SRAGI, RADARLAMSEL.DISWAY.ID – Sektor pertanian di Kecamatan Sragi dan Palas kini tengah dihadapkan dengan ancaman bencana banjir. Ribuan hektar tanaman padi terendam banjir, dan ratusan hektar mengalami gagal panen dalam sepekan belakangan.
Kondisi ekonomi petani di lumbung pangan Lampung Selatan hingga saat ini sebenarnya belum pulih. Pada musim tanam ke dua di tahun 2023 lalu sebagian besar petani merugi akibat dampak elnino.
Dampak kekeringan juga membuat harga beras sebagai kebutuhan pokok melambung. Bahkan pada Februari lalu harga beras tembus diangka Rp 18 ribu per kilogram.
Sementara pada musim pertama di tahun ini, petani di dua kecamatan tersebut harus kembali menanggung rugi akibat dampak banjir, bahkan menyababkan kemunduran percepatan musim tanam. Hal ini tentu bakal memicu paceklik berkepanjangan.
BACA JUGA:Kantor Desa Digeruduk, Warga Palas Pasemah Tuntut Pemulihan KPM
Di wilayah Sragi, upaya percepatan tanam telah tercapai 1.700 hektar namun 900 hektar terendam banjir. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kecamatan Sragi menyatakatan, dari 900 hektar tanaman padi yang terendam sekitar 500 hektar mengalami gagal panen.
“Total luas pontensi tanam kita di Sragi seluas 2.272 hektar. Sedangkan yang sudah tanam sekitar 1.700 hektar tapi lebih dari separuhnya terendam banjir,” kata Kepala UPT Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kecamatan Sragi, Haryono pada Selasa (5/3) kemarin.
Haryono juga tak memungiri adanya kemuduran percepatan tanam akibat adanya bencana banjir tersebut. Apalagi puncak musim hujan masih mengancam tanaman padi di wilayah Sragi.
“Yang belum tanam masih ada sekitar 500 hektar, kemudian yang puso juga harus ditanam ulang. Artinya masih ada sekitar 1.000 hektar lahan yang belum tanam,” kata dia.
Menurutnya, kondisi saat ini tentu berpotensi menyebabkan paceklik berkepanjangan. Sebab petani tak mendapat untung di musim gadu di tahu 2023 lalu.
“Kalau kondisinya seperti ini, potensi paceklik berkepanjangan itu ada. Apalagi saat ini harga beras masih sangat tinggi,” sambungnya.
Spekulasi paceklik berkepanjangan ini juga datang dari salah satu tokoh masyarakat Palas, Hipni. Bahkan menurutnya paceklik ini tak hanya ditimbul faktor alam saja, menurunya pasokan pupuk subsi juga turut menambah kesulitan yang dihadapi petani.
Hipni mengungkapkan, pada musim gadu di tahun 2023 lalu tingkat keberhasilan petani hanya 25 persen. Capaian panen tersebut tentu belum mengembalikan modal petani.
“Kalau tingkat keberhasilan panen hanya 25 persen, artinya untuk mengembalikan modal saja masih jauh. Banyak patani yang merugi akibat dampak elnino pada musim gadu di tahun lalu,” sambungnya.
Pada pergeseran musim tanam gadu ke musim tanam rendeng derita yang dihadapi petani di wilayah Palas juga kian bertambah. Percepatan musim tanam terhambat lantaran bencana banjir yang melanda wilayah Palas.