Warga Tuntut Pengembalian Lahan
KALIANDA - Puluhan warga Desa Kalirejo, Kecamatan Palas, Lampung Selatan ngelurug Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, Kamis (4/8) kemarin. Kedatangan mereka tidak lain terkait perkara gugatan tanah berupa Lapangan Sepakbola yang diklaim oleh Profesor Mahatma. Dalam orasinya, Sekretaris Desa (Sekdes) Kalirejo Sobari mengatakan, warga Desa Kalirejo menuntut pengembalian tanah seluas 14.000 meter yang di klaim oleh Profesor Mahatma.
Masa meminta, agar lahan yang di klaim sepihak oleh Profesor Mahatma bisa dikembalikan kepada masyarakat. Sebab, lahan tersebut telah dipergunakan dan dijadikan fasilitas umum sejak puluhan tahun silam.\"Kami ke PN Kalianda ini melakukan aksi damai untuk memberikan dukungan secara moril kepada Kepala Desa Kalirejo yang sedang melaksanakan persidangan perdata terkait permasalahan tanah yang di klaim sepihak oleh Profesor Mahatma,\" ungkap Sobari.
\"Kami berharap lahan tersebut dikembalikan kepada masyarakat. Dan kami menjamin lahan tersebut akan kami pergunakan sebagai fasilitas umum bukan untuk kepentingan pribadi,\" tegasnya.Lebih lanjut dia menjelaskan, Lapangan Sepakbola itu telah puluhan tahun dipergunakan warga sebagai fasilitas umum. Namun, belum lama ini Profesor Mahatma mengklaim tanah tersebut adalah miliknya dengan dasar Surat Hak Milik berupa sertifaikat tahun 1992.
\"Kami meragukan keabsahan sertifikat tanah tersebut. Karena, selama ini tanah tersebut sudah kami pergunakan selama puluhan tahun,\" pungkasnya.Pantauan awak media, sekitar pukul 11.20 WIB, aksi damai tersebut selesai dan warga meninggalkan PN Kalianda dengan tertib. Sementara, hingga pukul 11.30 WIB sidang perdata masih berlanjut. Diketahui, sengketa tanah di Desa Kalirejo, Kecamatan Palas memasuki babak baru. Masyarakat Kalirejo siap bertarung dalam perebutan hak kepemilikan dan bersedia melawan seorang profesor bernama Mahatma di meja hijau. Sidang perdana soal sengketa itu sebentar lagi digelar. Upaya-upaya mediasi sudah dilakoni oleh warga disana. Namun tak ada titik temu dalam mediasi dengan dosen salah satu universitas kenamaan provinsi ini hingga berujung ke persidangan. Kepala Desa Kali Rejo, Budiono. Ia mengaku pemerintah menepuh jalur persidangan lantaran upaya mediasi yang dilaksanakan selama ini tidak membuahkan hasil.
“Selama ini kita sudah tiga kali melakukan mediasi dengan pihak pak Mahatma, dua kali di polsek dan satu kali di polres. Tapi belum ada putusan, pak Mahatma tak mau menjelaskan secara rinci asal muasal terbitnya sertifikat tersebut. Tentu ada ke anehan disitu, bakhan Mahatma sendiri awalnya tak tahu lokasi tanah yang ada di dalam sertifikat,” ungkapnya, Rabu (3/8).Budi mengungkapkan, meski sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 1992 silam. Namun sampai saat ini tokoh masyarakat desa tak ada yang mengakui lapangan bola tersebut milik Profesor Mahatma.
“Katanya sudah dijual. Tapi saat penjualan juga tidak ada musyawaran pada tahun itu. Sekarang sertifikatnya tiba-tiba dimunculkan atas nama pak Mahatma,” sambungnya.Ia juga mengaku, upaya memperjuangkan tanah desa melalui meja hijau ini juga berdasarkan keinginan masyarakat. Bahkan proses persidangan akan dimulai pada 4 Agustus.
“Upaya menempuh jalur meja hijau ini berdasarkan kepusan masyarakat, BPD juga sudah menyetujui. Bahkan sidang pertama akan dimulai besok,” terangnya.Sementara itu Sekretaris Desa Kali Rejo, Ahmad Sobari mengaku, pada sidang pertama ini juga diikuti dengan aksi damai oleh masyarakat Desa Kali Rejo untuk menuntut pengembalian tanah desa.
“Masyarakat juga akan menggelar aksi damai menuntut pengembalian tanah desa. Pada sidang pertama ini setidaknya ada 50 warga yang akan mengikuti aksi damai,” pungkasnya. Sengketa lahan itu mencuat kembali di Kecamatan Palas selama sejak Juni 2022. Kali ini tanah yang disengketakan yaitu, lapangan sepak bola Desa Kali Rejo.Masyarakan dan aparatur desa gigih menolak klaim dari dosen yang memegang sertifikat sejak tahun 1992 silam. Sebab, menurut mereka tanah desa dengan luas sekitar 1,5 hekta itu sejak dulu merupakan tanah desa yang sudah di sket negera pada masa transmigrasi Banyuwangi (Jawa Timur) diperuntukan untuk fasilitas umum. Keterangan warga disana bahwa lapangan bola tersebut telah disertifikatkan atas naman Mahatma sejak tahun 1992 pada masa jabatan Ayub Akbar sebagai camat. Sengketa lahan ini mulai mencuat sejak ada pengakuan dari sang pemilik dalam sepekan belakangan. Memang, Pemerintah Desa Kalirejo tak miliki bukti tertulis kepemilikan tanah yang dipergunakan sebagai lapangan sepak bola tersebut. Namun hal itu tak mengurungkan niat masyarakat untuk menempuh jalur hukum demi memperjuangkan tanah desa tersebut. Mereka percaya bahwa tanah itu tanah adat, tanah desa dari pemerintah dan memang diyakini tidak ada sertifikat. Para sesepuh kampung juga menegaskan bahwa lapangan tanah itu milik desa. (idh/vid)
Sumber: