Warga Layangkan Gugatan ke PN Terkait Pilkades Karangsari
KALIANDA - Warga Desa Karangsari, Kecamatan Jatiagung melayangkan gugatan secara perdata terhadap Pemerintah Kecamatan Jatiagung di Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, Senin (17/6) kemarin. Gugatan ini merupakan lanjutan dari kasus pencalonan kepala desa oleh Saidah dan Mussidik yang ditolak oleh panitia pemilihan kepala desa (Pilkades) Karangsari. Radar Lamsel sempat memantau berjalannya proses gugatan tersebut. Namun sayang, pihak PN Kalianda tak membuka persoalan tersebut untuk diliput oleh media mana pun. Meski demikian, Radar Lamsel mendapat informasi bahwa selain pemerintah kecamatan, gugatan tersebut juga dilayangkan kepada BPD Karangsari, panitia, dan calon kades petahana, yaitu Romzi. Saidah, selaku pihak penggugat, menyatakan bahwa gugatan yang dilayangkan ke PN Kalianda itu buntut dari persoalan penolakan dirinya dan Musidik sebagai cakades Karangsari. Akibat dari penolakan itu, mereka tak bisa ikut bertarung di ajang pilkades Karangsari pada 26 Juni mendatang. Saidah melanjutkan, dalam gugatan itu pihaknya menyampaikan cerita bagaimana penolakan itu terjadi. Penutupan pendaftaran cakades ditetapkan pada 10 April malam. Atau sebelum pukul 00.00 WIB, 11 Juni. Tetapi pada pukul 15.30 WIB, di hari yang sama, berkas Saidah ditolak oleh panitia dengan alasan waktu pendaftaran sudah berakhir. “Setahu saya, waktunya sampai malam kan. Selama itu kami terus meminta agar berkas pendaftaran diterima. Namun panitia dengan berbagai macam alasannya menolak berkas kami, bahkan sempat menyebutkan bahwa penolakan berkas karena ada yang kurang lengkap,” kata Saidah saat ditemui awak media di PN Kalianda. Saidah mengatakan, hal tersebut merupakan bentuk kecurangan karena telah mempersulit dirinya dan Musidik. Padahal, kata dia, masalah dengan waktu akhir pendaftaran bukan masalah serius. Meski ada berkas yang kurang, maka pihak yang mencalonkan bisa melengkapinya dengan tenggat waktu selama 2 hari. Ini sesuai dengan peraturan panitia desa. “Itulah alasan kami sepakat untuk melayangkan gugatan ke pengadilan,” ucapnya. Musidik, salah satu calon yang ditolak oleh panitia pilkades mengaku ketika itu Ia mendaftar 10 April, sekitar pukul 16.00 WIB. Beda setengah jam dengan saat Saidah mendaftar. Meski mengaku terlambat, namun Musidik menyesali sikap panitia yang tak memberika kebijakan atau keringan terhadap waktu pendaftaran. “Iya benar, penutupan pukul 4 sore. Tapi kan saya telatnya enggak lama, hanya berselang beberapa menit, tapi tidak diterima. Sedangkan dari peraturan Pemkab sangat jelas pendaftaram sebelum 11 April,” katanya. Romzi, selaku pihak tergugat, sekaligus cakades petahana, membantah adanya permainan penjegalan terkait pendaftaran calon kepala desa. Menurut dia, penolakan yang dilakukan oleh pantia sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Itu sesuai mekanismenya. Sesuai dengan perbup (peraturan bupati) sebagai payung hukum pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak ini,” ucapnya. Disinggung mengenai pungutan dana pendaftaran, Romzi mengatakan bahwa tak ikut campur dalam urusan itu. Menurut dia, adanya pemungutan oleh panitia dikarenakan anggaran yang ada sangat minim. “Dari pemda dibantu Rp10 juta, dan dari dana desa (DD) hanya Rp15 juta. Saya rasa memang sangat minim,” katanya. Selain gugatan ke Pengadilan Negeri Kalianda, pihak Saidah dan Musidik juga melaporkan pihak panitia desa ke Polres Lampung Selatan hal-hal tersebut. Penasehat hukum dari pihak penggugat, Ridwan, S.H mengatakan, sidang mediasi ditunda hingga 24 Juni mendatang, atau 2 hari sebelum pelaksanaan pilkades. “Ditunda lagi, nanti sidang 24 Juni. Ya, kita tunggu saja bagaimana nanti,” katanya. (rnd)
Sumber: