KALIANDA – Pembangunan waterbreak di wilayah Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, oleh PT. Basuki Rahmatan Putra (BRP) sarat pelanggaran. Sejumlah aturan berkenaan dengan pertambangan dilewatkan. Selain material yang digunakan juga tidak berasal dari tambang resmi. Seyogyanya, dalam melakukan pembangunan tersebut PT. BRP menggunakan batu dari perusahaan tambang yang legal. Namun, faktanya perusahaan tersebut membeli material dari lahan warga yang berada di sekitar wilayah kerja. Seperti diketahui, dalam kegiatan tersebut PT. BRP telah menunjuk rekan kerja dari perusahaan legal yang disebut dengan Sub Kontraktor (Subkon). Hal tersebut memang dianjurkan dan tidak menyalahi aturan selama material yang digunakan keluar dari tambang galian C yang berizin. “Sah-sah saja pakai subkon. Tetapi, harus jelas perusahaannya. Kalau toh subkon itu membeli lahan batu milik warga ya harus di urus perizinan penambangannya. Dengan begitu daerah juga bisa ada pendapatan yang sah dari izin pertambangan itu,” ungkap sumber terpercaya Radar Lamsel yang minta namanya di rahasiakan, Selasa (27/4) kemarin. Sejauh ini, tambah sumber, material batu yang digunakan keluar dari sejumlah desa di lahan pribadi milik warga. Perusahaan, membuat kontrak kerja pemanfaatan lahan untuk ditambang batu andesitnya dengan nominal harga yang disepakati. Tetapi, yang disayangkan pihak perusahaan tidak mengurus izin pertambangan galian C kepada instansi terkait. Hal ini dianggap mengangkangi aturan pemerintah dalam urusan pertambangan. “Oke jika subkon yang ditunjuk punya Izin Usaha Pertambangan (IUP). Tetapi, menurut kami tidak semua subkon yang saat ini dilibatkan punya legalitas itu. Karena kami melihat ada beberapa subkon yang terlibat dalam kegiatan PT. BRP itu,” imbuhnya. Sumber melanjutkan, dalam kegiatan tersebut diduga subkon lainnya menginduk kepada subkon yang memiliki legalitas resmi. Hal itu dilakukan sebagai perlindungan hukum jika suatu saat nanti menimbulkan persoalan. “Disamping subkon harus punya legalitas, lokasi yang sekarang ini di tambang juga harus izin. Jangan hanya sekedar izin lingkungan saja. Karena ada beberapa lokasi yang digunakan untuk kegiatan PT. BRP ini. Seperti lahan di Desa Canti, Desa Banding, Desa Rajabasa, Desa Way Muli dan Desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa,” tukasnya. Sementara itu, Pengawas Lapangan PT. BRP, Tambunan belum juga bisa di konformasi mengenai persoalan tersebut. Dihubungi melalui sambungan telepon tak kunjung dijawab. Bahkan, saat dihubungi melalui aplikasi pesan WhatsApp tidak merespon. Untuk diketahui, kegiatan tersebut bernama Pembangunan Pengamanan Kalianda Pantai Sukaraja Kabupaten Lampung Selatan. Sumber dana : SBSN tahun anggaran 2021. Nomor kontrak : 01.PKS (Am.SNVT.PJSAMS.SP.III2021. Nilai kontrak Rp67.786.021.602.00. Waktu pelaksanaan : 330 hari kalender. Konsultan Super Visi : PT ALLES KLAR PRMA (KSO) PT BINA BUANA RAYA. Kontraktor : PT Basuki Rahmatan Putra. Radar berupaya mengulik lebih dalam ihwal aturan seputar lingkungan hingga aturan yang berkenaan dengan penambangan. Namun sayang, Kepala DLH Lamsel Feri Bastian belum berkomentar. Saat dihubungi ponselnya dalam keadaan tak aktif, begitu juga dengan pesan singkat yang tak kunjung direspon. Sebelumnya diberitakan, aktifitas pembangunan breakwater (tanggul pemecah ombak’red) di wilayah Kecamatan Rajabasa benar-benar menimbulkan petaka bagi warga. Informasinya, seorang pengguna jalan menjadi korban hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Peristiwa naas itu dialami oleh Selvi dan Reni (17) warga Desa Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Sabtu (24/4) pekan lalu. Mereka yang berboncengan dengan niatan menunggu waktu berbuka terpaksa harus mengalami kecelakaan akibat jalanan licin yang berlumpur di Dusun Sukabanjar, Desa Canti. Alhasil, satu diantara mereka mengalami luka serius di bagian kepala. Sehingga, harus mendapatkan pertolongan medis dengan empat buah jaitan untuk menutup luka di kepalanya. Ironisnya, sampai detik ini belum ada kompensasi dari pihak perusahaan PT. Basuki Rahmantra Putra (BRP) ataupun sub kontraktor penyedia material breakwater tersebut. Korban hanya dijanjikan akan diberikan bantuan pengobatan hingga kembali pulih. Kepala Desa Rajabasa, Hermansyah membenarkan peristiwa yang dialami warganya. Pihaknya, menuntut perusahaan yang terlibat segera bertanggungjawab atas peristiwa yang dialami oleh warganya tersebut. “Saya tidak tahu peristiwa ini kalau rekan media tidak menginformasikannya kepada saya. Makanya, saya langsung melihat kondisi korban. Sekarang sudah membaik. Kami minta pihak perusahaan bisa bertanggungjawab atas peristiwa ini,” tegas Hermansyah, Senin (26/4). (idh)
Aturan Pertambangan Dikangkangi
Rabu 28-04-2021,09:04 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :