Tradisi Mudik atau Tradisi Macet?

Tradisi Mudik atau Tradisi Macet?

KALIANDA – Mudik atau pulang ke kampung halaman memang merupakan tradisi turun-temurun masyarakat di Indonesia pada saat hari raya. Hampir sebagian besar masyarakat memanfaatkan momen ini karena aktivitas diliburkan. Sehingga kemacetan menjadi hal yang biasa ditemui di berbagai daerah meskipun pemerintah telah mengantisipasinya dengan berbagai cara.           Seperti di wilayah Lampung Selatan. Keberadaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang telah difungsikan oleh pemerintah pusat tidak bisa mengatasi persoalan kemacetan lalulintas pada saat mudik lebaran 2019. Sebab, kemacetan dan antrean panjang menuju Pelabuhan Bakauheni masih saja terjadi meskipun jumlah dermaga dan armada kapal ro-ro ditambah.           Berdasarkan informasi yang diperoleh Radar Lamsel, kemacetan arus lalulintas masih terjadi di wilayah Pelabuhan Bakauheni pada tahun 2019 ini. Keberadaan JTTS serta penambahan dermaga dan jumlah angkutan kapal ro-ro belum menjadi solusinya.           Hal ini menjadi pekerjaan berat pemerintah dari berbagai elemen untuk memecahkan solusinya. Sebab, kemacetan yang terjadi pada saat arus mudik menjadi keluhan para pengguna jalan yang tak kunjung usai dari tahun ketahun.           “Mudik memang menjadi tradisi. Bahkan, masyarakat juga sudah mempersepsikan kalau macet itu juga merupakan tradisi tahunan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan aparat kepolisian lalulintas memang dituntut lebih jeli dalam mengatasi masalah kemacetan saat mudik lebaran,” ungkap seorang akademisi asal Lampung Selatan Malka Prima, M.I.P., saat berbincang dengan Radar Lamsel, Minggu (9/6) kemarin.           Dia mengatakan, pemerintah sendiri tidak kurang-kurang dalam mengantisipasi persoalan tersebut. Seperti di Lamsel sendiri, keberadaan ruas jalan bebas hambatan (jalan’tol) belum menunjukan bukti kongkret penyelesaian masalah kemacetan lalulintas.           “Jika bicara soal macet pada saat arus mudik dan balik ini sangat kompleks. Karena banyak sebab yang menimbulkan akibat (kemacetan). Mulai dari peningkatan volume kendaraan yang terus meningkat hingga persoalan lain yang menyangkut kegiatan arus mudik,” kata dia.           Persoalan sebab-akibat kemacetan yang tampak jelas terjadi tahun ini, menurutnya tidak lain akibat dari tingginya tarif transportasi umum jenis pesawat. Sehingga, banyak masyarakat yang memilih jalur transportasi darat untuk kembali ke kampung halaman.           “Yang biasanya mudik dengan pesawat, lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Alasannya karena tiket pesawat yang sangat tinggi. Tarifnya naik berlipat saat mudik lebaran. Pemerintah apakah sudah mengantisipasi hal ini? Ini yang saya katakan tadi makanya harus jeli dan apa sebab dan akibat yang ditimbulkan. Faktor perekonomian sangat berpengaruh dalam urusan ini,” bebernya.           Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah semestinya bisa mengambil kebijakan lain untuk mengantisipasi soal kemacetan lalu lintas yang terjadi. Salah satunya, dengan menambah waktu libur dan cuti bersama lebih panjang. Dengan begitu, para pemudik bisa mengatur jadwal mereka baik saat berangkat maupun kembali ke perantauan.           “Walaupun waktu libur sekolah dan hari kerja dibedakan bukan menjadi solusi. Karena, ketika si orang tua sudah masuk kerja, otomatis anaknya bakal mereka ajak kembali pulang ke perantauan. Logiokanya seperti itu. Tetapi, jika liburannya panjang mereka bisa mengatur waktu pulang. Tidak berbarengan seperti saat ini. Sehingga, menimbulkan kemacetan parah,” pungkasnya.           Seperti diketahui bersama, kemacetan panjang terjadi di wilayah Pelabuhan Bakauheni pada saat puncak arus mudik. Ribuan kendaraan tertahan di Pelabuhan Bakauheni karena kepadatan terjadi di pintu masuk JTTS. Yang mengakibatkan sejumlah kapal ro-ro menunda untuk sandar sehingga waktu tempuh pelayaran bertambah.           Selain itu, kemacetan pada saat arus balik juga terjadi di titik yang sama. Bahkan, antrean kendaraan di JTTS untuk masuk ke Pelabuhan Bakauheni mengular hingga ruas jalan tol Sidomulyo. (idh)

Sumber: