Kelompok Tani  Maju Jaya, Desa Margajasa Rosidin mengaku, kebun sawit di desanya mencapai 100 hektar dan hampir seluruhnya sudah tidak produktif. Minimnya petani di desanya enggan mengikuti program tersebut, lantaran masih terikat kontrak  degan mitra kepada tengkulak atau pengepul. “Sekitarn 27-30 hektar yang ikut. Petani pada takut ikut program ini karena masih kontrak dengan mitranya, karena mereka meminjam modal pada saat penanaman,” pungkasnya. (vid)

Tags :
Kategori :

Terkait