PALAS – Dampak sengketa kepemilikan lahan Pasar Desa Bumi Restu, Kecamatan Palas kini sudah mulai dirasakan oleh sebagian masyarakat yang menggantungkan hidup di pasar yang beroprasi sejak tahun 80-an itu. Salah satu masyarakat yang merasakan dampak sengketa lahan tersebut yakni PA, seorang juru parkir yang bekerja lebih dari tiga tahun. Sejak lahan pasar diambil kendali oleh Yusuf selaku putra Temenggung Cahya Marga pada Mei lalu. Kini sistem bagi hasil lahan parkir sudah tidak sesuai. “Sudah kacau pembagian hasilnya, Mas. Dulu waktu dikelola oleh desa hanya 20 persen yang disetor, sisanya untuk penjaga parkir. Sekarang pejaga parkir hanya dapat 30 persen, 60 persennya dibagi kepada Pak Yusuf dan Temenggung,” ujar PA saat di temui di area Pasar Desa Bumi Restu, Senin (20/7) kemarin. Selain dirinya, sambung PA, juga ada tiga juru parkir lain yang juga merasakan dampak yang sama. Bahkan sejak Idul Firtri lalu ketiga juru parkir itu memutuskan berhenti lantaran pendapatan yang sudah tidak sesuai. “Saya bertahan karena terpaksa, tidak ada pekerjaan lain, dulu kerja di dekorasi. Tapi sejak Covid-19 sekarang sudah enggak ada pekerjaan lain lagi,” ucapnya. SC juru parkir lainnya mengaku, sebelum lahan pasar diambil alih ia mampu mendapatkan penhasilah sebesar minimal Rp 50 ribu. Namun kini beralih profesi menjadi sopir para pedagang, karena penghasilan yang didapatkan tidak sesuai. “Saya lebih milih jadi sopir Mas, karena hasil markir sudah enggak sesuai. Juru parkir yang berhenti sekarang sudah diganti dengan anak buah pak Usuf,” terangnya. Sementara itu salah satu tokoh samayarakat setempat yang tak mau menyebutkan namanya menjelaskan, diambil alihnya lahan pasar tersebut tak hanya berdampak pada para juru parkir. Dalam waktu dekat masyarakat yang bermukim di area pasar juga akan dikenakan biaya sebesara Rp 1 juta untuk setiap rumah. Padahal kata dia, rumah yang ditempati oleh masyarakat saat ini sudah di beli dari Temenggu Cahya Marga sejak pasar mulai didirikan. “Ada 30 rumah, termasuk rumah saya. Pak Usuf juga memberi tahu bahwa rumah yang berdiri dipasar akan dikenakan biaya satu juta. Padahal kami sudah beli dari pak Temenggung, surat pembeliannya ada,” ucapnya. Sementara untuk kios pedagang rencananya akan ditata ulang, dan pendagang akan dikenakan biaya tahunan. Beda dengan saat dikelola desa yang hanya bayar salar Rp 2.000 setiap pasaran. “Harapan saya pasar ini bisa dikelola kembali oleh desa. Sebab kasihan masyarakat yang punya pengahilan atau yang bermukim dipasar ini,”harapnya. (vid)
Dampak Sengketa Pasar Mulai Dirasakan Warga
Selasa 21-07-2020,10:00 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :