Tradisi Kekeringan ‘Momok’ Petani Tadah Hujan
DTPHP: Manfaatkan Sumber Air dan Pompanisasi
KALIANDA – Kekeringan yang mengancam areal persawahan jadi semacam tradisi dikalangan petani. Terutama bagi meraka yang menggadu sawah tadah hujan, momok kekeringan masih menakutkan. Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Lampung Selatan tidak menampik ancaman kekeringan yang menghantui petani tadah hujan pada musim kemarau ini. Pemanfaatan sumber air yang tersedia menjadi salah satu langkah antisipatif. Selain memaksimalkan pompa air yang tersedia di lahan pertanian warga. Pelaksana Tugas (Plt) DTPHP Lamsel Ir. Noviar Akmal menegaskan, areal sawah tadah hujan masih terdapat banyak di wilayah Lamsel. Sehingga, kekeringan menjadi momok masyarakat disaat memasuki musim kemarau panjang. “Ancaman kekeringan ini sudah menjadi langganan petani yang berada pada lahan pertanian tadah hujan. Maka, kita himbau mereka untuk memanfaatkan sumber air yang terdekat dari lahan mereka saat musim kemarau panjang terjadi,” ungkap Noviar yang baru menjabat awal Agustus, saat ditemui di Kantor Bupati Lamsel, Senin (5/8) kemarin. Dia menambahkan, selain pemanfaatan sumber air dan aliran sungai terdekat, antisipasi lain untuk mencegah terjadinya kekeringan adalah dengan memaksimalkan program pompanisasi. Terlebih, beberapa tahun terakhir Pemkab Lamsel melalui dinas yang ia pimpin telah memberikan bantuan kepada para kelompok tani berupa pompa air. “Keberadaan sumur bor juga harus di maksimalkan. Saya yakin para petani sudah bisa mengantisipasinya agar tanaman padi mereka tetap aman sampai dengan waktu panen. Sehingga, tingkat kegagalan panen bisa diminimalisir sekecil mungkin,” imbuhnya. Meskipun demikian, pihaknya siap melakukan koordinasi dengan leading sektor terkait jika ancaman kekeringan areal persawahan benar-benar deialami petani. Yakni, dengan cara mengairi sawah dengan bantuan mobil tanki air. “Kami akan melakukan pendataan melalui UPTD Pertanian yang tersebar di setiap kecamatan. Dengan begitu, kita bisa mencari solusi kongkret dalam menghadapi musim kemarau panjang yang tengah terjadi saat ini,” pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, musim kemarau di Lampung Selatan mulai mengancam kelangsungan pertanian khususnya lahan tadah hujan. Di Kecamatan Ketapang misalnya. Luas tanaman padi yang mengalami kekeringan di wilayah ini makin meluas. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pertanian setempat mencatat sekitar 141,5 hektar tanaman padi usia 30-80 hari terancam gagal panen (puso). Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) UPT Dinas Pertanian Kecamatan Ketapang Avit Rakedi mengatakan, curah hujan selama dua dekade ini hanya 3 milimeter sehingga tanaman padi usia 19-70 hari setelah tanam terancam gagal panen akibat kemarau. “Upaya yang dilakukan petani untuk mengairi lahan sawah dengan pompanisasi maupun sumur bor. Namun hal itu tidak mampu karena airnya sudah sangat berkurang. Sementara yang lainnya pasrah karena lahan sawah tadah hujan kering,\" kata Avit Rakedi, Minggu (4/8). (idh)Sumber: