Sebut ‘Wartawan Premanisme’ di Forum Mahasiswa

Sebut ‘Wartawan Premanisme’ di Forum Mahasiswa

Kepsek Ancam tak Beri Nilai PPL bila Mahasiswa Melapor

KALIANDA – Oknum Kepala Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP) PGRI Kalianda Untung Sunaryo tak sepatutnya menjelek-jelekan profesi wartawan didepan forum mahasiswa Praktek Pengayaan Lapangan (PPL) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) An Nur. Di forum mahasiswa PPL STAI An Nur yang praktek mengajar di SMP PGRI Kalianda itu, Untung menyebut berulang-ulang kata ‘wartawan’ dengan konotasi negatif. Salah satunya ‘wartawan bajingan’. Mendengar ujaran yang menyudutkan profesi wartawan, salah satu mahasiswa peserta forum Muhammad Zam-zam Almubarit sempat berdebat dengan oknum Kepsek karena tak sependapat dengan ucapan Kepsek yang dinilai anti intelektual. Zam-zam begitu sapaannya, beranggapan tidak semua wartawan diartikan sebagai ‘wartawan pemeras’ seperti yang dimaksud oleh Untung Sunaryo. Ia menilai tidak sepatutnya seorang guru bicara didepan forum bernada demikian. “ Enggak semua wartawan seperti itu. Saya tersinggung ketika ada orang menjelek-jelekan wartawan diforum, dia bicara seperti itu di forum mahasiswa padahal dia seorang guru. Masih ada wartawan yang tegak lurus, tidak semua negatif seperti yang diucapkan,” kata Zam-zam kepada Radar Lamsel, usai berdebat dan walk out dari forum itu, Kamis (25/4). Zam-zam menilai ucapan sang Kepsek dua periode itu tidak mencerminkan sosok seorang pendidik. Karena alasan idealisme dirinya memberanikan diri memperdebatkan argumentasi guru jebolan FKIP Universitas Lampung itu. “ Saya bantah omongan beliau, soalnya berulang-ulang bilang wartawan bajingan, wartawan pemeras, wartawan premanisme. Kan nggak semua wartawan seperti itu, masih ada wartawan yang profesional kerjanya. Setelah berdebat saya walk out,” ucapnya. Usai walk out, belasan mahasiswa yang masih berada didalam forum itu diancam tidak membeberkan peristiwa itu ke publik. Apabila dibeberkan mahasiswa PPL itu diancam tak diberi nilai oleh yayasan SMP PGRI Kalianda. “ Setelah saya keluar teman-teman mahasiswa bilang jangan sampai peristiwa ini dipublish, kalau tidak mereka tidak dapat nilai PPL. Ada sebelasan mahasiswa yang sebetulnya tidak tahu apa-apa tapi terancam tak dapat nilai,” beber Zam-zam. Sebelum berucap demikian, Untung menjelaskan kronologis perihal kondisi sekolah yang memprihatinkan dan meminta bantuan agar wartawan meliput keadaan sekolah mereka. Atas dasar itu Zam-zam menghubungi wartawan Radar Lamsel untuk meliput kondisi sekolah tempatnya praktek mengajar. “ Tapi kok tiba-tiba bicara seperti itu. Sementara wartawan Radar Lamsel datang baik-baik untuk meliput tidak, datang dengan sopan kok diforum bawa-bawa wartawan ini dan itu,” ungkapnya. Untung sempat datang ke Graha Pena markas Radar Lamsel untuk meminta maaf. Untung berkilah mahasiswa yang walk out itu salah paham. “ Ini salah paham saja, saya memang menyebutkan dalam narasi saya agar setelah menjadi sarjana kelak para mahasiswa bekerjalah dengan benar,” kilahnya. Untung bahkan meminta Radar Lamsel untuk tidak memanjangkan persoalan ini. Dia pun menampik bahwa kedatangan Radar Lamsel ke sekolahnya bertujuan baik. Untuk meliput kerusakan gedung sekolah. Sayangnya, insan pers di Graha Pena Lamsel tidak terima dengan peristiwa yang menyudutkan profesi wartawan yang diartikulasikan Untung. “ Ini sudah beda ranahnya, sudah menjelek-jelekan profesi wartawan. Perlu diketahui tidak semua wartawan seperti yang ditafsirkan Kepsek dua periode itu. Terus terang kami tidak terima profesi kami dijelek-jelekan. Sebab semua profesi pasti  ada oknum yang baik. Ini pelajaran bagi beliau agar tak sembarangan saat berucap,” kata Idho Mai Saputra reporter Radar Lamsel usai mendengar kabar tersebut. (ver)

Sumber: