Penerima PKH yang Kaya Diancam UU Fakir Miskin

Penerima PKH yang Kaya Diancam UU Fakir Miskin

Dulkahar: Bisa Dipidana dan Dikenakan Denda

RAJABASA – Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Lampung Selatan masih memberi kesempatan kepada warga mampu yang masih menjadi penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) untuk segera exit atau keluar dari status penerima. Dalam hal ini, Dinsos mengimbau agar warga sadar dan keluar dengan sendirinya sebelum dikeluarkan secara paksa.           Jika imbauan tersebut tak diindahkan, maka dinas yang menaungi masalah kebijakan di bidang sosial akan mengancam warga mampu dengan Undang-undang nomor 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin. Dalam UU ini, penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dalam bentuk kebijakan program.           Di dalam undang-undang itu pada Pasal 42 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), dipidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,-.           “Bisa dituntut dengan (undang-undang) itu. Jadi, warga mampu yang masih menerima bantuan ini akan kami ancam dengan undang-undang yang berlaku,” kata Kepala Dinas Sosial Lamsel Dulkahar, AP.,M.Si kepada Radar Lamsel, Senin (4/3) kemarin.           Dul Kahar mengatakan selain ancaman undang-undang, pihaknya juga akan memaksa warga mampu untuk keluar dari penerima manfaat melalui serangan psikologis. Yaitu dengan menandai rumah warga mampu dengan tulisan “warga miskin” yang dicat di bagian pintu rumah.           “Lebih baik keluar sekarang, sebelum rumahnya kami cat dengan tulisan warga miskin. Kalau tidak percaya, kami akan mulai mengecat rumah penerima PKH yang mampu usai musrenbang,” katanya.           Lebih jauh, mantan Camat Bakauheni ini menjelaskan sejatinya penerima manfaat program PKH di Lampung Selatan rata-rata tepat sasaran. Dari 57.000 penerima, sekitar 7.000 diantaranya yang tidak tepat sasaran. Jika melihat persentase di lapangan dan survei yang telah dilakukan, maka tiap desa hanya memiliki 10 persen penerima yang tak tepat sasaran. “Itu dari jumlah desa yang kita survei. Tahun 2018 yang exit hampir 400 orang. Kalau tahun ini masih kami data dan masih berjalan, tapi target di atas 1.000 orang,” katanya. (rnd)

Sumber: