Penjahit Keliling Diserbu Pelanggan Jelang Lebaran

Senin 03-05-2021,09:19 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

CANDIPURO – Berbekal keahlian menjahit dan mobil pick-up hasil modifikasi layaknya mesin jahit berjalan menjadi berkah jelang lebaran. Meskipun masa pandemi, dua orang sahabat Yon (31) dan San (24) yang berprofesi sebagai penjahit keliling ini diserbu pelanggan. Mereka yang merupakan warga Desa Purwodadi, Kecamatan Waysulan ini menjalani profesinya sehari-hari dengan berkeliking desa dan menawarkan jasa menjahit. Mulai dari merombak pakaian, permak Levis serta hal lain yang mencakup urusan jahit-menjahit bisa mereka layani. San (24) menuturkan, sebelum pandemi, omset jasa menjahitnya perhari mampu mencapai Rp 600 ribu. Namun kini (masa pandemi) omset usahanya menurun  hingga 50 persennya. “Pandemi ini, pendapatan jauh berkurang hingga 50 persen mas. Sebelum pandemi, rata-rata omset bisa mencapai Rp 600 ribu. Walau omset menurun, saya tetap percaya, bila pandemi sudah hilang, usaha akan normal kembali,” tuturnya kepada Radar Lamsel, ditengah dirinya sedang beristirahat di pinggir jalan, di Desa Trimomukti, Kecamatan Candipuro, Sabtu (1/5), lalu. Meski pandemi berdampak pada menurunya omset hingga setengahnya. Tak lantas hal tersebut menjadi sebuah aral baginya, untuk tidak menekuni usaha yang ia rintis bersama seorang sahabatnya dua tahun belakangan itu. Bahkan ia berniat, bila kelak memiliki modal yang cukup. Dia berkeinginan membuka cabang usaha dirumah. “Walau begitu, kami tetap semangat. Kebetulan bulan puasa tahun ini berbarengan musim panen. Omset yang tadinya hanya setengah, perlahan mulai meningkat. Usaha ini cukup menjanjikan. Bila ada modal saya berkeinginan membuka toko menjahit di rumah,” terangnya. Dirinya sedikit membuka tips, salah satu kunci usahanya tetap bertahan meski ditengah pandemi adalah, diantaranya kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang utama. Tak ayal, strategi itu, terbukti efektiv menarik minat pelanggan jasa menjahitnya terus berdatangan. “Kepuasan pelanggan paling utama. Bila dirasa para pelanggan hasil merombak kurang pas selera. Kami akan menggaransinya dengan memperbaiki kembali, tanpa memungut biaya tambahan,” katanya. Menurutnya, dampak pandemi sangat berpengaruh terhadap penghasilan masyarakat khususnya para pelanggannya yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, berasal Kecamatan Waysulan, Candipuro, Sidomulyo dan Waypanji hingga wilayah Pesawaran. Yang paling merasakan dampaknya lanjutnya, petani padi varietas muncul. Sebab, hingga hari ini, harga Gabah Kering Panen (GKP) varietas muncul di wilayah itu belum beranjak ideal. “ Pelanggan kami, sebagian besar berprofesi petani padi. Petani yang menanam padi jenis muncul tahun ini mengeluh. Karena harga gabahnya menurun. Yang biasanya perkilogram GKP jenis padi muncul umumnya Rp 3.700 hingga Rp 4.000, kini hanya di hargai Rp 3.600,” ujar Yon sahabat San menimpali. Pria yang akrab di sapa mas Yon oleh warga sekitar itu membeberkan, kurang lebih sepuluh tahun lalu, dia merantau ke pulau jawa. Ia berkesempatan bekerja di salah satu butik di kota Jakarta. Berbagai pengalaman menjahit ia peroleh dari tempatnya bekerja. Lantas, ia memutuskan untuk pulang ke kampung halaman untuk berdikari membuka usaha menjahit sendiri. Kini, bermodal sebuah kendaraan pick up yang ia modifikasi lengkap dengan alat menjahit dan obras. Beragam menu pelayanan dan ongkos menjahit sangat terjangkau di tawarkan. Ia menyebutkan, untuk ongkos atau biaya membuat satu stel pakaian jadi berbagai jenis pria dan wanita di bandrol mulai Rp 100 ribu-190 ribu, disesuaikan kualitas dan ukurannya. Sementara, untuk biaya rombak pakaian dan permak levis di bandrol mulai Rp 15 ribu- Rp 25 ribu. Ongkos pasang kancing, retsleting dan lainya, di bandrol mulai dari Rp 10 ribu-25 ribu. (sho)  

Tags :
Kategori :

Terkait