Ada Pegawai Non BPPRD di Korupsi Minerba

Senin 28-12-2020,09:17 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

KALIANDA – Kepala Bagian Kerjasama Setdakab Lampung Selatan, Badruzzaman, S.Sos, MM mengaku risih namanya disebut-sebut sebagai atasan terhadap tersangka kasus korupsi penyelewengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pajak dan retribusi mineral bukan logam (minerba) pada Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Lamsel Tahun Anggaran (TA) 2017-2019. Sebab, persoalan itu telah ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Menurutnya, para pegawai yang telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka tidak sepenuhnya sebagai bawahannya semasa di BPPRD. Sebab, dia menyatakan jika dirinya baru menerima amanah sebagai pimpinan di OPD tersebut pada pertengahan tahun 2018. “Waduh, kenapa judulnya eks bawahan saya. Ya, tidak enak saja kedengarannya. Apalagi tidak semuanya pernah jadi bawahan saya ketika di BPPRD. Apalagi kita tahu kalau sering ada rolling pejabat. Jadi banyak pimpinan yang pernah ada di posisi itu,” kata Badruzzaman kepada Radar Lamsel di Kantor Bupati Lamsel, pekan lalu. Dia menambahkan, dari tiga orang yang telah di eksekusi oleh Kejati Lampung, hanya satu orang yang pernah menjadi bawahannya. “Itu juga sudah diakhir tahun 2019. Dan saya juga ketika di tahun 2019 itu sudah digantikan dengan pejabat lain,” imbuhnya. Saat dikonfirmasi terkait hal tersebut, Badruzzaman enggan banyak memberikan komentar. Pasalnya, dalam penagihan retribusi dan pajak minerba dilakukan oleh tim yang beranggotakan dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) sebelum perubahan nomenklatur baru. “Kalau tidak salah, mereka dulu pada tahun 2017 masih di Distamben. Sebelum ada perubahan nomenklatur memang ada di OPD masing-masing untuk penagihan retribusinya. Jadi, baru disetor ke BPPRD yang dulu namanya Dispenda. Jadi, kita tidak pernah mengetahui soal ini. Apalagi, setelah perubahan nomenklatur itu ada beberapa petugas penagihan diluar BPPRD yang punya sertifikasi khusus dalam penghitungan pajak atau retribusinya. Maka mereka masih dibebani untuk menagih pajak nya,” terangnya. Dia mengaku, tidak pernah menaruh rasa curiga atas setoran retribusi pajak minerba yang masuk melalui para petugas tim penagihan. “Karena sebelumnya ada di Distamben, ya mereka yang mengetahui cara penghitungannya. Apalagi mereka yang punya kewenangan untuk menentukan nilai pajak atau retribusi berdasarkan bidangnya,” timpalnya. Saat ditanya lebih jauh perihal tersebut, dia kembali menegaskan jika persoalannya sudah menjadi ranah aparat penegak hukum. Bahkan, dalam kasus ini dia mengakui jika telah dimintai keterangan sebagai saksi bersama beberapa pejabat lainnya yang pernah menjabat di BPPRD maupun Distamben yang sempat bergabung bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada Tahun 2018 silam. “Kalau persoalan ini ranahnya sudah ada di Kejati Lampung. Saat ini mereka juga tengah bekerja berdasarkan keterangan beberapa saksi yang sudah diperiksa,” lanjutnya. Masih kata Badruzzaman, dia juga menyampaikan permintaan maaf tidak menjawab sambungan telepon lantaran sedang mengemudi kendaraan saat pulang kantor. “Kebetulan saya kemarin sedang mengantar pulang driver kantor. Jadi, saya yang menyetir dan tidak bisa angkat telepon. Pikir saya biar besok saja mengobrol dikantor,” pungkasnya. Sumber Radar Lamsel yang juga pelaku pertambangan bercerita bahwa tak semua orang paham dengan pola-pola korupsi yang diperagakan di bidang Minerba. Menurutnya perlu legislator yang cakap dan mau terang-terangan tegas, untuk mengawasi keculasan pajak Minerba. “ Sempat saya dengar pada 2018 silam PAD dari sektor ini hanya Rp 4 Miliar per tahun. Terus terang saja, jika itu didengar oleh palaku pertambangan di kabupaten ini, tentu tidak masuk akal. Karena dari sektor ini Lamsel bisa meraup puluhan miliar, hanya dengan hitung-hitungan kasar, belum hitungan rinci,” ungkap sumber kompeten Radar Lamsel. Sumber ini bahkan menyebutkan Lamsel bisa saja meraup PAD di angka Rp 60 miliar jika eksekutif dan legislatif tahu pola-pola pemanfaatan pajak minerba tersebut. Ia meyakini angka puluhan miliar itu dapat menopang bidang pendidikan hingga kesehatan jika tidak diculasi oleh oknum-oknum yang kini ditangkap Kejati. “ Boleh dibaca Perbupnya, kalau tak salah Perbup nomor 1 tahun 2018 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kabupaten Lampung Selatan nomor 12 tahun 2011 tentang pajak mineral logam dan batuan. Disitu jelas sekali,termaktub dalam Bab 1 Pasal 1 nomor 8 Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan, imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ungkapnya. Jauh sebelum kasus korupsi Minerba ini mencuat, Radar Lamsel pernah menyoroti kinerja Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lampung Selatan medio 2018 silam. Kala itu Dispenda menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari perusahaan tambang batu di Lamsel naik menjadi Rp 6,5 miliar per tahun. Sebab, sebelumnya PAD dari hasil pertambangan hanya berkutat pada angka Rp 4 miliar saja pertahun. Padahal secara persentase, 70 persen dari jumlah tambang batu di Provinsi Lampung berada di kabupaten ini. Waktu itu, Kepala Dispenda Lamsel Badruzzaman mengatakan upaya untuk meningkatkan PAD terus digencarkan salah satunya menaikan pajak dari usaha pertambangan. “ Sebelumnya per tahun Rp 4 M PAD Lamsel disumbang dari pajak usaha pertambangan. Tahun ini kita coba naikan Rp 2,5 M agar per tahun bisa tembus Rp 6,5 M,” kata Badruzzaman kepada Radar Lamsel di Dispenda, Rabu (12/9/2018) silam. Dilanjutkan PAD dari kategori tersebut merupakan kewajiban perusahaan untuk membayar pajak. Sebab secara aturan telah ditetapkan pada Undang-undang, Peraturan Daerah (Perda) serta Peraturan Bupati (Perbup). “ Khusus kategori perpajakan perusahaan memang tengah kami gencarkan peningkatannya sebab target PAD per tahun terus menagalami peningkatan,” sebut Badruz. Disinggung apakah persentase jumlah pertambangan dengan sumbangan PAD yang ditetapkan sudah berimbang? Orang nomor satu di Dispenda Lamsel itu menegaskan perusahaan sifatnya hanya membayar pajak. Sebab retribusi pertambangan dan sebagainya sudah beralih ke provinsi. “ Tidak bisa kita menyebut ini retribusi karena ranah Dispenda fokus pada kepatuhan mereka (perusahaan) untuk melunasi pajak. Lain cerita apabila retribusinya masuk ke daerah,” terangnya. Selain pajak pertambangan, pihaknya juga tengah mendata nomor pokok wajib pajak daerah (NPWPD) di Lampung Selatan. Hingga September 2018 Dispenda mencatat sebanyak 560 data NPWPD. “ Tim juga telah mendata, sejauh ini sudah ada 560 NPWPD yang kami terima,” kata Kabid Pendapatan Daerah Elia Tarigan. Dijelaskan, ada beberapa kategori pajak yang pada intinya berprinsip sama. NPWPD lanjutnya sudah diberlakukan sejak tahun 2014 silam. “ Khusus unit usaha semisal rumah makan tim terjun melakukan pendataan, berbeda dengan pajak reklame atau usaha batu mereka yang datang mengurus tapi bisa juga tim yang terjun ke perusahaan,” tandasnya. Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mengeksekusi tiga dari empat orang pegawai di Kabupaten Lampung Selatan, Selasa (21/12) kemarin. Hal itu setelah mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyelewengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pajak dan retribusi mineral bukan logam (minerba) pada Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Lamsel Tahun Anggaran (TA) 2017-2019. Namun, satu tersangka lain yang belakangan diketahui merupakan Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan dan Penetapan BPPRD Lamsel, YY tidak hadir alias mankir dari panggilan Kejati Lampung. Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Lamsel, empat tersangka tersebut terdiri dari tiga orang berstatus ASN dan satu lainnya adalah THLS atau pegawai honorer. Yang telah dilakukan penahanan pada hari ini (kemarin’red) berinisial ME dan EF yang merupakan pejabat dari Eselon IV dan SO staf THLS. “Ya, hari ini (kemarin’red) ada tiga orang yang ditetapkan tersangka. Dua dari ASN dan satu honorer. Satu tersangka lainnya yang berinisial YY tidak hadir dalam pemeriksaan hari ini,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Lampung Andrie W Setiawan. (idh/red)  

Tags :
Kategori :

Terkait