Petugas Teknis Menjerit, Pendapatan jadi Bancakan Pengurus
Struktur Organisasi UTD PMI Kangkangi AD-ART
KALIANDA – Pendapatan yang diperoleh dari Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI Cabang Lampung Selatan diduga jadi bancakan jajaran pengurus yang notabenenya memiliki jabatan strategis di pemerintahan. Pasalnya, petugas di bidang teknis yang menangani pendonor langsung hanya diberi penghasilan dibawah UMK Lamsel. Ironisnya, para petugas teknis ini bekerja dengan waktu 24 jam penuh dengan sistem shift secara bergantian. Akan tetapi, para petugas atau karyawan yang memegang posisi strategis dan hanya ongkang-ongkang kaki bisa memperoleh penghasilan yang lebih tinggi setiap bulannya. Padahal, dalam aturan yang dituangkan PMI pusat melalui AD-ART jelas melarang ASN memegang jabatan duduk dalam struktur karyawan UTD. Dari penelusuran dan informasi yang berhasil dihimpun Radar Lamsel, setidaknya terdapat lima orang petugas tekhnis yang bergantian bertugas di UTD PMI Lamsel setiap harinya. Ditambah lagi dengan satu orang petugas administrasi dan office boy (OB). Penghasilan yang mereka peroleh setiap bulannya hanya sekitar Rp1.315.000,- jauh dari UMK Lamsel. Sementara para karyawan yang masuk dalam struktur organisasi tersebut justru para ASN yang bertugas di RSUD dr. Bob Bazar, SKM Kalianda. Bahkan, Ketua UTD PMI Lamsel adalah dr. Reny Indrayani yang menjabat sebagai Kabid Pelayanan Medis (Yanmed) di rumah sakit pemerintah. Dengan begitu, otomatis yang bersangkutan bersama dengan sejumlah karyawan lainnya mendapatkan penghasilan dari dua sumber. Yakni, dari pemerintah sebagai ASN serta dari penghasilan UTD sendiri. Seperti yang tertulis di AD-ART PMI Pasal 18 persyaratan Kepala UTD nomor 1 poin C yang berbunyi Kepala UTD bersedia bekerja purna waktu (full time) di UTD. Serta, jajaran UTD wajib melaporkan kegiatan administrasi mulai dari kepegawaian, keuangan dan logistik. “Kalau dari jajaran ASN yang menjabat sebagai Ketua UTD harus mendapatkan surat izin dari kepala daerah. Selama UTD ini dibentuk, belum pernah ada laporan yang masuk ke Markas PMI Lamsel. Padahal jelas, hubungannya koordinasi dan PMI berhak mengevaluasi,” ungkap sumber terpercaya Radar Lamsel yang namanya enggan ditulis di koran ini, pekan lalu. Pihaknya meminta kepada Bupati Lamsel bisa mengambil sikap dan mengevaluasi UTD yang ada di wilayah kerjanya. Sebab, Ketua Markas PMI Lamsel, dr. Aa ad Thoha tidak bisa mengambil langkah dikarekan sesuatu hal. “Karena PMI dibentuk oleh Kepala Daerah. Jika Ketua PMI tidak bisa mengevaluasi kinerja UTD, kepala daerah bisa langsung turun. Ini demi kebaikan semua pihak. Terlebih, para petugas teknis yang bertugas di UTD. Mereka hantya gigit jari menerima upah seadanya. Sementara, yang punya wewenang disitu terima penghasilan double dan tak pernah datang ke UTD. Apalagi, berdasarkan AD-ART itu Ketua UTD wajib Purnawaktu,” tegasnya. Sementara itu, Ketua UTD dr. Reny Indrayani saat dikonfirmasi membantah jika tidak pernah melaporkan aktifitas UTD ke Markas PMI Lamsel. Bahkan, saat ditanya soal gaji/upah tenaga teknis dia mengaku sudah sesuai dengan aturan yang dijalankan PMI Pusat. “Kalau kami melaporkan ke ketua PMI setiap bulannya. Kalau petugasnya tidak terima dengan upah yang diberikan silahkan mundur. Masih banyak yang mau bekerja. Ya, kalau penghasilan darah kami sudah di atas 500 kantong per bulan pasti gaji pegawai sesuai dengan UMR,” bantah Reny seperti yang ditulisnya melalui whatshapp, pekan lalu. Meski demikian, dia tidak menampik jika menerima upah dari jabatannya sebagai Ketua UTD yang sudah dijalaninya sejak tahun 2015 silam. Namun, penghasilan yang diperoleh untuk saat ini masih 80 persen dari standar pegawai golongan 2. “Karena, untuk kebutuhan operasional kami saja belum cukup. Misalnya, beli kantong darah dan reagen sudah minus. Kadang juga di beli dari uang pribadi pengurus, tetapi nanti digantikan ketika ada penghasilan lebih di bulan berikutnya,” kata dia. Saat ditanya soal jabatannya di RSUD sehingga tidak bisa bekerja purnawaktu di UTD, Reny mengakuinya. Namun, dia menegaskan jika tetap memikirkan kelangsungan UTD untuk lebih baik. “Maaf, walaupun kami jarang ke UTD tapi kami tetap bertugas memperbaiki UTD. Jadi, kami perlu support bukan hanya kritik menilai kami dengan manajemen dan mendapat gaji sementara kami tidak jaga 24 jam,” dalihnya. Lebih lanjut dia menjelaskan, berdasarkan penghitungan rata-rata setiap bulannya UTD PMI Lamsel mampu menghasilakan atau memperoleh sebanyak 250 kantong darah. Sementara untuk biaya operasional, Reny mengaku tidak mengetahui secara detail karena ada di Bidang Keuangan. “Rata-rata hanya memperoleh 250 kantong darah. Untuk detail laporan ada sama Pak Yus. Yang tahu persis bendahara pengeluaran. Ya, untuk kebutuhan bayar kantong dan reagen nya saja masih nombok. Tidak elok lah dapur kita di buka ke umum,” tukasnya. Perlu kita ketahui bersama, setiap kantong darah UTD akan memperoleh penghasilan sebesar Rp360 sesuai dengan aturan pusat. Jika dikalkulasikan dengan penghitungan Matematika, setiap bulannya UTD PMI Lamsel memperoleh penghasilan 250 – 300 kantong darah. Artinya, jika 300 kantong dikalikan Rp360 maka penghasilan UTD sebesar Rp108 juta per bulan. (idh)Sumber: