Duka Melanda Kalianda

Kamis 05-04-2018,06:59 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

1 Korban Tewas, 313 Rumah Rusak Akibat Banjir Bandang

KALIANDA – Musibah banjir yang melanda Kecamatan Kalianda Rabu (4/4) dini hari kemarin bisa dikatakan terparah sepanjang sejarah Ibukota kabupaten ini berdiri. Sebanyak 313 rumah terinventarisir mengalami rusak parah. Tidak hanya milyaran Rupiah harta benda warga yang hilang, banjir kali ini bahkan merenggut 1 nyawa warga Kalianda. Rumah-rumah warga yang terdampak banjir ini, rata-rata berada di bantaran sungai yang hulunya dari atas Gunung Rajabasa. Pemicunya tidak lain adalah hujan deras hingga 3 jam lebih yang melanda wilayah ibu kota. Ditambah lagi, penyempitan bantaran sungai serta sampah yang menumpuk hingga bertahun-tahun. Selain rumah warga yang rusak, sejumlah fasilitas umum juga terkena dampaknya. Diantaranya, pagar Makam Pahlawan Jalan Raden Intan ambruk, sejumlah jembatan penghubung patah hingga tidak bisa digunakan. Ditambah lagi trotoar yang amblas disejumlah titik.           Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Lamsel melalui OPD terkait masih melakukan inventarisasi untuk menyimpulkan kerugian yang diderita oleh masyarakat dan pemerintah. Berbagai jajaran mulai dari anggota TNI Kodim 0421/Lamsel, Polres Lamsel dan Satpol-PP dan Damkar turut membantu warga yang mengalami musibah. Sementara kondisi banjir terparah berada bantaran sungai Way Candigirang di Lingkungan 03 Candigirang, Kelurahan Way Urang. Puluhan rumah terendam dan 3 diantaranya ludes terseret derasnya arus dari hulu sungai hingga menyebabkan satu korban meninggal dunia atas nama Samsul Bahri (25).           Menurut keterangan Amir Hamzah (30) saksi mata yang juga menjadi korban banjir tersebut, peristiwa itu terjadi cukup cepat. Pada pukul 21.00 WIB, dia bersama seluruh keluarga yang tinggal di rumah tersebut tengah menonton televisi. Hujan yang semakin deras membuat air sungai terus naik hingga pelataran rumah mereka. Karena khawatir, Amir langsung mengungsikan orang tuanya dan kerabatnya yang berjenis kelamin perempuan. Setelah dirasa aman, dia bersama adik dan kerabat lainnya mulai berupaya menyelamatkan harta benda yang ada di dalam rumah.           Namun naas, aliran air yang semakin deras menghantam rumahnya. Dia yang panik melihat adiknya nyaris terseret arus berupaya memberikan pertolongan. Meski sempat meraih Samsul dengan bantuan gedebong pisang, keduanya terpental karena pertemuan dua arus sungai yang tidak jauh dari rumahnya. “Saya sudah tidak bisa melihat apa-apa. Air itu datang cukup cepat dan arusnya sangat deras. Saya tidak berfikir lagi ada apa saja yang sudah tergulung aliran sungai. Saya lompat untuk menolong adik saya yang butuh bantuan. Setelah berhasil meraih adik saya, saya dan dia terpental karena deburan arus dari pertemuan sungai. Tapi saya masih memeluk batang pisang dan adik saya sudah tidak tahu dimana,” kata Amir sambil menitihkan air mata.           Kala itu Amir mengaku masih sadar apa yang dia alami. Bahkan, dia juga sempat meminta pertolongan kepada nelayan di sekitar Pantai Merak Belantung. Namun, karena kondisi malam hari membuat jangkauan pandang melemah. Hingga akhirnya, dia berenang sampai ke pinggir pantai di kawasan Tambak Biru Laut Khatulistiwa Merakbelantung sekitar pukul 07.30 WIB. “Saya dengar kabar kalau adik saya sudah meninggal ditemukan di Pantai Kedu sekitar pukul 02.30 WIB. Tidak ada satupun keluarga yang memberitahu saya. Tetapi, firasat saya memang mengatakan adik saya tidak selamat saat kami terpental. Namun, dua adik saya lainnya  Rahmat (17) dan Ahmad Arif (21) serta kerabatnya Irfan (17) masih bisa diselamatkan,” tutupnya.           Camat Kalianda Erdianysah, SH, MM tidak menampik jika musibah ini menjadi catatan terparah di Kota Kalianda. Sebab, sebelumnya banjir tersebut hanya mencapai mata kaki orang dewasa. Bahkan, tidak sampai memakan korban jiwa.   “Memang kami terus melakukan monitor sejak malam. Kondisinya sangat parah di semua desa yang berada pada aliran sungai dengan hulu Gunung Rajabasa. Puncaknya, ada di muara sungai yakni wilayah Kelurahan Way Urang,” ungkap Erdi. Dari inventarisasi data terdampak banjir dari desa, tercatat 313 rumah menjadi korban banjir. Diantaranya di Desa Palembapang sebanyak 100 rumah, Hara Banjarmanis 59 rumah, Tajimalela 51 rumah, Kelurahan Way Urang 16 rumah, Kelurahan Kalianda 9 rumah, Kelurahan Bumiagung 3 rumah, Desa Negeri Pandan 7 rumah, Desa Sukaratu 8 rumah, Desa Babulang 12 rumah dan Desa Kedaton 12 rumah. “Untuk kerusakan rumah kategori sedang, ringan dan berat masih kita inventarisasi. Termasuk beberapa fasilitas umum seta harta benda yang rusak belum bisa kami simpulkan. Karena, musibah ini cukup luas,” tutupnya. Sementara itu, Kepala BPBD Lamsel I Ketut Sukerta juga masih melakukan iventarisasi kerugian terhadap dampak banjir ini. Pihaknya juga akan melakukan penanganan pasca banjir dengan menentukan titik-titik wilayah penyebab banjir. “Yang jelas, normalisasi sungai perlu dilakukan. Karena, banyak penyempitan aliran sungai yang menyebabkan laju air tidak lancar. Kami akan koordinasikan dengan leading sektor yang lain,” singkat Ketut. Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut. Meskipun dia tampak turun meninjau sejumlah fasilitas umum yang rusak, namun belum ada keterangan soal kerugian yang diderita akibat musibah tersebut. (idh)
Tags :
Kategori :

Terkait