Kontroversi ‘Uang Lelah’ Pilkades Serentak

Kontroversi ‘Uang Lelah’ Pilkades Serentak

Otda Pastikan Tak Ikut Campur

KALIANDA – Kontroversi tentang adanya kabar burung ‘uang lelah’ pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak Lampung Selatan yang dipungut dari para calon kades (cakades) kian merebak. Bagian Otonomi Daerah (Otda) Setdakab Lamsel memastikan tidak pernah ikut campur mengenai persoalan tersebut.           Kepala Bagian Otda Setdakab Lamsel Setiawansyah, A.P., M.Si., menegaskan, dalam pelaksanaan pilkades serentak itu biayanya diambil dari APBDes. Sementara Pemkab Lamsel, menyediakan berbagai keperluan pemungutan suara serta honor panitia sebanyak 20 orang.           “Kalau ada kesepakatan dari para cakades untuk sumbangan pelaksanaannya itu diperbolehkan. Tetapi, itu urusan panitia pilkades. Kita tidak ikut campur dan tidak mau terlibat urusan tersebut,” ungkap Setiawan kepada Radar Lamsel diruang kerjanya, Rabu (15/5) kemarin.            Dia menambahkan, sumbangan dari para cakades untuk pelaksanaan pilkades memang sudah biasa dilakukan selama ini. Jumlahnya relatif berbeda-beda setiap desa sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan yang dibuat di tingkat panitia desa.           “Ya, macam-macam angka sumbangannya. Kalau yang saya dengar tahun ini sih, lumayan juga jumlahnya. Tetapi, itu semua kembali lagi ke panitia pilkades desa. Kalau memang sudah ada kesepakatan ya sah saja. Namun, Otda tidak pernah terlibat dalam urusan itu,” imbuhnya.           Lebih lanjut dia mengatakan, anggaran yang digelontorkan melalui APBDes dan APBD sudah mampu dan cukup untuk pelaksanaan pilkades. Namun, setiap panitia desa memiliki konsep dan jumlah panitia yang cukup banyak agar pelaksanaannya berjalan lancar.           “Surat suara, kotak suara, bilik suara, alat coblos, tinta, bantalan, paku dan honor untuk 20 panitia anggarannya dari Pemkab. Dari APBDes yang Rp15 juta alokasinya bisa untuk sewa tarub, sound system, makan dan minum, kursi dan sejenisnya. Kami rasa kalau standar-standar saja anggaran itu cukup,” pungkasnya.           Sebelumnya diberitakan, penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak rawan pungutan. Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) menyediakan Rp 15 juta per desa untuk penyelenggaraan Pilkades. Di Desa Tarahan Kecamatan Katibung misalnya. Salah satu bakal calon kades keberatan lantaran per calon dipinta Rp 15 juta. Kendati begitu belum ada yang berani membayar karena sebagian pihak menilai nominal itu terlampau besar. “ Ada empat calon, nah yang dipinta oleh panitia itu sekitar Rp 15 juta tapi belum ada yang bayar, kami ingin tahu dulu peruntukannya secara jelas karena kalau tidak salah ada dana APBDes serta APBD yang menyokong penyelenggaraan tersebut,” ujar salah satu calon asal Desa Tarahan yang tak mau namanya disebut, Selasa (14/5). (idh)

Sumber: