Gelar Perkara Setelah Hasil Lab Keluar

Kamis 21-10-2021,10:24 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

RAJABASA - Limbah minyak hitam yang mengotori pesisir pantai di Provinsi Lampung, masih belum terbongkar pelakunya. Mabes Polri dan Ditreskrimsus Polda Lampung telah mengambil langkah-langkah melakukan pemeriksaan saksi-saksi.   Kapolda Lampung Irjen Pol Hendro Sugiatno menjelaskan, bahwa pihaknya bersama dengan Mabes Polri sudah memeriksa saksi dari Pertamina dan Syahbandar dari lalu lintas laut hingga sejumlah nelayan.   \"Mereka semua sudah kita mintai keterangan. Tidak hanya itu saja, ada juga para nelayan-nelayan yang sudah kita periksa,\" katanya, Rabu (20/10).   Jenderal bintang dua ini menambahkan, pihaknya pun sudah melakukan pemeriksaan delapan saksi ahli. \"Yakni dari IPB, BMKG, BKSDA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kelautan,\" kata dia.   Orang nomor satu di Polda Lampung itu mengatakan bahwa saat ini sampel limbah tersebut masih diteliti di dua laboratorium sekaligus.   \"Yakni di Lab IPB dan Puslabfor Mabes Polri. Setelah hasilnya sudah keluar akan dilakukan gelar perkara. Bersama-sama dengan instansi lainnya. Ini tentunya untuk menentukan siapa yang membuang limbah tersebut,\" jelasnya.   Setelah itu tambah dia, barulah nantinya diketahui alasan pembuangan limbah itu. \"Untuk saat ini kita masih menunggu hasil limbah tersebut,\" ungkapnya.   Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Lampung menduga pencemaran laut di pesisir Rajabasa bukan disebabkan limbah aspal. Tetapi, limbah itu mulanya adalah minyak yang berubah menjadi gumpalan menyerupai aspal karena faktor suhu. Meski demikian, WALHI menyebut limbah tersebut tetap berbahaya karena kadar kandungannya masih sama. \"Tinggal takaran kadar kandungannya. Itu yang belum ketahuan kadar baku mutunya,\" ujar Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, saat dihubungi Radar Lamsel, (18/10/2021). Lebih lanjut, Irfan mengatakan kerusakan ekosistem di laut sangat mungkin terjadi akibat dampak limbah itu. Karena, kata dia, limbah minyak masuk kategori B3. Jika terus menerus atau dalam kurun waktu tertentu, maka akan mematikan beberapa biota laut, terumbu karang, pencemaran air laut dan juga berpengaruh terhadap pariwisata jika terjadi di wilayah pesisir. \"Ya, tentu hal tersebut merupakan tambahan tamparan keras bagi Kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup, karena kasus serupa yang terjadi di tahun 2020 hilang tanpa berita dan status yang jelas,\" katanya. Kemudian, ditambah dengan kejadian tumpahan minyak yang terjadi di bulan September 2021 lalu. Irfan mengatakan sampai dengan hari ini hasil atau perkembangan masalah tersebut belum diekspos. Baik dari kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup. Menurut Irfan, kasus itu menimbulkan tanda tanya. Padahal sudah memakan waktu satu bulan lebih. \"Yang mana jika berbicara analisis laboratorium terkait tumpahan minyak tersebut tidak selama itu waktunya\" katanya. (red/rnn)

Tags :
Kategori :

Terkait