Ice the Guns; Antara Kreativitas dan Harapan

Ice the Guns; Antara Kreativitas dan Harapan

Ice The Guns, adalah salah satu band bergenre Reggae yang menapak karir bermusik di kabupaten ini. Selain atas dasar kecintaan dan mampu menghasilkan pendapatan dari bermusik, Mereka juga berharap Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan memperhatikan para musisi lokal. Seperti apa harapan mereka? Laporan Randi Pratama, Kalianda. Suasana di Kalibata Coffe, Rabu (20/12) kemarin malam nampak pecah. Itu setelah band Ice The Guns yang berasal dari Kecamatan Sidomulyo melakukan perform di cafe yang berada di Jalan Kesama Bangsa, Kelurahan Wayurang itu. Saat melakukan perform, para pengunjung yang hadir pun turut menyanyikan lagu bergenre Reggae yang mereka bawakan. Ini terjadi bukan karena mereka yang mengajak. Para pengunjung itu bernyanyi dengan sendirinya karena terbawa atmosfer musik Reggae yang dibawakan band ini. Salah seorang pengunjung, Dedi (34) mengakui jika penampilan band Ice The Guns dengan balutan musik Reggae nya memang sangat menghibur. Bahkan, secara spontan ia menyebut penampilan para anak muda asal Kecamatan Sidmulyo itu mampu membuat suasana menjadi pecah. “Asli, pecah nih ada mereka,” kata Dedi. Hal senada juga diungkapkan Zamzam (27) yang saat itu melihat perform Ice The Guns. Menurut dia, band yang bergenre Reggae itu mampu membuat suasana lebih hidup. “Keren-keren, suasana yang hidup jadi lebih hidup,” ujarnya. Saat menyanyikan lagu Reggae yang mereka bawakan, sontak membuat para pengunjung yang hadir malam itu ikut bernyanyi. Bahkan meminta mereka untuk tak berhenti. Ada juga yang meminta request (permintaan’red) lagu Reggae yang berjudul “di Sayidan”. “di Sayidandong, di Sayidan dong,” kata salah seorang pengunjung. Permintaan itu pun dituruti Ice The Guns, yang sekaligus menjadi lagu penutup penampilan mereka pada malam itu. Usai perform dengan membawakan beberapa lagu Reggae nya, Radar Lamsel menemui para penggawa Ice The Guns yang dipunggawai oleh Rudi (drum), Ling Ling (vocal), Moko (Gitar 1), Boby (Gitar 2), Pak Yok (Bass), Lutfi (Jimbe) dan Hengki (Keyboard) untuk melakukan sesi wawancara. Salah satunya Moko, pemuda berusia 21 tahun yang mengisi posisi drum di band tersebut. Pada sesi wawancara itu, Moko menceritakan band yang memiliki 8 orang personil itu terbentuk 5 tahun silam. “Dibentuk tahun 2012 mas,” kata Moko. Dalam kurun waktu 5 tahun hingga 2017 ini, Moko menceritakan pengalaman pahit Ice The Guns. Menurut dia, band yang namanya diambil dari band barat Guns n’ Roses itu sudah berkali-kali ganti formasi. “Sejauh ini ganti formasi sudah 3 kali. Dan ini yang terakhir,” katanya. Meski banyak melalui pengalaman yang kurang mengenakkan, Menurut Moko, ia bersama rekan-rekannya tetap berusaha agar band nya bisa terus eksis dipanggung hiburan Kabupaten Lampung Selatan. “ini bentuk kecintaan kami terhadap musik,” ujarnya. Kecintaan sejumlah anak muda asal Kecamatan Sidomulyo itu pun tak sia-sia. Ini dibuktikan dari pencapaian mereka yang sudah manggung puluhan kali. Meski hanya band lokal kecamatan, para anak muda ini mampu menghasilkan apa yang belum tentu bisa dihasilkan oleh pemuda lain seusia mereka. Yaitu mendapat penghasilan dari hobi yang mereka sukai, yakni bermain musik. Penghasilan Ice The Guns sekali manggung terbilang lumayan, untuk mengundang mereka, pihak panitia atau penyelenggara acara harus merogoh kocek dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. “Kita biasa terima Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta. Kelas Rp 700 ribu itu manggung diacara biasa seperti ulang tahun teman dan acara sekolah, kalau Rp 1 juta itu di event besar,” lanjutnya. Meski hanya diisi personil oleh anak muda, Ice The Guns rupanya memiliki reputasi yang cukup lumayan diluar daerah. Mereka mengaku cukup sering mendapat undangan manggung diluar kabupaten. “Pas manggung di Kecamatan Labuhan Maringgai dan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur. Waktu itu ada event disana,” katanya. Selain reputasi, Ice The Guns juga mendapat prestasi. Ini dibuktikan dengan raihan Juara II di event Vespa Antique Club, Juara II di event 17 Agustus yang diselenggarakan di Kecamatan Sidomulyo. Meski sudah malang melintang di daerah lain, band yang di komandoi para lulusan SMA ini mengaku belum puas. Pengakuan ini didasari karena minimnya event musik yang digelar di kabupaten kita yang tercinta ini. “Kalau ada, itu pun bukan (band) lokal, tapi (band) luar,” jelasnya. Dasar inilah yang membuat mereka menyebut perhatian pemerintah kurang dalam hal bermusik, terutama perhatian untuk band-band seperti Ice The Guns yang hanya berada di kelas lokal. Mereka pun berharap agar pemerintah lebih memperhatikan musisi-musisi seperti mereka. “Kami, mungkin semua musisi lokal belum merasa ada perhatian dari pemerintah, harapan dari semua genre itu ada dukungan. Saran kami yang mewakili semua musisi lokal kepada pemerintah supaya lebih sering ngadain event musik, atau mungkin festival musik. Khusus band lokal,” harapnya. Boby, personil Ice The Guns lainnya juga berharap ungkapan yang mereka utarakan bisa menjadi kenyataan. Bahkan, mereka dengan tegas mengatakan rela tidak dibayar asal pemerintah mengabulkan apa yang mereka harapkan. “Karena harapan kami terhadap dunia musik lokasl begitu besar. Kami rela tidak dibayar asalkan pemerintah mau menyelenggarakan kegiatan yang mereka minta. Itu saja,” pungkasnya. (*)

Sumber: