“Kemudian pada musim gadu di awal tahun ini petani kembali dihadapkan dengan ancaman banjir. Ancaman banjir juga menyebabkan kemunduran musim tanam di wilayah Palas,” sambungnya.
Pengsuhasa beras ini juga berpendapat, kemunduran musim tanam juga akan mebuat harga beras bertahan. Meski saat ini di wilayah Sumatera Selatan sudah memasuki musim panen, namun hal tersebut tak berpengaruh banyak terhadap penurunan harga beras.
“Lumayan membantu penurunan, saat ini gabah kering panen dari Sumsel itu di angka Rp 6.700 hingga Rp 7 ribu per kilogram di wilayah Lampung. Tapi ini harga ini ada kemungkinan terus bertahan, paling tidak menunggu dua kali musim panen baru harga akan kembali normal,” sambungnya.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Bali Jaya, Desa Bali Agung, Dewo Aji Sastrawan juga mengaku adanya banya resiko yang ditanggung petani akibat adanya ancaman bencana banjir tersebut.
Dewo bahkan mengaku, sebagian petani yang mengalami gagal panen bahkan sudah enggan melanjutkan penanaman ulang lantaran resiko serangan hama menjadi lebih tinggi.
“Petani yang gagal panen karena banjir ini perlu banya pertimbangan. Bahkan sudah ada petani yang tidak mau tanam lagi, karena resiko telat tanam itu serangan hama sangat tinggi. Paceklik berkepanjangan bukan tidak mungkin terjadi, apalagi petani yang hanya mengandalkan satu lahan,” kata Dewo.
Sementara itu Kepala UPT Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kecamatan Palas, Yusak Murjoko menjelaskan, meski wilayah Palas tengah dihadapkan dengan acaman banjir, namun masih ada tanaman padi yang aman bahkan tumbuh dengan baik.
“Terutama wilayah persawahan yang jauh dari ancaman banjir sekarang sudah keluar malay. Kita berharap paceklik berkepanjangan ini tidak akan terjadi,” pungkasnya. (vid)