Sajio, Ketua Gapoktan Tanjung Berseri, ingin menjadi mitra Bulog. Namun, kapasitas open mereka hanya 10 ton. Kemudian kapasitas mesin penggilingan yang mereka miliki hanya 7 ton. Sajio bersama koleganya sudah pernah mengajukan permohonan menjadi mitra, tetapi ditolak Bulog karena tidak memenuhi standar.
"Makanya kami jadi buruh aja, upahan dengan pengusaha-pengusaha Bulog itu. Jadi begitu, Pak," ucapnya.
Usai rapat, radarlamsel mewawancarai Egi mengenai Inpres Nomor 6 Tahun 2025, terkait harga jual gabah sebesar Rp6.500, dan fakta di lapangan harga jual gabah malah di angka Rp6.300. Egi menjawab bahwa Inpres tersebut ditujukan kepada Bulog, bukan untuk Bupati.
Justru, kata Egi, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan ingin membuat standardisasi secara menyeluruh. Namun bukan berarti pemerintah daerah lepas tangan begitu saja terhadap Inpres yang telah dikeluarkan pemerintah pusat. Inpres tersebut tetap diikuti oleh pemerintah daerah.
"Kita ikuti aturan yang berlaku. Tapi implementasi di lapangan seperti apa, ini yang punya wewenang Bulog," katanya.
Egi mengatakan Pemerintah Kabupaten bersama Lampung Selatan, Polres Lampung Selatan, Dandim 0421/LS, dan Kejaksaan Negeri Lampung Selatan, akan terus bergandengan tangan demi mengawal dan memastikan semua program dari pemerintah pusat bisa terlaksana.
"Untuk tenaga bantu tadi permintaannya katanya 10 orang, kita bantu 10 orang. Oh, iya, dari Pimwil Provinsi Lampung juga insyaallah bantu," katanya.
Okta Iswanto merespons beragam serangan itu dengan santai. Menurut dia, hasil rapat tersebut sangat baik. Bahwa yang menjadi permasalahan terhadap program serapan gabah yang memang betul-betul baru berjalan, dengan keadaan yang mungkin dengan persiapan yang terbatas.