MERBAUMATARAM – Tewasnya dua bocah malang asal Desa Panca Tunggal Kecamatan Merbau Mataram akibat tenggelam di kubangan sedalam 3 meter bekas galian tahan oleh Subkontraktor JTTS, menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban. Keluarga menilai indikasi kelalaian dari rekanan JTTS pada kematian yang menewaskan Al Jummanatus Syarif (5) Bin M. Akmal dan Weslin Arif Rahman (7) Bin Jatian. Pasalnya di desa tersebut terdapat lima titik lubang galian yang masih menganga tanpa timbunan. Jumikan (58) Kakek dari almarhum Al Jummanatus Syarif menyinggung soal banyaknya bekas lubang galian yang digenangi air lantaran tidak ditimbun ulang oleh subkontraktor. “Apakah prosedurnya seperti itu? kalau tidak ditimbun bahaya,” ujarnya saat dijumpai Radar Lamsel di kediamannya, (10/10) sore kemarin. Dipaparkannya, bahwa kedua bocah itu ditemukan tenggelam didasar kubangan sedalam 3 meter. Dengan posisi tumpang tindih saat jasadnya diangkat oleh Iis (28) pemuda Desa Panca Tunggal. “Mulanya, ayah Weslin Arif Rahman pak Jatian sudah mengecek kelima kubangan termasuk TKP, namun tidak menemui apapun. Tapi saya menaruh keyakinan bahwa dikolam dekat perusahaan ready mix itulah lokasinya, dan benar saja kami temukan keduanya didasar kubangan sedalam 3 meter,” ungkapnya. Kepala Dusun Trimulyo II itu mengaku sudah menganggap Jumanatus Syarif seperti anak sendiri. Sebab, sudah sejak lahir Jumikan lah yang mengasuhnya. “Ayah dan ibunya bekerja di Kota Gajah Lampung Tengah, jadi saya yang mengasuhnya,” katanya lagi. Masih kata Jumikan, dirinya enggan neko-neko dan sepenuhnya mempercayakan kepada Unsur Pimpinan Kecamatan (Uspika) Merbau Mataram soal kematian cucunya itu. “Mewakili ayah dan ibunya, saya hanya mau bilang nggak mau neko-neko biar Uspika yang menyelesaikan persoalan ini. Sebab ini musibah, biar Ibu Camat Yusmiati, Pak Kades Sarjuni dan pak Kapolsek Eko Heri yang mewakili keluarga menuntaskan persoalan ini,” imbuhnya. Pada bagian lain Kapolsek Merbau Mataram Ipda Eko Heri, SH., MH, subkontraktor terancam pasal 359 KUHP “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun,” ujarnya. Saat ditanya nama Subkontraktor Stationing (STA) 52 – 60 Eko Heri mengaku hingga saat ini belum mengantonginya. Pasalnya pengerjaan JTTS diwilayah tersebut tak melibatkan Uspika Merbau Mataram. “Sampai detik ini, kami belum kantongi nama subkonnya, karena memang nggak pernah ada koordinasi. Begitu juga dengan keterlibatan Satgas JTTS yang honororiumnya nunggak selama setahun,” terangnya. Orang nomor satu di Kepolisian Sektor Merbau itu akan terus menggiring persoalan ini hingga tuntas. Meski diakuinya belum ada laporan dari pihak keluarga ke Mapolsek. “Keluarganya nggak mau menuntut, bahkan saat kami kirim anggota untuk melakukan visum ditolak,” beber dia. Subkon siluman itu bisa dijerat karena lalai dalam proses pengerjaan JTTS sehingga menghilangkan nyawa bocah yang bermain disekitar lokasi. “Seharusnya kalau safety-nya ketat, tak ada orang yang boleh berada disekitar proyek kecuali petugas,” ungkapnya. Informasi yang dihimpun wartawan koran ini kedua bocah itu meregang nyawa pada Minggu (8/10) sekitar pukul 17.30 WIB. Keudanya bermain disekitar kubangan sejak pukul 11.00 WIB, sempat ditegur oleh Paiman (45) warga Trimulyo namun tak digubris. “Saya lihat memang keduanya asik bersepeda dilokasi, saya suruh pulang tapi nggak mau. Setelah pulang dari sekitar pukul 01.00 WIB keudanya masih ditempat yang sama, sampai akhirnya tersiar kabar kalau keduanya ditemukan meninggal karena tenggelam,” ujar Paiman. Sementara keluarga dari almarhum Weslin Arif Rahman belum dapat berkomentar, suasana duka hingga Selasa (10/10) kemarin masih menyelimuti keluarga korban begitu juga dikediaman keluarga Al Jummanatus Syarif yang saling berdekatan.(ver)
Keluarga Korban Nilai Subkontraktor JTTS Lalai
Rabu 11-10-2017,10:44 WIB
Editor : Redaksi
Kategori :