Aparat Bergeming, SPBU Baru Kangkangi UU
KALIANDA – Praktik pengecoran jual beli Bahan Bakar Minyak (BBM) SPBU di Lampung Selatan, tampak lumrah terjadi di kabupaten ini. Padahal pengecoran di SPBU, jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal itu tertuang dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Migas. Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Meski demikian, larangan itu tak diindahkan oleh pihak SPBU 21.355.136 yang tergolong baru membuka layanan di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda. Pantauan Radar Lamsel, Senin (5/8) kemarin, masih banyak kendaraan roda dua dan roda empat yang mengantre. Kuat dugaan, rombongan kendaraan yang sudah memodifikasi tangki ini digunakan untuk mengecor BBM jenis premium. Pantauan sekitar pukul 15.59 WIB itu, banyak kendaraan roda dua jenis Suzuki Thunder sedang antre. Begitu juga dengan mobil. Bahkan, antrean kendaraan roda empat ini tampak mengular. Posisi antrean mobil antara operator pun cukup jauh. Sekitar belasan meter. Masyarakat setempat mengatakan pemandangns eperti itu selalu terlihat setiap hari. “Coba kalau lewat situ (SPBU) perhatikan, antrean mobil sampai tumpah-tumpah ke Jalinsum. Harusnya kan pihak SPBU membuka 2 operator untuk 2 jalur, supaya antrean tidak mengganggu pengguna jalan,” kata warga setempat, Emri (34), kepada Radar Lamsel. Masyarakat menilai pihak kepolisian, dan Pertamina tutup mata dengan kasus pengecoran itu. Buktinya, tidak ada tanda-tanda atau pergerakan yang dilakukan aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sama halnya dengan polisi, Pertamina juga diminta mengeluarkan surat peringatan kepada pihak SPBU. “Saya yakin mereka (polisi) tahu. Paling tidak, ya sadarlah kenapa kok di SPBU itu sering antre. Tapi kok didiamkan, tidak dicek, tidak dirazia. Berarti ada apakah gerangan?,” kata Zamhuri (29), warga lainnya. Radar Lamsel kembali menghubungi Yoga, selaku manager SPBU 21.355.136, untuk menanyakan persoalan yang berkaitan dengan pengecoran. Namun sayang, yang bersangkutan masih bungkam. Diberitakan sebelumnya, pengecoran bensin di SPBU sepertinya tak pernah surut. Seperti yang terlihat di SPBU 21.355.136 yang terletak di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda, Minggu (4/8) kemarin. Puluhan sepeda motor Suzuki Thunder, yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa mengantre dengan tertib. Tujuannya hanya satu, mengecor. Tak hanya motor, mobil juga ingut mengantre. Pantau Radar Lamsel, kemarin, mobil yang sudah mengantre mengisi BBM jenis premium balik mengantre lagi. Namun belum diketahui apakah mobil ini mengecor atau tidak. Jika melihat situasi normal, tentu antrean kedua kali ini tak wajar. Radar Lamsel menerima informasi mengenai dugaan mobil yang mengantre dua kali itu. Pengecor mendapat jatah mengisi premium senilai Rp250 ribu. Berapa kali antre pun, jatahnya telah ditetapkan dingka tersebut. Artinya, setiap pengecor mendapat jatah bensin sekitar 35 liter lebih. Bahkan, ada tangki mobil yang sudah dimodifikasi sedemikan rupa supaya isinya bisa bertambah banyak. Jatah senilai Rp250 ribu itu juga berlaku untuk pengecor sepeda motor. Seperti biasa, tangki motor-motor ini juga dimodifikasi. Tujuannya hanya satu, supaya isinya banyak. Menariknya lagi, para pengecor ini tahu persis jadwal pengisian premium. Tapi pengisian premium tak berlaku pada hari Jumat, karena tidak ada pengiriman. Apakah ada perjanjian antara pihak SPBU dengan pengecor? Belum bisa dipastikan. Tapi, Radar Lamsel menerima informasi jika jika pengecor harus setor ke operator dengan besaran uang sekitar Rp5 ribu-Rp10 ribu. Yang jelas, banyak masyarakat yang tak kebagian mengisi premium. Terlepas dari apapun kesepakatan pengecor dan pihak SPBU, aktivitas antara keduanya telah merugikan masyarakat. Memang benar, alasan pengecor memang untuk menjual kembali premiumnya. Tapi naif jika harganya tak dinaikkan. Konsumen normal memiliki hak. Tapi hal ini tak dipeddulikan pengecor yang dianggap serakah. “Kita punya uang Rp5 ribu. Bisa beli premium itu, beli pertalite, pertamax juga. Tapi kalau di pertamini kan lebih mahal. Lagian, takarannya juga belum tentu sama,” kata Hamid (29), warga Kelurahan Wayurang.(bersambung) (rnd)
Sumber: