“Harga Elpiji 3Kg Rp 25 – 26 Ribu”
Hiswana Migas: HET dari Pangkalan ke Warung Rp 17.280,-
PALAS – Harga gas elpiji 3 kilogram di Kecamatan Palas melejit. Ini setelah warga Desa Baliagung menjerit perihal harga elpiji yang mahal namun barang sulit didapat. Penggunaan gas elpiji sebagai bahan bakar mesin penyedot air untuk pertanian jadi salah satu pemicunya. Meski Perpres tahun 2015 tentang pemakaian elpiji untuk pertanian sudah disahkan, namun realitanya persoalan ini acap jadi alasan konsumer ketika harga elpiji melambung tinggi. Informasi yang dihimpun Radar Lamsel, sebelumnya harga gas elpiji tiga kilogram ditingkat pengecer dibandrol Rp 20.000 - Rp 23.000 kini meningkat menjadi Rp 25.000 – 26.000,- per tabung. I Ketut Purne (48) warga Desa Baliagung, mengatakan, lonjakan harga gas elpiji ini disebabkan meningkatnya penggunaan gas elpiji 3 kilogram sebagai bahan bakar pengganti bensin penyedot air disaat musim kemarau. \"Melonjaknya harga gas elpiji tiga kilo gram ini disebabkan penggunaan gas elpiji untuk bahan bakar mesin penyedot air yang mulai marak dilakukan petani sejak sepekan terahir,\" kata Ketut Purne kepada Radar Lamsel, Selasa (16/7). Ketut menerangkan, saat ini harga eceran gas elpiji tiga kilogram dikisaran Rp 25.000 - Rp 26.000, padahal sebelumnya harga gas elpiji masih diangka Rp 23.000 per tabungnya. Selain itu, lanjut Purne, gas elpiji di Desa setempat sudah melulai langka di desa setempat. \"Saat ini harga gas elpiji tiga kilogram diwarung eceran sudah Rp 25.000-Rp 26.000, per tabung. Selain itu juga sudah mulai langka, kadang kalau mau beli harus ke desa tetangga,\" ungkapnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Putu Kayun (40), salah satu pemilik pangkalan gas elpiji di Desa Bali Agung ini juga mengamini bahwa gas elpijin di desa setempat sudah mengalami lonjakan harga dan langka selama satu pekan terahir. \"Iya Mas sudah mulai langka, banyak yang mau beli tetapi gasnya sudah kosong. Sabtu (13/7) pekan kemarin turun 150 tabung itupun langsung habis dibeli warga dalam sehari,\" pungkasnya. Terpisah, Ketua Bidang Elpiji Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Adi Chandra mengatakan kasus di Desa Baliagung itu merupakan kasus klasik yang sering dijumpai tim nya dilapangan. “ Kalau titiknya disana memang kasusnya seperti itu. Bukan kali ini saja tetapi sering kali. Mengapa begitu? Karena peredarannya bukan lagi dari pangkalan menuju warung. Namun sudah sering dijumpai antara warung dengan warung lain saling jual beli, makanya harganya susah dikontrol,” ungkap adi melalui sambungan telepon. Lebih jauh Adi menjelaskan, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan dari pangkalan menuju warung-warung Rp 17.280,-. Biasanya kata Adi HET senilai itu diambil olep para pengecer bukan diantar oleh pangkalan. Sebab lain cerita apabila pangkalan yang mendistribusikan ke warung-warung, HET nya bisa berbeda. “ Ketetapan HET dari pangkalan ke pengecer Rp 17.280, biasanya itu pengecer yang mengambil ke pangkalan. Kalau diantar itu tinggal kesepakatan hitung jarak antar, antara keduabelah pihak. Tapi biasanya biaya antar itu masih lumrah. Tetapi kalau HET dari pangkalan itu berubah atau melejit drastis pangkalannya bisa kami tindak,” ungkap Adi. Sulitnya memberantas matarantai semacam ini tak dipungkiri oleh Hiswana Migas. Kendati Perpres 2015 tentang elpiji untuk pertanian sudah disubsidi oleh pemerintah namun hal itu belum cukup untuk menghilangkan kasus dilapangan. Apalagi sambung Adi, pemerintah tidak mengkonversi tabung untuk mesin alkon sehingga meski sudah ada ketetapan Perpres hal itu belum cukup kuat untuk mengatasi melonjaknya harga elpiji 3 kilogram. “ Terlebih temuan itu berada diwilayah pelosok, memang sulit diberantas. Apalagi matarantai nya sudah mengatak, mau ditindak juga serba salah karena disitu kasusnya sering dibenturkan dengan kondisi ekonomi warga. Disisi lain kita semua juga butuh para petani,” pungkasnya. Masih kata Adi, pihaknya masih akan memantau perkembangan yang terjadi di Palas tersebut. Bila laba yang diambil oleh para pelaku tersebut masih dalam kategori wajar maka Hiswana Migas belum akan bertindak. Namun bila hal itu sudah melebar hingga berbagai wilayah Hiswana Migas baru akan melakukan inspeksi. (vid/ver)Sumber: