Pelanggaran Tercium di Pelabuhan Bakauheni
BAKAUHENI – Ratusan massa yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Lampung Selatan menggelar aksi unjukrasa di cucian mobil Jayatama, Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauheni, sekitar pukul 10.00 WIB, Selasa (20/8) kemarin. GMBI Lamsel mencium sejumlah pelanggaran yang ada didalam pelabuhan Bakauheni. Yakni, pelayanan penyeberangan Bakauheni-Merak dianggap tidak sesuai dengan peraturan Menteri Perhubungan Nomor 30 Tahun 2016 tentang kewajiban pengikatan kendaraan pada kapal angkutan penyeberangan. Selanjutnya, masih ada kapal yang berukuran di bawah 5.000 GT yang beroperasi di Pelabuhan Bakauheni –Merak sesuai intruksi peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 88 Tahun 2014 pengaturan ukuran kapal angkut penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni yang mengharuskan diatas 5000 GT dan dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap kendaraan travel sebesar Rp20 ribu yang disetorkan kepada Organda. Orasi yang dipimpin Ketua GMBI Lamsel Heri Prasojo itu berlangsung sekitar satu jam dengan pengawalan ketat petugas kepolisian. Setelah melakukan orasi, perwakilan LSM GMBI dan instansi terkait menggelar musyawarah yang dimediasi oleh Polres Lamsel yang dilaksanakan di Aula Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni. Dalam media itu, GMBI Lamsel meminta lembaga yang melaksanakan kebijakan dalam pelabuhan menjalankan peraturan tersebut sebagaimana mestinya. “Kami meminta aparatur terkait agar menindak tegas serta mencabut izin kapal-kapal pelayanan penyeberangan Bakauheni-Merak yang tidak mengikut peraturan Menteri Perhubungan tentang standar keselamatan dan standar pelayanan penumpang angkutan laut,” kata Heri Prasojo. Ali Mukthamar Hamas, Ketua Wilker GMBI Provinsi Lampung menambahkan, setiap kendaraan yang diangkut dalam kapan harus diikat demi keselamatan selama berlayar. Ini sesuai peraturan Menteri Perhubungan Nomor 30 Tahun 2016 tentang kewajiban pengikatan kendaraan pada kapal angkutan penyeberangan wajib diikat. “Hasil investigasi kami, bahwa aturan tersebut tidak dilaksanakan bahkan sering sekali diabaikan oleh seluruh petugas kapal yang beroperasi di Pelabuhan Bakauheni Lampung Selatan,” ujarnya. “Intinya kami mengkoreksi yang diamanah PM tersebut. Berat kapal dan pungutan liar di terminal Bakauheni Lampung Selatan harus di selesai. Ada tiga kapal dibawa 5.000 GT yaitu Jatra 1, Jatra 2 dan Portlink V yang sampai saat ini masih beroperasi,” paparnya. Pada kesempatan itu, GMBI Lampung Selatan meminta pihak-pihak terkait agar segara melakukan langkah-langkah yang dianggap diduga adanya pelanggaran Peraturan Menteri Perhubungan No PM 30 Tahun 2016 tentang kewajiban pengikatan kendaraan pada kapal angkut penyeberangan dan peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 88 Tahun 2014 pengaturan ukuran kapal angkut penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni. “Segera memanggil dan memeriksa pihak yang bertanggung jawab terkait dugaa pelanggaran tersebut tanpa tebang pilih. Menindak tegas siapapun yang terlibat dalam pelanggaran tersebut tanpa tebang pilih,” tegas Heri. Mediasi yang dipimpin Wakapolres Lamsel Kompol Listiyono Dwi Nogroho menyampaikan, mediasi antara LSM BMBI dengan instansi terkait di pelabuhan Bakauheni untuk mencari solusi terbaik. “Kita kumpul disini untuk mencari solusi terbaik dan akan memfasilitasi apa yang menjadi tuntutan agar direalisasikan,” katanya. Hari Indarto, dari Balai Penggola Transportasi Darat mengungkapkan, terkait pemberlakuan PM 30 Tahun 2016 sudah dilaksanakan. Bahkan pihaknya sudah memberikan sanksi kepada pihak pengelola kapal. Namun, katanya, sanksi yang diberikan tidak sampai pada pembekuan izin operasinya dengan alasan akan mengakibatkan stagnasi penumpang dalam pelabuhan. “Terkiat pemberlakuan PP 88, bukan kita tidak melaksanakan tetapi PP tersebut ditunda oleh Menteri Perhubungan. Dalam PP 88 tersebut ada 12 kapal dibawah 5.000 GT dan satu kapal sudah pindah dan 2 kapal sudah naik kelas. Apabila kapal dibawa 5.000 GT dipindah ke pelabuhan lain belum tentu cocok dengan pelabuhan tersebut. Untuk itu, pemerintah menunda PP tersebut,” katanya. Sementara itu, Humas PT. ASDP Indonesia Ferry cabang Bakauheni Syaifullail M. Harahap mengatakan, terkait dugaan pungli yang terjadi di terminal Pelabuhan Bakauheni, perlu diketahui PT ASDP tidak memilik terminal tetapi fasilitas untuk angkutan lanjutan. Dalam pelaksanaan dilapangan teknis dilakukan oleh Organda. “Kewenang kami hanya mempersiapkan fasilitas yang ada di Pelabuhan Bakauheni. Terkiat parkir itu ada pas masuknya, diluar dari kontek itu dilakukan oknum. Ada wacana Dinas Perhubungan akan membuat terminal diluar pelabuhan sehingga kewenangan Dishub dan Organda yang berkewenang disana,” bebernya. (man)
Sumber: