Menolak ‘Sexy Killers’ Jamah Sebesi dan GAK

Menolak ‘Sexy Killers’ Jamah Sebesi dan GAK

PT.LIP Drop Tongkang Duluan, Sosialisasi Tambang Pasir Belakangan

RAJABASA – Netizen tanah air sempat heboh ketika rumah produksi Watchdoc merilis film dokumenter berjudul Sexy Killers jelang Pilpres beberapa bulan silam. Sexy Killers mengangkat isu lingkungan perihal pertambangan batu bara yang menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat sekitar pertambangan. Nah, baru-baru ini tema yang mirip-mirip dengan isu tersebut merambah Lamsel, mencuat rencana penambangan pasir disekitar Pulau Sebesi dan Anak Krakatau. Masyarakat Desa Tejang Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa yang notabenne masih traumatik pasca tsunami, menunjukan gelagat penolakan atas rencana PT. Lautan Indonesia Persada(LIP) yang ingin menyedot pasir di wilayah tersebut. Penolakan ini disampaikan warga secara tegas. Ironisnya PT.LIP dikabarkan sudah drop tongkang lebih dulu sebelum mensosialisasikan rencana bisnis pertambangan yang diyikin masyarakat sebagai bisnis menjanjikan sekaligus berdampak buruk bagi ekosistem alam. Dalam sosialisasi itu, perwakilan PT. LIP, yakni Steven, dan Mario menjelaskan jika penyedotan pasir di antara pulau Sebesi dan GAK tidak berdekatan. Jarak penyedotan pasir itu sekitar 7-10 mil dari wilayah Sebesi dan GAK. Dua orang ini juga menyatakan tentang perizinan PT. LIP yang diklaim sudah lengkap. “Segala sesuatu tentang perizinanan sudah dilengkapi,” kata Steven. Steven menyatakan pihak perusahaan pun akan bertanggung jawab jika dalam penyedotan pasir itu menimbulkan kerasakan terhadap ekosistem laut, seperti terumbu karang dan sebagainya. Steven juga tak segan mengatakan bila perusahaannya akan membantu masyarakat pulau Sebesi melalui CSR (Corporate Socail Responsibility). “Bentuk CSR yang akan kami berikan berupa bantuan ekonomi, infrastruktur dan kesehatan,” katanya. Lebih lanjut, Steven mengatakan bahwa pasir yang disedot akan diantar ke daerah Subang, Jawa Barat, untuk keperluan pembangunan infarstruktur dermaga. Sementara itu, Mario, menjelaskan bahwa area yang akan dijadikan lokasi penyedot pasir memiliki luas 1.000 hektar. “Dan akan dilakukan secara acak. Sesuai dengan kandungan pasir di wilayah tersebut,” katanya. Usai mendengar penyampaian dari PT. LIP, sebanyak 40 warga yang hadir diberikan waktu untuk mengemukakan pendapatnya. Setelah berembuk, warga sepakat menolak keberadaan tambang pasir atau penyedotan pasir di wilayah tersebut. Namun sayang, tidak ada pejabat dari Kecamatan Rajabasa, ataupun kabupaten yang hadir dalam sosialisasi ini. Meski demikian, penolakan ini disambut baik oleh LSM Peduli Wisata (Pelita) Lamsel yang sepakat dengan keberadaan tambang pasir oleh PT. LIP. “Kami, bersama warga berkomitmen untuk menolak kegiatan penambangan pasir bawah laut. Apalagi kegiatan penyedotan pasir ini sangat berpotensi merusak lingkungan bawah laut,” katanya. Di sisi lain, Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, mengatakan wajar bila rencana pertambangannya pasir yang akan dilakukan oleh PT. LIP ditolak oleh masyarakat Desa Tejang Pulau Sebesi. Selain merusak ekosistem laut, administrasi izin yang dimiliki PT. LIP dianggap menyalahi aturan yang berlaku. Perusahaan itu memperoleh izin operasi produksi dikeluarkan tahun 2015, seluas 1.000 hektar. Izin ini disebut melanggar aturan karena dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2014 bahwa pemerintah provinsi dan pemerintah pusat tidak bisa mengeluarkan izin selain izin pembangunan pelabuhan oleh pemerintah sampai dengan pemerintah provinsi memiliki perda pengelolaan wilayah pesisir. “Padahal, perda (peraturan daerah) pengelolaan disahkan pada tahun 2018. Tapi di tahun (2015) itu, kok sudah dikeluarkan,” kata Irfan saat dikonfirmasi Radar Lamsel. Andai kata PT. LIP berkamuflase untuk mengajukan izin baru, hal itu tetap tak bisa dilakukan. Karena, kata Irfan, semua izin pertambangan laut sudah dihapuskan. Pria asal Desa Kelau, Kecamatan Penengahan ini juga menyoroti jarak pertambangan pasir PT. LIP yang berjarak 7-10 mil.           Menurut Irfan, hal itu menyalahi aturan. Dari segi apapun, Irfan menilai rencana pertambangan atau penyedotan pasir oleh PT. LIP tetap akan menyalahi aturan. Seperti apapun modusnya. “Dari 0 sampai dengan 12 mil, tidak boleh ada penyedotan atau pertambangan pasir di dalam jarak itu. Jika 13 mil, boleh saja. Jadi kalau nanti mereka (PT. LIP) mengajukan (izin lagi), terus ada izin, berarti melanggar. Sekarang, siapa yang bisa memastikan bahwa mereka tidak menyedot pasir di Krakatau,” katanya. (rnd)

Sumber: