KALIANDA, RADARLAMSEL.COM - Anggota Sat Pol-PP yang berstatus Tenaga Harian Lepas Sukarela (THLS) dikejutkan dengan pemberitahuan bahwa gaji mereka akan dipotong Rp10 ribu. Informasinya, uang tersebut berupa infak yang akan disalurkan ke BAZNAS Kabupaten Lampung Selatan. Kebijakan yang mulai berlaku di bulan Maret 2023 itu menuai protes dari kalangan personel Sat Pol-PP. Terutama mereka yang berstatus THLS meskipun kebijakan itu datang dari pimpinan, yaitu Maturidi Ismail, selaku Kasat Pol-PP Kabupaten Lampung Selatan. Menurut beberapa personel, kebijakan sepihak yang diambil oleh Maturidi kurang bijak. Apalagi dengan status mereka sebagai THLS yang bergaji sekitar Rp1,1 juta sampai Rp1,2 juta. Meskipun terbilang kecil, nominal sebesar Rp10 ribu akan sangat berarti bagi mereka.
\"Sebetulnya saya tidak terlalu keberatan. Cuma saya ngeri, kebijakan ini jadi tunggangan pimpinan,\" kata salah satu personel kepada Radar Lamsel, Kamis (1/2/2023).Personel yang meminta identitasnya dirahasiakan ini bukan tanpa alasan menyebut kebijakan itu kemungkinan ditunggangi Maturidi selaku pimpinan. Pasalnya, di organisasi perangkat daerah (OPD) lain belum ada kebijakan yang memberlakukan THLS berinfak ke BAZNAS.
\"Setahu saya tidak ada. Kalau memang mau infak, nanti kami infak sendiri. Kalau dipaksa percuma, ujungnya tidak ikhlas,\" katanya.Personel lain juga angkat bicara soal imbauan infaq ke BAZNAS. Sebelum aturan infak diberlakukan, kata dia, seharusnya pimpinan mengajak THLS di lingkungan Sat Pol-PP bermusyawarah terlebih dahulu. Langkah itu dilakukan untuk melihat apakah disetujui, atau justru ditolak. Sisi lain yang harus dilihat adalah pendapatan yang diterima oleh THLS. Menurut dia, gaji pokok yang diterima nominalnya berbeda-beda. Ada yang Rp1,1 juta, ada juga yang menerima Rp1,2 juta per bulannya. Kemudian, lanjut dia, sisi berikutnya yang harus dilihat pimpinan adalah dari segi status.
\"Mungkin yang belum berkeluarga tidak keberatan, mungkin. Kalau yang sudah punya keluarga gimana. Jangankan Rp10 ribu, seribu saja lumayan buat jajan anak,\" katanya.Personel lainnya mengaku keberatan apabila infak sebesar Rp10 yang dikeluarkan setiap itu langsung dipotong dari gaji. Menurut dia, hal itu kurang tepat dan dapat diartikan bahwa infak ke BAZNAS merupakan kewajiban yang tidak bisa ditolak.
\"Informasinya yang saya terima seperti itu. Berarti wajib, kan. Karena langsung dipotong,\" katanya.Personel yang dimintai keterangan oleh Radar Lamsel sepakat apabila kebijakan itu dikaji lagi. Sebab, sementara ini baru di Sat Pol-PP yang memberlakukan. Sedangkan OPD lainnya belum. Radar Lamsel mencari tahu apakah di OPD lain memang tidak mewajibkan THLS membayar infak. Salah satu THLS di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Selatan mengaku tidak tahu soal kewajiban infak Rp10 ribu setiap bulan ke BAZNAS. Dia kaget kalau infak langsung menyasar ke THLS, karena biasanya sasaran utama BAZNAS adalah para ASN.
\"Mungkin itu kebijakan pimpinan mereka saja. Buktinya di sini (sekretariat) tidak ada imbauan bayar infak atau apa namanya,\" katanya.Radar menghubungi Bendahara Sat Pol-PP Kabupaten Lampung Selatan, Sulistiono, untuk mengonfirmasi kebenaran ihwal infak Rp10 ribu. Sulistiono mengamini kalau infak itu merupakan kebijakan dari pimpinannya, yaitu Maturidi Ismail. Namun, Sulistiono menyangkal bila infak tersebut bersifat wajib.
\"Kalau berkenan, silakan. Kalau keberatan, ya, tidak apa-apa karena memang tidak diwajibkan,\" katanya. (rnd)