“ Kedatangan saya kesini supaya ada jalan keluar sekaligus menengahi warga yang sudah emosi. Tetapi kalau Woongsol bersikukuh untuk tidak mengurangi produksi dan tetap menimbulkan mudarat bagi kesehatan warga, maka jangan salahkan warga kalau satu waktu konflik ini pecah,” kata Agus.
Salah satu pentolan DPRD kabupaten ini juga menyentil ketidakhadiran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lamsel yang tak hadir di PT. Woongsol. Agus bilang padahal sehari sebelum melakukan sidak dirinya sudah melakukan komunikasi dengan DLH untuk melihat dan mendengar langsung kondisi di lapangan.
“ Pejabat juga harus tahu keluhan rakyatnya, jangan cuma ongkang-ongkang kaki di kantor saja. Saat rakyat menderita mereka malah nggak ada, turun dong ke bawah lalu dengar dan saksikan bagaimana menderitanya warga di sekitar Woongsol ini,” ujar Agus menyindir sikap OPD yang konsen di bidang lingkungan itu.
Menejer Produksi PT. Woongsol hanya sesekali mengangguk ketika berdiskusi dengan unsur pimpinan DPRD Lamsel. Dari pembicaraan yang tertangkap, Lee menolak pemberhentian produksi dan penutupan sementara.
“ Nggak bisa, ada banyak supir dan mobil antre masuk nanti bagaimana nasib mereka,” kata Lee yang terdiam ketika diminta bertanggungjawab atas kondisi kesehatan anak-anak dan lansia yang sesak nafas karena terus menerus menghirup udara kotor di wilayah itu.
Warga yang menyaksikan diskusi menejer dan anggota DPRD Lamsel pun sesekali meluapkan kekesalan lewat kata-kata. Warga mendesak korea-korea pemegang kebijakan di PT. Woongsol untuk berhenti beroperasi.
“ Yang kami khawatirkan, warga emosi dan kami nggak bisa ngontrol. Namanya orang kesal, orang marah. Jadi saran kita setop produksi dulu sebelum ada saran dari pemerintah dan dewan,” kata salah seorang pria bertopi bicara kepada Lee. (red)