Warga Masih Menunggu Keputusan Hutama Karya

Warga Masih Menunggu Keputusan Hutama Karya

Terkait Akses Jalur Alternatif di Dua Ruas Jalan Penghubung

WAY SULAN – Akibat buruknya kondisi jalan, rekanan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di Desa Sumber Agung, Kecamatan Way Sulan diminta segera melakukan percepatan pengerasan pada ruas Sumber Agung – Sukanegara. Permintaan tersebut merupakan buntut dari kemarahan warga yang geram dengan keadaan jalan yang licin saat turun hujan. Ditambah lagi rencana pengerasan jalan yang sempat dijanjikan tak kunjung direalisasikan. Marhen (40), warga Desa Sumber Agung menjelaskan, sejatinya ada dua poin kekecewaan yang disuarakan warga. Pertama, mereka meminta ruas jalan Sumber Agung - Sukanegara jangan sampai ditutup. Sebab, kata dia, jalur itu merupakan akses terdekat dan paling ramai dilalui oleh pengguna jalan. Kedua, kalaupun terpaksa dilakukan penutupan lantaran adanya JTTS, warga meminta jalur alternatif yang disediakan agar secepatnya diadakan. Kalaupun itu belum bisa direalisasikan, maka paling tidak jalan yang licin segera diperhatikan. “Kami bukannya tidak mendukung adanya JTTS, tapi permintaan pengerasan jalan coba dipercepat. Kalau ini kan tidak, dibiarkan saja sampai warga marah dulu baru mereka (rekanan ‘red) sibuk,” ujarnya kepada Radar Lamsel, Rabu (10/1) kemarin. Dengan nada sedikit mengancam, mewakili warga Marhen mendesak poin-poin tersebut segera disikapi oleh rekanan JTTS. Pasalnya warga sempat dijanjikan terkait pengerasan ruas jalan tanah tersebut. “Ya, kalau masih tidak dihiraukan warga pasti protes, paling tidak kami siap berdemo di lokasi JTTS. Berapa banyak yang jatuh karena jalan licin? Kami sudah cukup sabar,” imbuhnya. Terpisah Kepala Desa Sumber Agung Joko mengatakan, bahwa ada tiga Subkontraktor yang mengerjakan JTTS diwilayah tersebut. CV. Asri Hidayah CV. Arciles dan CV. Iswani ketiganya merupakan subkon dari PT.Waskita Karya. “Jauh sebelumnya ada wacana pengerasan jalan tanah tersebut, namun berhubung tak kunjung direalisasikan maka memuncaklah emosi warga. Itu titik persoalannya,” ujar Joko, kemarin. Untuk itu lanjutnya aparat desa dan Uspika tengah mendesak pemegang proyek dalam hal ini PT. Hutama Karya agar segera menindaklanjuti keluhan yang disampaikan warganya. “Kami terus berkoordinasi dan memberikan pemahaman kepada warga agar dapat pelan-pelan menerima perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah ketika JTTS sudah rampung otomatis jalan lama ditutup dan dialihkan. Pengalihannya itu nantinya juga melalui proses ganti rugi dan jalan alternatif dijamin mulus,” sebut Joko. Meski begitu, wacana ganti rugi soal jalan alternatif bukan perkara mudah. Ada proses panjang yang mesti diselesaikan pada proses ganti kerugian tersebut. “Kalau untuk jalur alternatif, itu sempat dibahas pada pertemuan bulan lalu, namun pastinya tidak bisa secapatnya karena prosesnya sama seperti awal pengukuran lahan yang terkena JTTS,” ucapnya. Masih kata Joko, guna meredam kemarahan warganya akibat jalan licin. Ia mengaku sudah menghubungi pengawas lapangan JTTS diwilayah tersebut. “Selasa lalu saya langsung hubungi pengawasnya ‘Sarmun’ agar pengerasan segera dilakukan,” imbuhnya. Sementara di Kecamatan Ketibung, sebanyak 160 Kepala Keluarga (KK) di Dusun Ogan Jaya Desa Neglasari masih menunggu keputusan dari PT. Hutama Karya soal kepastian pengadaan akses jalan menuju kawasan perkebunan warga yang ditutup akibat pembangunan proyek JTTS diwilayah tersebut. Itu dibenarkan oleh Camat Katibung Sabilal SE., menurutnya benang merah dari protes tersebut adalah ratusan hektar lahan milik warga terancam tak memiliki akses apabila JTTS rampung dibangun. Akibatnya warga mendesak pembangunan jalan yang tertutup oleh jalan bebas hambatan itu. “Berada STA 55F Dusun Ogan Jaya, RT/RW : 02/06.  Jalan tersebut, warga kesulitan untuk menuju perkebunan, selama ini warga merasa dirugikan karena tidak bisa mengeluarkan hasil perkebunan,” kata Sabilal kepada Radar Lamsel, Rabu (10/1) kemarin. Dilanjutkan, sudah dua kali pihaknya meninjau lokasi tersebut. melihat keadaannya memang opsi yang mesti ditempuh adalah dengan menyediakan jalan alternatif menuju perkebunan warga. “Untuk saat ini kami harap warga bersabar sambil menanti hasil keputusan dari pertemuan di Pemkab Selasa (9/1)lalu. Namun kami minta situasi tetap kondusif sampai ada kepastian dari rekanan,” ujarnya. Mantan Camat Rajabasa ini menambahkan bahwa tak ada opsi lain selain menyediakan jalur menuju perkebunan tersebut. apabila tidak begitu, hasil bumi warga tak bisa didistribusikan dengan baik. “Ya satut-satunya opis menyediakan jalan sepanjang 600 meter menuju lokasi, agar perekonomian warga tidak tersendat,” sebut dia. Terpisah Kepala Desa Neglasari Jamaludin menjelaskan ada 160 KK dan ratusan hektar lahan perkebunan yang berada di dusun tersebut. “Untuk KK ada sekitar 160 KK, kalau lahannya ratusan hektar,” sebut Jamaludin. Dikatakan, warga masih cukup sabar menanti kepastian terkait pengadaan jalan alternatif. Bahkan lanjut dia tak berani menjamin kalau sampai emosi warga memuncak akibat penutupan jalur tersebut. “Saat ini mereka (warga ‘red) masih sabar. Tapi kami sebagai penyambung lidah masyarakat tak dapat menjamin kalau sampai kesabaran itu habis,” katanya lagi. Hingga kini ratusan warga didusun tersebut masih menanti hasil keputusan yang diajukan kepada PT. Hutama Karya sebagai pelaksana proyek JTTS. Besar harapan kata dia, rekanan dapat segera meinyakapi permintaan warga. “Nggak ada opsi lain, ya kita tunggu saja apa hasilnya,” tandasnya. Sebelumnya, aksi protes masyarakat terhadap dampak negatif pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di wilayah Kabupaten Lampung Selatan kembali terjadi. Kali ini, warga Desa Neglasari Kecamatan Katibung meminta Pemkab Lamsel memperjuangkan akses jalan menuju kawasan perkebunan warga yang ditutup akibat pembangunan proyek nasional tersebut. Permintaan itu disampaikan perwakilan warga Dusun Ogan Jaya, Desa Neglasari yang dipimpin langsung Kepala Desa Jamaludin dalam pertemuan yang digelar di ruang Asisten Ekobang Setdakab Lamsel Ir. Mulyadi Saleh, MM, Selasa (9/1). (ver)

Sumber: