Alokasi BUMDes Tahun Ini Maksimal 5 Persen
Mayoritas Desa Gagal Kelola BUMDes
KALIANDA – Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di wilayah Kabupaten Lampung Selatan dinilai belum maksimal. Alhasil, pada tahun 2019 ini alokasi anggaran untuk kegiatan usaha desa itu hanya dipatok maksimal 5 persen dari Dana Desa (DD) yang diperoleh. Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Lampung Selatan, Drs. H. Burhanuddin, MM saat dikonfirmasi dikantornya, Kamis (16/5) kemarin. Menurutnya, pada periode anggaran tahun sebelumnya alokasi BUMDes di setiap desa dipatok sebesar 10 persen dari nilai DD. Namun, karena dinilai banyak terjadi persoalan dan penyimpangan maka Pemkab Lamsel memangkasnya hingga 50 persen lebih. “Hal ini diatur dalam peraturan bupati tentang DD dan ADD. Desa hanya boleh menganggarkan maksimal 5 persen dari nilai DD. Karena, belum menunjukan perubahan yang signifikan. Bahkan sebaliknya menimbulkan masalah dan penyimpangan anggaran,” ungkap Burhanuddin. Meski demikian, imbuhnya, aparatur desa boleh saja menganggarkan lebih dari 5 persen untuk kebutuhan BUMDes. Dengan syarat, usaha yang dijalankan oleh masyarakat itu telah menunjukan progres yang baik dan memberikan PADes bagi desanya. “Jika laporan dari pengelola BUMDes ada keuntungan, bisa kita pertimbangkan untuk meminta alokasi anggaran lebih. Kalau tidak, alangkah baiknya jika anggarannya untuk meningkatkan infrastruktur jalan,” tandasnya. Sementara itu, Kabid Ekonomi DPMD Lamsel, Sampoerna menjelaskan, persoalan yang terjadi di desa soal pengelolaan BUMDes karena tidak mengikuti perubahan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sebelumnya, BUMDes diatur dalam Permendagri nomor 39 tahun 2010 tentang BUMDes. Namun, saat ini pengelolaan usaha milik desa itu wajib mengacu pada Permendes nomor 4 tahun 2015 tentang pendirian, pengusulan, pengelolaan dan pembubaran BUMDes. “Sebelumnya pengelola BUMDes ini dari aparatur desa. Pada saat aturannya telah berubah, banyak yang tidak menaatinya. Salah satunya soal pengelola BUMDes harus diluar dari para paratur desa,” terang Sampoerna. Pihaknya, mengaku telah melakukan sosialisasi perubahan aturan tersebut sejak tahun 2017 silam. Namun, banyak aparatur desa yang bandel dan tidak melakukan perombakan struktur pengelolaan BUMDes tersebut. “Kami melakukan sosialisasi tidak kurang-kurang dari dua tahun lalu. Tetapi memang pada dasarnya desa ini bandel dan tetap ingin menguasai BUMDes. Jika masih tidak taat aturan, silahkan laporkan agar ditindak sesuai dengan aturan,” tegasnya. Lebih lanjut dia merincikan, sejauh ini baru sekitar 20 persen dari 256 desa yang dianggap mampu mengelola BUMDes. Hal ini dibuktikan dari adanya pendapatan atau pemasukan untuk desa dari kegiatan tersebut. “Sebenarnya jika mereka mau mengacu aturan semua bakal berjalan maksimal. Karena, pengelola BUMDes harus fokus dalam mengembangkan usaha yang anggarannya dibiayai oleh pemerintah pusat ini,” pungkasnya. (idh)Sumber: