Oleh: Muhammad Yusuf Kurniawan, Ketua PC PMII Lampung Selatan Desa Merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Kemudian identitas yang berarti memiliki tanda, ciri atau jati diri yang melekat pada suatu individu, kelompok atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam hal ini penulis mengangkat judul menjadikan Desa sebagai identitas dan kebanggaan bersama, bukan tidak lain ada alasan melainkan, bahwa Desa merupakan suatau laboratorium dari pada suatu negara, di dalamnya terdapat 3 komoditas global tersebut yang pertama adalah air bersih, kedua pangan sehat dan yang ketiga udara bersih. Itu artinya apa potensi yang ada di Desa sangatlah besar untuk menopang kehidupan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Apalagi dalam hal ini pemerintah tidak memberikan subsidi anggaran yang jumlahnya tidak sedikit untuk Desa itu sendiri, melainkan jumlah yang cukup besar untuk memaksimalkan potensi yang ada di Desa tersebut. Agar pembaca lebih mudah memahami, maka coba kita sama-sama melihat apakah Desa sudah menjadi kebanggaan dan apakah Desa sudah menjadi Identitas bersama? Tentu saja menurut saya belum, karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah Desa di Indonesia yakni 18.616 Desa. Dari 18.616 tersebut mungkin bisa dikatakan belum ada 5% Desa yang sudah memaksimalkan potensinya, ini secara Nasional dan jika dikerucutkan kembali ke daerah saya kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah Kecamatan 17 dan selanjutnya terdiri dari desa-desa dan kelurahan sebanyak 256 desa dan 4 kelurahan, yang di dalam nya bisa dikatakan sangatlah paripurna baik dari segi pertanian, perkebunan, serta destinasi wisata nya. Akan tetapi dari jumlah yang sudah saya paparkan diatas, kita bisa melihat sejauh mana desa bisa mandiri dan sudah sampai mana desa dalam menopang ekonomi Indonesia pada umumnya dan khususnya di kabupaten Lampung Selatan, tentu saja belum, dikarenakan desa masih sangatlah ketergantungan dengan aspek-aspek atau ruang lingkup birokrasi dan pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah kabupaten sampai dengan tingkat kecamatan. dengan kondisi Tersebut tatapi saya masih bisa optimis bahwa desa bisa mewujudkan kemandirian itu sendiri. Saya pun menyadari dengan kondisi-kondisi tersebut bisa dikarena oleh sumber daya kepala desa atau bahkan perangkat-perangkat desa tersebut. Dan bisa juga dari lingkungan masyarakat setempat juga mempengaruhi. Tetapi saya melihat bukan tidak ada harapan untuk desa, melainkan dapat bisa lebih maju sesuai dengan keraifan lokalnya. Kemudian Dampak globalisasi mungkin cukup menggerus kearifan lokal khususnya di daerah pedesaan, itu bisa dibuktikan oleh anak-anak Desa yang sudah jarang bermain dengan permainan tradisional yang ada di Desa. Melainkan sekarang anak-anak sudah lebih memilih bermain android, itu lah yang mempengaruhi terkikisnya kearifan lokal yang ada di Desa. Berbagai macam permainan anak-anak zaman dulu seperti Gobag Sodor, Gatheng, Kasti, Jamuran, Sekar Puyang dan masih banyak lagi permainan yang menjadi favorit bagi anak-anak zaman dulu. Namun, banyak yang berubah semenjak anak-anak mengenal android, mereka lebih asik bermain game online daripada bermain dengan teman-temannya. Berkah Undang-Undang Desa bukanlah sekjedar dana Desa, Berkah Undang-undang Desa yang jauh lebih substantif dan bermakna adalah upayanya dalam mengembalikan kedulatan dan kemandirian Desa serta adanya pengakuan dan penghormatan, bahwa saat ini dan selanjutnya talenta lokal memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola segala urusan baik pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan maupun pembinaan kemasyarakatan Desa dalam lingkup skala lokal Desa. Desa memiliki peran strategis dimana Desa saat ini bukan hanya sebagai penyangga ekonomi Indonesia, tetapi juga sebagai kontributor penting pembangunan ekonomi berkelanjutan dunia, peran strategis itu tak akan berarti apa-apa tanpa sumbangsih nyata kita terhadap Desa. Selain itu, nasib Desa tidak akan pernah berubah kecuali warga masyarakat Desa tersebut yang mengubahnya. Adapun bantuan dan fasilitas dari pihak luar lebih bersifat stimulan dan membantu pengembangan, bukan yang utama. Hal yang utama tetap ada pada kemampuan kita sebagai orang-orang yang tinggal di Desa tersebut dalam mengolah dan menjelmakan segala potensi yang ada di desa menjadi lebih bermanfaat dan berkelanjutan. Kemandirian Desa terletak pada kemampuan Desa untuk mengelola kewenangan dan asetnya, dan keduanya telah memperoleh landasan hukum melalui Undnag-Undang Desa. Dengan demikian, kehadiran Undang-Undang Desa adalah momentum untuk mengembalikan kedaulatan dan kemandirian yang dulunya telah dimiliki oleh Desa karena jika dibandingkan institusi negara pada kenyataanya Desa lebih dulu hadir sebagai sebuah institusi yang mandiri, hanya kemudian adanya proses “negaraisasi” menjadikan Desa-Desa menjadi subsisten, mempunyai ketergantungan. Desa hanya dapat mengoptimalkan kewenangan dan asetnya hanya jika negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Desa untuk mengelola, tidak dengan mengembangkan narasi kecurigaan yang dibangun dari pandangan negatif bahwa Desa adalah sumber masalah sehingga harus diawasi dengan beragam instrumen pengawasan yang cenderung mematikan inovasi dan kreativitas. Dengan demikian tujuan dari pada penulis merupakan suatu bentuk refleksi bagi kita semua wabil khusus untuk seluruh perangkat desa serta seluruh lapisan masyarakat yang ada di desa dimanapun berada. agar kira nya kita bisa sama-sama memperbaiki kondisi tersebut dan menyadari akan potensi yang ada di sekitar kita, Kemudian malam melanjutkan tugasnya: kosong dari segala perasaan dan penuh akan persoalannya...(*)
Menjadikan Desa Sebagai Identitas dan Kebanggaan
Selasa 21-02-2023,06:43 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :