Ombudsman : Pelayanan ala Preman tak Pantas Dilakukan
Rabu 27-09-2017,09:01 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi
Bantah Mau Menabrak, Minta ASDP Buka Rekaman CCTV
KALIANDA – Keluhan sopir truk atas pelayanan jasa PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bakauheni, Lampung Selatan mendapat respons Ombudsman RI Perwakilan Lampung.
Lembaga yang bertugas melakukan pengawasan pelayanan ini mengkritik bahwa tindakan pemaksaan yang berbau penganiayaan tersebut tak pantas dilakukan oleh lembaga yang notabenenya sebagai instrumen negara dalam melakukan pelayanan terhadap pengguna layanan.
“Karenanya pejabat atau pelaksana pelayanan publik itu harus mengedepankan asas kepentingan umum, profesional, dan keterbukaan. Sehingga masyarakat pengguna layanan ditempatkan sebagai pemangku kepentingan yang di layani,” kata Asisten Senior Ombudsman RI Perwakilan Lampung Ahmad Saleh David Faranto kepada Radar Lamsel yang dimintai tanggapannya terkait keluhan sopir truk terhadap pelayanan PT. ASDP Cabang Bakauheni.
Dengan keterbukaan, kata bang David begitu sapaan akrab Ahmad Saleh David Faranto, pengguna layanan tidak akan mengalami kebingungan, ketakutan dan/atau korban tidak ramahnya pejabat atau pelaksana pelayanan dalam hal ini PT. ASDP Bakauheni.
“Ini harus menjadi perhatian kita. Masak iya pengguna layanan dalam hal ini supir truk katanya terkesan mau numbur petugas keamanan? Apa benar seperti itu?,” ungkap David lagi.
Peristiwa itu, lanjut David, harus jadi perhatian serius pimpinan PT. ASDP Cabang Bakauheni untuk mengusut dan memperbaiki termasuk menindaklanjuti ke ranah hukum yang lain jika memang memenuhi unsur. Hal yang sama bisa juga dilakukan oleh supir truk selaku pengguna layanan jika merasa menjadi korban atas peristiwa tersebut.
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung sesuai kewenangannya mempersilakan pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelayanan tersebut maupun pelayanan publik lainnya untuk menyampaikan kepada Ombudsman dengan menghubungi call center 137 atau 0721-251373.
“Kami terbuka untuk masyarakat. Jika keberatan atas apapun bentuk pelayanan publik bisa dilaporkan kepada kami,” ujar alumni Pascasarjana Unila Fakultas Hukum ini.
David mengungkapkan, seluruh jajaran PT. ASDP tak pantas melakukan tindakan pemaksaan bahkan sampai kekerasan dalam melakukan pelayanan. Sekalipun itu untuk menegakkan ketentuan dan aturan dalam pelayanan.
“Iya, nggak pantas. Maka saat ini yang penting sesuai tanggung jawabnya pimpinan atau pejabat terkait harus mengusut kejadian tersebut dengan profesional, fair, transparan, dan akuntabel bagi publik,” ujar dia.
Demi kepentingan publik, tambah David, sudah sepatutnya hasil pengusutan atau temuan atas peristiwa tersebut diumumkan kepada publik melalui media massa sebagai bentuk penyelenggara layanan taat asas yakni keterbukaan.
Ombudsman RI menyatakan sesuai UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, sudah seharusnya BUMN maupun BUMD yang notabennya adalah intrumen negara dalam melayani rakyat wajib menerapkan standar pelayanan sesuai amanat UU tersebut.
“Jika belum menerapkan seperti adanya kasus yang terjadi tersebut maka penyelenggara dalam hal ini pejabat yang berwewenang telah melakukan pengabaian kewajiban hukum. Jika tidak mau disebut pengabaian, silahkan dievaluasi dan hasilnya diberitahukan kepada publik. Jadi, semua pihak tidak menuding pihak tersebut asal bunyi karena dilengkapi dengan instrumen hasil evaluasinya,” pungkas David.
Sementara itu, Hasby, sopir truk yang menjadi korban dugaan penganiayaan membantah bahwa dirinya ingin menabrak petugas dalam pelabuhan Bakauheni. Untuk mengetahui kronologis yang sebenarnya dia bahkan menyarankan agar pihak ASDP membuka seluruh rekaman CCTV yang ada di pelabuhan untuk mengetahui kejadian pemaksaan yang berbau penganiayaan tersebut.
“Kalau mau jelas buka saja CCTV. Kan bisa dilihat saya mau nabrak atau tidak. Kalau saya sendiri nggak ada niat untuk menabrak karena saya tau ada tali penghalang jalan. Jadi saya berhenti,” ungkap Hasby, sopir asal Kabupaten Lampung Timur.
Kendati begitu, Hasby mengakui bahwa dirinya belum mengetahui aturan mengenai keharusan pengguna layanan yang baru. Yaitu pengguna jasa yang hendak menyeberang ke pelabuhan Merak, Banten, wajib memasuki area muat kendaraan setiap dermaga sesuai jadwal pelayanan.
Aturan ini berdasarkan SK Kepala Kantor Otoritas Penyeberangan Pelabuhan (OPP) No. 23 tahun 2016 yang merupakan tindaklanjut dari Peraturan Menteri (PM) No. 29 tahun 2016 tanggal 12 Maret. “Untuk aturan ini saya belum tahu ya pak. Baru tahu juga dari petugas KMP Sebuku,” ungkap dia.
Diketahui sebelumnya pelayanan pelabuhan penyeberangan PT. ASDP Cabang Bakauheni, Lampung Selatan dikeluhkan. Pemicunya, salah seorang sopir truk dipaksa masuk ke salah satu kapal motor penumpang (KMP) Sebuku di Dermaga III Pelabuhan Bakauheni, Senin (25/9) kemarin.
Bak preman jalanan, petugas dalam pelabuhan bahkan menarik tangan sopir truk yang belakangan diketahui bernama Hasby, warga Lampung Timur, hingga mengalami luka. (edw)
Tags :
Kategori :