Harga BBM Turun, Tarif Angkutan Belum Pasti

Harga BBM Turun, Tarif Angkutan Belum Pasti

BAKAUHENI – Mulai 1 April, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar turun. Pemerintah menetapkan penurunan harga BBM sebesar Rp500 perliter. Diketahui, harga BBM jenis premium sebelumnya Rp6.950 perliter menjadi Rp6.450 perliter. Kemudian untuk harga BBM jenis solar sebelumnya Rp5.650 menjadi Rp5.150 perliter. Pemerintah mengharapkan penurunan harga BBM itu harus diimbangi dengan penurunan tarif angkutan umum. Seperti tarif angkutan penyeberangan Bakauheni-Merak. Namun sejauh ini, pengelola pelabuhan terpadat di Indonesia itu belum mendapat informasi terkait rencana penurunan tarif angkutan penyeberangan dari PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) pusat. General Manager (GM) PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) cabang Bakauheni Eddy Hermawan mengaku pihaknya belum mendapat informasi atau surat keputusan (SK) dari ASDP pusat terkait penurunan tarif angkutan penyeberangan. “Saat ini masih dibahas ditingkat pusat. Kami belum bisa memastikan berapa persen penurunan tarif penyeberangan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada keputusannya. Karena rencana penurunan itu akan dibahas bersama pihak Gapasdap selaku pengelola kapal,” kata Eddy Hermawan saat dikonfirmasi via ponselnya, kemarin sore. Dikonfirmasi terpisah, Ketua Gapasdap Bakauheni Sunaryo, SH menyambut baik rencana pemerintah menurunkan harga BBM. Namun demikian, terkait penyesuaian tarif penyeberangan pasca penurunan harga BBM, Sunaryo mengharapkan tarif angkutan umum khususnya tarif penyeberangan tetap atau tidak turun. Alasannya, penurunan harga BBM sebesar Rp500 perliter tidak mempengaruhi biaya operasional yang dikeluarkan pihak pengelola kapal penyeberangan. Sunaryo mencontohkan, biaya sparepart kapal yang masih inpor dari luar negeri masih tinggi karena mengikuti kurs dolar. Tidak hanya itu, biaya operasional lainnya yang harus ditanggung adalah biaya SDM. “Kebutuhan biaya operasional BBM hanya sedikit dibandingkan biaya operasinal lainnya seperti pembelian sparepart, biaya SDM dan biaya lainnya. Kalau memang tarif harus turun jangan terlalu besar. Kalau bisa tetap saja karena biaya operasional sangat tinggi. Tidak beroperasi saja kami tetap mengeluarkan biaya operasional. Apalagi saat ini muatan sepi,” tutur Sunaryo.(man)

Sumber: