KALIANDA – Maraknya aktifitas penambangan batu andesit yang diduga ilegal, menyusul pembangunan breakwater oleh PT. Basuki Rahmantra Putra (BRP) di Kecamatan Rajabasa menjadi perhatian khusus Komisi III DPRD Lampung Selatan. Dalam waktu dekat, alat kelengkapan dewan (AKD) yang mengurusi soal lingkungan hidup ini menjadwalkan turun ke lapangan untuk melihat kondisi tersebut. Hal ini ditegaskan Ketua Komisi III DPRD Lamsel, Sulastiono, Selasa (4/5) kemarin. Politisi PDIP ini mengaku cukup miris mendengar informasi yang terjadi di wilayah pesisir Kecamatan Rajabasa tersebut. Dia meminta, seluruh aparatur baik pemerintahan maupun yang ada kaitannya dengan urusan tersebut bisa mengambil langkah tegas atas kondisi tersebut. “Kita segera jadwalkan untuk turun ke lapangan agar mengetahui lebih jelasnya mengenai dugaan penambangan batu ilegal ini. Yang jelas, jika melanggar aturan dan ketentuan hukum yang berlaku di negara kita. Leading sektor terkait harus cepat mengambil tindakan atas informasi ini,” ungkap Sulastiono kepada Radar Lamsel, via pesan whatshapp. Dia yang mengaku, tengah kontrol di Rumah Sakit Airan Raya Jatiagung saat dimintai tanggapan mengenai peristiwa tersebut tidak bisa memberikan banyak keterangan. Namun, jika dalam aturan hukumnya setiap perusahaan konstruksi yang menggunakan material dari penambangan ilegal untuk pembangunan proyek pemerintahan bisa dikenakan pidana. “Jika ada indikasi suatu proyek pemerintahan melakukan pembangunan menggunakan material dari penambangan tidak berizin maka kontraktornya bisa dipidana. Itu diatur dalam undang-undang (UU) nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara (Minerba),” terangnya. Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kondisi ini dapat diartikan jika kontraktor tersebut ingin meraup untung besar dalam menjalankan kegiatannya. Sebab, harga material yang diperoleh jauh lebih murah ketimbang dari perusahaan tambang resmi yang mengantongi izin. “Kalau indikasinya seperti itu berarti tidak ada pendapatan yang masuk untuk daerah. Bagaimana nanti dampak dari aktifitas tambang ilegal yang bisa merusak lingkungan dan infrastruktur pemerintahan. Banyak yang dirugikan dan menjadi persoalan di kemudian hari,” pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, penggunaan material ilegal atau ‘haram’ oleh PT. Basuki Rahmantra Putra (BRP) dalam pembangunan breakwater di kawasan Pesisir, Kecamatan Rajabasa tak terbantahkan. Pasalnya, tim perizinan Pemkab Lampung Selatan telah menyampaikan teguran tertulis atas aktifitas pertambangan bodong tersebut. Aturan undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara jelas telah dikangkangi oleh pihak rekanan. Sebab, dalam melakukan aktifitas penambangan batu untuk kegiatan tanggul penahan ombak itu belum ada rekomendasi UKL-UPL dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lamsel. Kepala DLH Lamsel, Feri Bastian didampingi Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Lingkungan DLH Lamsel, Evan memastikan, seluruh aktivitas penambangan batu di wilayah Kecamatan Rajabasa beroperasi tanpa izin. Mereka, hanya mengantongi izin lingkungan atas pengelolaan lahan warga dari pihak desa. “Ya, penambangannya belum melengkapi dokumen UKL-UPL. Ini kita ketahui setelah turun bersama Tim Perizinan Lamsel. Kami turun bersama DPMPTSP, Satpol-PP dan DLH sendiri,” ungkap Evan kepada Radar Lamsel, Senin (3/5) lalu. (idh)
Komisi III Geram Sikapi Tambang Batu Breakwater
Rabu 05-05-2021,09:18 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :